Selasa, 17 Desember 2013

Tugas Yoga (Evolusi Roh)

EVOLUSI ROH DAN PEMAKNAAN PANCA KLESA

I.              PENDAHULUAN
Terdapat dua kelompok filsafat India, yaitu Astika dan Nastika. Nastika merupakan kelompok aliran yang tidak mengakui kitab Weda, sedangkan kelompok Astika sebaliknya. Dalam Astika, terdapat enam macam aliran filsafat. Keenam aliran filsafat tersebut yaitu: Nyaya, Waisasika, Samkhya, Yoga, Mimamsa, dan Wedanta. Ajaran filsafat keenam aliran tersebut dikenal sebagai Filsafat Hindu. Kelompok Nastika umumnya kelompok yang lahir ketika Hindu masih berbentuk ajaran Weda dan kitab Weda belum tergenapi. Hindu baru muncul setelah adanya kelompok Astika. Kedua kelompok tersebut antara Astika dan Nastika merupakan kelompok yang sangat berbeda (Nastika bukanlah Hindu).
Terdapat enam Astika (filsafat Hindu) atau yang disebut juga filsafat ortodok yang memandang Weda sebagai dasar kemutlakan dalam pengajaran filsafat Hindu atau mengakui kewenangan weda yaitu: Nyaya, Vaisheshika, Samkhya, Yoga, Mimamsa (juga disebut dengan purva Mimamsa), dan Vedanta (juga disebut dengan Uttara Mimamsa) ke-enam sampradaya ini dikenal dengan istilah Sad Astika Darshana atau Sad Darshana. Diluar keenam Astika diatas, terdapat juga Nastika atau sering disebut pandangan Heterodok yang tidak mengakui otoritas dari Weda, yaitu: Buddha, Jaina dan Carvaka.Meski demikian, ajaran filsafat ini biasanya dipelajari secara formal oleh para pakar, pengaruh dari masing-masing Astika ini dapat dilihat dari sastra-sastra Hindu dan keyakinan yang dipegang oleh pemeluknya dalam kehidupan sehari-hari.
Sad Darsana kata Darsana berasal dari akar kata drs yang bermakna "melihat", menjadi kata darsana yang berarti "penglihatan" atau "pandangan". Dalam ajaran filsafat hindu, Darsana berarti pandangan tentang kebenaran. Sad Darsana berarti enam pandangan tentang kebenaran, yang mana merupakan dasar dari Filsafat Hindu.
Adapun bagian – bagian dari sad darsana ini ialah :
1.        Nyaya
2.      Waisesika
3.      Mimamsa
4.      Samkhya
5.      Yoga
6.      Wedanta
Kata yoga berasal dari akar kata yuj yang artinya menghubungkan dan yoga itu sendiri merupakan pengendalian aktivitas pikiran dan merupakan penyatuan roh pribadi dengan roh tertinggi (Maswinara: 1999:163). Sistem yoga adalah Hiranyagarbha, sistem yoga ini didirikan oleh maharsi Patanjali yang merupakan cabang tambahan dari filsafat Samkhya. Yoga memilki daya tarik sendiri bagi para murid yang memilki temperamen mistis dan perenungan. Yoga secara langsung mengakui keberadaan dari mahluk tertinggi (isvara). Tuhan menurut Patanjali merupakan Purusha istimewa atau roh khusus yang tak terpengaruh dari kerja, hasil, dan cara memperolehnya. Suku kata OM merupakan symbol Tuhan, dan pengulangan kata OM dan bermeditasi pada OM, haruslah dilakukan sebab hal itu akan membawa pada perwujudan Tuhan.
Yoga merupakan satu cara disiplin yang ketat terhadap diet makan, tidur, pergaulan, kebinasaan, berkata dan berpikir dan hal ini harus dilakukan dibawah pengawasan yang cermat dari seseorang yogin yang ahli dan mencerahi jiva. Yoga merupakan satu sisitematis untuk mengendalikan pikiran dan memcepat kesempurnaan. Yoga juga meningkatkan daya kosentrasi, mengendalikan tingkah laku, dan pengembaraan pikiran, serta membantu mencapai keadaan supra sadar atau Nirvikalpa Samadhi. Tujuan yoga untuk mengajarkan roh pribadi agar dapat mencapai penyatuan yang sempurna dengan ror tertinggi, yang dipengaruhi oleh Vrtti atau gejolak pemikiran dari pikiran, sehingga keadaannya menjadi jernih seperti Kristal, yang tak terwarnai oleh hubungan pikiran dengan obyek – obyek duniawi.
Pikiran menjadi obyek utama dalam pelatihan yoga karena pikiran amat sulit untuk dikendalikan. Maharaj Charan Singh Ji “ menyatakan bahwa pikiran tidak pernah diam walaupun hanya sesaat. Selama pekiran tidak menghentikan pengembaraannnya, maka pikiran tidak dapat pulang ke sumbernya. Ada Sembilan celah pikiran itu mengalir yaitu : dua dari lubang mata, dua dari lubang telinga, dua dari lubang hidung, satu lubang mulut, satu lubang dubur, dan satu lagi dari lubang kemaluan. Meskipun seseorang duduk dan diam dalam ruang yang gelap dan mengunci pintunya, dan pikirannya tidak diam dalam ruang saja tetap saja pikiran itu mengembara ke hal yang bersifat keduniawiaan.

II.           PEMBAHASAN
2.      Evolusi Roh
2.1    Prinsif Evolusi Roh
Kenapa kita dilahirkan? Pertanyaan seperti ini tentu sering kita dengar, dan ilmu pengetahuan rohani memberi kita jawabaan atas pertanyaan tersebut. Tidak hanya itu, kita senantiasa akan diberi kesempatan untuk membuktikan kebenaran atas jawaban tersebut. Untuk tujuan pembuktian itu, terlebih dahulu kita harus bekerja keras untuk dapat mengembangkan kekuatan-kekuatan gaib indra-indra, sebagai sarana pribadi dalam meneliti hal-hal yang berada di luar kemampuan indra normal sebagai biasa. Hal ini telah dibuktikan melalui intensif para bijak, para yogi dan para rsi. Pengetahuan rohsni ysng dibicarakan tentang evolusi jiwa (roh).
Untuk menuju kepemahaman evolusi roh adalah mempertanyakan siapakah aku? Kita harus bahwa sesungguhnya kita adalah roh atau jiwa. Sebagai roh, kita telah ada sebelum kita memasuki badan seorang bayi untuk lahir sebagai manusia. Kita adalah roh yang bersemayam sesosok badan. Sebagai roh, suatu saat akan meninggalkan badan yang kita pakai ini dan saat itulah badan yang kita pakai itu mati dan disebut mayat. Tetapi sang roh sendiri tetap abadi.
Rounded Rectangle: Ātman  (Kesadaran murni)Kita dapat memahami hal ini dari kita berbicara sehari-hari. “ini tanganku”, yang berarti bahwa ada sang “Aku” yang yang memiliki tangan yang menempel pada badan. “ini badanku” yang berarti ada sang “aku” yang memiliki badan. Demikian pula halnya dengan perkataan “pikiranku” “kecerdasanku” berarti ada sesuatu yang memiliki badan, pikiran, kecerdasan, dan lain sebagainya. Itu adalah sang roh. Roh ini sering diistilahkandengan atman. Tetapi istilah atma sebagai roh sering membingungkan, karena sebenarnya roh adalah kepribadian hidup yang setidak-tidaknya merupakan gabungan dari etika eksistensi, Atman,Buddhi,Manas (pikiran). Sebenarnya mungkin lebih tepatnya memiliki kata sanskarta ‘guha’ sebagai istilah lain dari roh. Untuk lebih jelasnya dapat dijelaskan dengan skema di bawah ini: 


 






Adanya kesadaran merupakan bukti adanya kehidupan. Jika sang roh meninggalkan badan jasmani, itu berarti bahwa kesadarannyalah yang meninggalkan badan jasmani itu berarti bahwa kesadaran dan setelah itu badan jasmani tidak lagi memiliki kedasaran dan disebut mayat. Jadi kita adalah suatu unit kesadaran yang disebut roh. “Badan ini bukanlah aku, aku adalah roh yang bersemayam dalam sesosok badan untuki sementara waktu”. Roh merupakan unit kesadaran yang abadi. Seperti seberkas cahaya yang merupakan bagian dari cahaya matahari yang gemilang, seperti setetes air laut yang merupakan bagian dari lautan luas, maka sang unit kesadaran atau roh merupakan percikan kesadaran kosmik semesta (Brahman).
Sri krsna memberitahukan “ tidak ada kelahiran dan kematian bagi sang roh  dia tak akan terbunuh manakala badan terbunuh.” ( Bhagawad Gita II.20). Kalau sang roh tidak mati ketika badan terbunuh, maka bagaimana nasib sang roh selanjutnys? Sang roh yang abadi dalam menempuh waktu yang tak terbatas, akan mengalami kelahiran yang berulang-ulang. Dan mengembangkan potensi rohani hingga mencapai bentuknya sempurna, dalam ketuhanan.inilah yang menjadi sasaran terakhir yang akan dicapai sang roh melalui kelahiran yang berulang-ulang. Setelah itu sang roh tak perlu lagi mengalami penjelmaan kembali dan manunggal lebur dengan kesadaran ilahi.
“Seperti halnya seseorang yang mengenakan pakaian baru dan melepaskan pakaian yang lama yang telah usang, demikian juga sang roh menerima badan-badan baru dan meninggalkan badan-badan lama yang telah usang”. (Bhagawad Gita II.22). demikanlah kita semua terlibat dalam kelahiran dan kematian yang berulang-ulang, berpindah dari satu badan kebadan yang lain. Semua kelahiran dan kematian yang berulang tersebut tersimpan dengan rapi di lapisan jiwa yang dikenal dengan nama lapisan karana (penyebab). Pada setiap kelahiran kembali, hubungan antara lapisan Karana dengan organ otak badan yang baru akan terputus. Itulah sebabnya kita bisa lupa dengan pengalaman hidup kita pada penjelmaan sebelumnya. Tetapi ini bukan merupakan kelupaan total sama sekali, karena rekamannya senantiasa akan tetap  terbawa pada kelahiran berikutnya. Untuk mengingat kembali pengalaman penjelmaan kita yang terdahulu, dapat dilakukan dengan upaya rohanisedemikian rupa yang dapat menghubungkan organ otak dengan rekaman pengalaman penjelmaan kehidupan masa lalu di lapisan karana tersebut. Bahkan secara tak sengaja hubungan tersebut mungkin akan berwujud dalam mimpi. Pelaksanaan latihan yoga merupakan salah satu cara dari upaya rohani tersebut.
Mahluk tingkat rendah seperti tumbuh-tumbuhan, tingkat kesadaran rohnya masih sangat rendah dan bersifat laten, belum semarak seperti halnya kesadaran manusia. Semakin meningkat kecerdasannya, semakin meningkat pula potensi kesadaran rohnya. Sebiji kecil buah pohon beringin yang ditanam di tanah yang subur, suatu saat seiring dengan berjalannya waktu, akan tumbuh menjadi pohon beringin besar yang rindang. Jadi pohon beringin yang besar dan rindang itu berasal dari sebiji benih yang amat kecil. Roh juga seperti itu. Pada awalnya sang roh merupakan suatu wujud yang amat sederhana, sebagai wujud kehidupan yang masih laten. Seiring dengan perjalanan waktu kehidupan yang panjang melalui kelahiran yang berulang-ulang dalam berbagai bentuk mahluk, sang roh akan semakin tumbuh dan berkembang sampai akhirnya mencapai tingkat pertumbuhan yang paling tinggi. Proses ini disebut evolusi roh. Dengan demikian, kita semua sebagai roh yang berwujud manusia dan juga roh-roh lain, tidak muncul begitu saja, tetapi melalui proses panjang pertumbuhan dan perkembangan dari sang roh itu sendiri. 
Hanya satu kesadaran Tuhan yaitu Brahman, yang menembus atau meresapi segala sesuatunya dengan kegemilangan-Nya. Bagaikan matahri dengan segala berkas cahayanya, segala roh merupakan “berkas cahaya” difrensiasi Tuhan semesta alam. Veda menyatakan “sarvam khalvidam brahma” isinya bahwa segalanya ini adalah brahman. Mula-mula roh itu masih sangat laten dan sederhana, yang bermanifestasi di alam halus dan berkembang. Dalam proses pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya, roh sederhana tersebut meresap dan menyatu dengan mineral-mineral bumi sebagai media pertumbuhannya. Di sini, mineral merupakan badan fisik dari sang rohbyang laten itu. Setelah cukup berkembang sebagai mineral, maka sang roh akan membutuhkan media lain untuk melanjutkan perkembangannya yang lebih tinggi. Untuk itu sang roh kemudian lahir sebagai tumbuh-tumbuhan. Dalam perkembangannya sebagai tumbuh-tumbuhan ini, aspek kehidupannya mulai mekar, dengan menunjukkan daya hidup yang jelas (bayu).  Dengan bentuk tumbuh-tumbuhan, tampak jelas bahwa sang roh telah mengembangkan suatu kwalitas naluri, walaupun dalam bentuk yang sederhana. Daunnya bergerak menuju arah datangnya sinar matahari, dan akrnya mencari sumber air dan makanan melalui badan tumbuh-tumbuhan.
Setelah menyelesaikan perkembangan melalui tubuh tumbuh-tumbuhan, sang roh akan lahir sebagai binatang untuk melanjutkan perkembangannya. Roh akan mengembangkan nalurinya lebih hebat. Bahkan sang roh telah memiliki perasaaan dan emosi., walaupun pada tahap yang amat kasar. Setelah menyelesaikan perkembangan sebagai binatang melalui penjelmaan yang berulang-ulang, selanjutnya sang roh mengembangkan evolusinya melalui kelahiran sebagai manusia. Dengan wujud manusia sang roh mengembangkan daya hidup, emosi, perasaan, naluri dalam tingkat yang luhur dan untuk pertama kalinya mengembangkan kemampuan daya pikir (intelektual). Mengenai daya pikir ini, diperlukan kelahiran berulangkali untuk mencapai perkembangan daya pikir yang baik. Mula-mula pikiran itu amat kasar, yang dikuasai oleh nafsu dan emosi yang amat kuat dan lambat laun melalui pengalaman hidup akibat kelahiran berulang-ulang, pikiran akan semakin halus dan dapat dapat dikendalikan oleh buddhi (daya kebijaksanaan). Semakin berkembang buddhi itu, sifat-sifat mulai akan semakin berkembang. Akan tetapi ini bukanlah tahapan yang akhir. Setelah melewati perkembangan buddhi yang baik, maka akan dikembangkan tingkat kesadaran berikut yang lebih luhur, yang dikenal sebagai kesadaran Ātman. Kesadaran Ātman merupakan berkah tertinggi hasil evolusi sebagai manusia melalui banyak kelahiran tersebut. Setelah itu, sang roh tak perlu lagi lahir kedunia ini. Dunia adalah sekolah, dan pelajarannya sebagai manusia telah selesai, namun evolusi terus berjalan.
Setelah bebas dari kelahiran sebagai manusia, sang roh dengan kegemilangannya akan berevolusi di alam-alam yang lebih luhur dan berbagai wujud mahluk agung. Demikianlah proses evolusi roh itu semakin meningkat melalui berbagai tahapan alam dan berbagai tahapan mahluk yang semakin agung dan perkasa. Dan akhir dari proses evolusi roh itu pasti tercapai. Dalam tingkatan yang paling tinggi itu, kesadaran semesta ternyatakan dengan sempurna pada diri sang roh, lebur dalam kesadaran tinggi (prabrahman). Disinilah perjalanan berakhir, bercahaya, ilahi tak terlukiskan, damai, kuasa, penuh kasih, dan tak ada yang perlu dicari lagi. 
Rata-rata manusia di bumi ini akan lahir berulangkali sebanyak tujuh ratus tujuh puluh tujuh kali untuk mencapai manusia sempurna dan tidak perlu lagi lahir ke dunia ini. Banyaknya jumlah kelahiran itu dapat berkurang atau semakin bertambah tergantung karma seseorang. Kalau seseorang itu teken berbuat kebaikan dan latihan rohani, maka ia lebih cepat mencapai tingkatan manusia sempurna yang tak perlu lagi lahir dan belajar di bumi. (Terdapat dalam ajaran brahma vindyā). Ada tiga tahap utama evolusi di atas manusia sebagai tahap perkembangan lebih lanjut, sebagai mahluk supramanusia, setelah itu meningkat menjadi mahluk kosmik, lalu mencapai tingkat yang absolut. (Bhagavan Śrī sathya Nārāyana atau Sāī bābā).
Perlu diketahui bahwa alur perkembangan evolusi yang kita bicarakan di atas bukanlah satu-satunya alur evolusi. Masih banyak alur evolusi lain yang dalam perkembangannya bahkan tidak memakai tubuh manusia atau lahir sebagai manusia dalam mewujudkan rencana evolusinya, tetapi melalui alur evolusi mahluk halus diantaranya adalah alur evolusi para jin dan dewa-dewa. Perlu di ketahui bahwa tiap-tiap planet (brahmāņda) memiliki alur evolusinya sendiri-sendiri. Tetapi di seluruh alam semesta ini, dari alam manapun evolusi itu berasal, segalanya berkembang menuju sasaran agung yang sama yaitu parabrahman, Tuhan Yang Mutlak. Evolusi terus berkembang sampai akhir mencapai parabrahman. Sang roh kembali pulang kerumah sejati, asal sesungguhnya dari sang roh. Ia pulang kembali dengan membawa ijasah kehidupan setelah mengembara di alam evolusi untuk belajar dan mengembangkan diri. Sang bapak dan ibu semesta menyambutnya dengan kehangatan cinta kasih-Nya.
Sesungguhnya adalah penuh kemuliaan masa depan setiap mahluk, yang berkembang dan membentang tanpa batas, melintasi keabadian. Tetapi “Engkau akan memasuki cahaya-Nya tetapi tak akan pernah menyentuh nyala api-Nya” sumber dari segalanya itu tetap mutlak, mengatasi segala yang ada. Ia tetap sebagai Tuhan dari segalanya. Muliahlah Engkau wahai Tuhan, yang telah menggerakkan dan mendorong proses evolusi yang sesungguhnya merupakan manifestasi-Mu sediri. Kekuatan daya dorong evolusi itu secara perlahan-lahan dan pasti, membuat segala mahluk akan semakin meningkat perkembangannya. Dengan demikian Yang Tertinggi itu. Inilah kekuatan pendorong yang berasal dari Tuhan.
Tumbuhan tidak pernah berpikir untuk lahir sebagai binatang, demikian juga binatang tak pernah berpikir untuk meningkat lahir sebagai manusia. Siapakah perencana dan kekuatan di balik proses itu? Itulah rencana evolusi dari Tuhan. Manusia juga mendorong untuk semakin meningkat, hingga mencapai Yang Tertinggi. Proses ini menjelaskan mengapa jumlah roh manusia bisa bertambah dan suatu saat bisa berkurang, ini tergantung dari jumlah peralihan roh binatang menjadi roh manusia dan peralihan dari roh manusia menjadi roh yang lebih tinggi.

2.2     Menuju Perkembangan
Roh itu tak pernah mati, tetap hidup, abadi dan tetap memiliki kesadaran selamanya. Setelah melalui proses yang disebut kematian, roh meninggalkan badan fisik dan sang roh melanjutkan kehidupannya di alam halus dengan memakai badan halus, sebelum berinkarnasi (menjelma) kembali. Selama sang roh meninggalkan badan fisik yang pernah dipakainya sebagai pelajaran hidup akan dibawanya dan tetap dimiliki sebagai pembentuk watak atau kebiasaan yang baru, atau sebagai benih-benih dasar dari sifatnya yang baru untuk diwujudkan kembali dalam penjelmaan berikutnya.
Kalau kita hanya memandang evolusi badan fisik seperti yang diungkapkan oleg Darwin, maka kita hanya membicarakan satu sisi saja dari evolusi. Padahal di balik badan fisik itu terdapat roh, sebagai kesadaran yang abadi. Sebatang tumbuhan meskipun telah mati tetapi aza kehidupan yang terdapat pada tumbuhan tersebut sama sekali tidak mati. Apabila sebatang pohon mawar mati, maka pengalaman-pengalamannya yang mungkin berkaitan dengan sinar matahari dan badai, ataupun perjuangan hidupnya, semua itu dipergunakan sebagai bekal bagi perwujudan mawar pada kehidupan baru berikutnya yang lebih baik dan sanggup untuk mempertahankan kehidupan itu.
Sesosok manusia merupakan mahluk individual dan meskipun ada ikatan mistis antara dia dengan sesamanya dalam persaudaraan semesta, namun setiap orang akan melangkah maju pada jalannya sendiri dan juga menciptakan hari kemudiannya sendiri. Dalam pribadinya tersimpan segala pengalaman yang diperoleh dari kehidupan demi kehidupan, tanpa membaginya dengan orang lain. segala pengalaman hidup merupakan dasar dari perwujudan dan nasib pada kehidupan berikutnya. Meskipun kelahiran dan kematian dating berulangkali apa yang telah diperoleh sebagai pengalaman hidup tak ada yang hilang.
Dalam evolusi terdapat banyak tahapan. Pada tahap awal perkembangan evolusi berawal di alam halus, alam non-fisik, di mana tahap kehidupan ini disebut tahap kehidupan elemental. Secara bertahap bentu kehidupan yang masih laten tersebut akan mengembangkan diri melalui media zat-zat mineral dan di sanalah perwujudan roh yang masih amat muda itu berkembang. Setelah itu, misinya menyempurnakan diri yang dilanjutkan dengan kelahiran sebagai protoplasma, lalu sebagai tumbuhan. Dan diwaktu berikutnya, sang roh akan lahir sebagai manusia. Dalam perwujudannya sebagai manusia, roh sudah menampakkan kedewasaannya, yang merupakan roh yang sudah sangat berkembang, sebagai mahluk individual yang dapat berpikir, yang memiliki cinta kasih, cita-cita mulia dan hal-hal lain yang bersifat luhur. Tetapi sadarlah bahwa manusia bukanlah mata rantai terakhir dari perjalanan evolusi. Evolusi sang roh adalah manifestasi dari kepribadiannya. Evolusi hidup bukanlah semata-matahal mendapatkan atau memperoleh sesuatu, sebab di balik kehidupan itu terdapat sesuatu yang lebih agung, yaitu kesadaran sejati. Beliau yang Maha pengasih akan menganugerahkan Maha Diri pribadinya sendiri, sebagai hasil dari pencapaian evolusi tertinggi sang roh.
Ada banyak jalur evolusi dalam perkembangan sang roh, yang di antara masing-masing jalur tersebut saling terlepas bebas tidak saling bergantung. Dua di antara banyak arus evolusi kehidupan manusia dan yang satunya lagi, sejajar dengan arus kehidupan ini adalah arus kehidupan para dewa atau yang sering disebut malaikat.
Seperti sudah diuraikan, bahwa kehidupan manusia sebelumnya telah melewati perkembangan sebgai binatang, tumbuhan, mineral, serta kehidupan elemental. Sejak tahapan zat mineral tersebut, salah satu dari dua arus kehidupan tersebut menyimpang, menempuh arus yang berbeda melalui rangkaian asru binatang, jin, arus kedewaan. Masih terdapat banyak arus evolusi lain, tetapi kita kekurangan informasi tentang segala sesuatunya dan ini merupakan lapangan penelitian rohani yang baru.
Perkembangan evolusi yang kita bicarakan di atas akan mencapai tingkat mahluk yang di Tibet disebut sebagai Zhyan Chohan. Dan dari sini evolusi akan berjalan terus secara bertahap untuk mencapai puncak evolusi tertinggi. Dari keenam macam arus evolusi yang kami sampaikan melalui skema di atas hanya dua arus kehidupan saja yangmemakai badan jasmani. Dan satu di antara dua arus itu akan mencapai manusia. Sedangkan lima arus yang lain dalam evolusi yang sejajar itu berjalan menuju arus kedewaan.
Dalam tahap evolusi sebagai manusia, untuk tujuan pembahasan kerohanian maka watak manusia dibagi menjadi tujuh tipe, yaitu:
1.    Bhakti                     : - Kecintaan pada Tuhan
- Biasanya menginginkan Tuhan dalam wujud
2. Cinta Kasih             : - Cinta yang mendalam kepada seseorang
                                      - Cinta kepada sesamanya
3. Dramatik                 : - Kesahidan
                                      - Pengarang filosofis
                                      - Hal-hal yang dramatis
4. Keilmuan                             : - Bersandar pada percobaan
- Teoritis
5. Pelaksanaan             : - Berpengaruh, dramatis
6. Kebijaksanaan         : - Artistik, kemanusiaa
                                      - Merekam dan menganalisa
7. Ritualistik                : - Suka dengan upacara
                                      - Suka dengan hal-hal simbolik
Masing-masing dari tipe ini memiliki tempramen yang berbeda-beda antara satu dengan yang yainya. Bukan berati bahwa tipe yang satu lebih baik dibandingkan dengan tipe yang lain. Didalam derama maha evolusi semuanya memiliki kemuliaan yang sama. Kalau kita perhatikan orang-orang dengan tipe bhakti (devosi) yang terdapat disekitar kita, maka kita akan tahu bahwa mereka merasa puas kalau Tuhan dipuja dalam wujud tertentu, di mana tanpa melalui wujud itu ia akan sulit untuk menjadikan Tuhan sebagai tambatan hati. Ada juga orang-orang dengan jiwa bhakti yang dramatik. Oleh karena itu mereka sangat berhasrat dalam kesaidah. Hal ini bukanuntuk gagah-gagahan semata, atau ingin dihormati, tetapi disebabkan oleh hasrat bathin yang mengatakan bahwa hidup yang berbhakti itu tidak akan menjadi kenyataan, tidak menjadi kehidupan yang sungguh-sungguh tanpa sesuatu yang bersifat dramatis.
Kehidupan dengan tipe cinta kasih itu juga beraneka macam. Ada yang seluruh hidupnya difokuskan untuk mencintai seorang saja, seperti Romeo dan Juliet, yang siap meninggalkan segalanya demi untuk satu jiwa itu saja. Tetapi ada yang tidak memiliki cinta semacam itu, namun akan berbahagia dengan memperluas cinta kasihnya dengan orang-orang disekitarnya. Tipe dramatik yang salah satu ragamnya telah diuraikan di depan memang merupakan tipe yang menarik perhatian oleh karena sering menimbulkan salah pengertian terhadap sifat mereka. Bagi tipe ini kehidupan dianggap tidak nyata dan sungguh-sungguh kalau kehidupan itu tidak seperti cerita drama. Kebahagiaan tidak dianggap kebahagiaan, kecuali itu merupakan drama yang di dalamnya ia memainkan “peran utama”. Kesedihanpun baru merupakan kesedihan kalau hal itu telah menyebabkan cucuran air mata yang menenggelamkannya. Bagi orang-orang dengan dasar jiwa dramatik dan pelaksana maka kehidupan seorang pahlawan medan perang atau kehidupan seorang pemimpin politik akan mempunyai daya tarik yang besar
Pada tipe keilmuan, pembawaan dasarnya yang suka melakukan percobaan dan teoritik mudah sekali dikenal. Sedangkan sarjana yang suka memamerkan atau suka menonjolkan kemethodean itu dipengaruhi oleh tipe dramatik. Cara bertindak atau tingkah laku yang demikian itu disebabkan oleh temperamen pemberian Tuhan atau temperamen bawaan sebagai dasar emosi dalam dirinya yang akan dia nyatakan dan terus menerus disempurnakannya melalui proses evolusi kehidupannya.
Tumbuhan, binatang dan manusia memiliki kemampuan hidup yang berbeda, sebagai akibat dari evolusinya. Tumbuhan memiliki kekuatan hidup melalui naluri yang amat sederhana ia dapat mencari arah datangnya sinar matahari dan akarnya mencari sumber air. Binatang memiliki kemampuan yang lebih tinggi, nalurinya sudah berkembang dengan lebih hebat, dapat merasakan emosi seperti sedih dan takut, dan lain sebagainya. Pada diri manusia setelah memiliki kekuatan hidup dan naluri yang baik, akan berkembang kemampuan intelektual, kekuatan intuisi, sifat-sifat luhur dan lain-lainnya. Melalui perwujudan mahluk yang lebih tinggi, maka kemampuan-kemampuan lain akan semakin disempurnakan.
Evolusi jiwa yang akan dibicarakan di sini tak ada hubungannya dengan evolusi badan fisik yang diungkapkan oleh Charles Darwin. Dalam teori evolusi Darwin, suatu mahluk akan memiliki keturunan yang semakin berbeda dengan induknya, karena akan menyesuaikan diri dengan alam lingkungan di  mana mahluk itu berkembang. Menurut teori ini, nenek moyang gajah jutaan tahun lalu adalah binatang mamounth yang amat besar. Binatang biawak merupakan garis keturunan dari binatang raksasa yang amat besar sejenis dinosaurus. Dan konon manusia adalah garis keturunan jenis kera tertentu. Jika hasil penelitian ilmiah membuktikan adanya mahluk-mahluk yang amat besar jutaan tahun lalu, rupanya tidak salah kalau kitab suci juga telah membicarakan tentang makhluk raksasa tersebut. Roh itu abadi dan tak mengenal kematian, ia juga berevolusi menuju ke kesempurnaan.

2.3     Evolusi Binatang
 Ada beberapa prinsipil di antara tingkat evolusi manusia dan binatang dalam proses pembentukan jiwa, yang terletak pada pengertian “individualisasi” dan kita akan mencoba untuk memahaminya. Ada berbagai jenis hewan tertentu sebagai jenjang untuk memasuki tingkat evolusi manusia. Jenis-jenis tersebut antara lain anjing, kucing, kuda, gajah, dan yang lainnya. Binatang peliharaan kita merupakan evolusi yang lebih maju dari kehidupan binatang buas. Binatang peliharaan yang jinak itu merupakan persiapan untuk memasuki tingkat evolusi kehidupan sebagai manusia. Semakin tinggi tingkat evolusi binatang, semakin tinggi tingkat individualisasi binatang itu. Sebelum “terindivudualisasi”, jiwa binatang itu berada pada tahap “kelompok jiwa binatang”.
Gagasan tentang kelompok jiwa ini tampaknya cukup sulit untuk dipahami. Kita akan mencoba memahaminya melalui perumpamaan. Dikatakan bahwa kelompok jiwa itu bagaikan air dalam sebuah ember, sedangkan jika mengendalikan segelas air penuh diambil dari ember tersebut, maka kita memperoleh wakil dari satu jiwa binatang. Air dalam gelas itu untuk sementara sama sekali terpisah dari air yang ada dalam ember dan mengambil bentuk gelas yang membuatnya. Misalkan kita memasukkan ke dalam gelas itu sejumlah zat warna tertentu, maka air dala gelas itu akan memperoleh warna sendiri yang berbeda. Zat perwarna itu melambangkan sifat-sifat yang dikembangkan dalam jiwa yang terpisah sementara oleh berbagai pengalaman yang diperolehnya.
Kematian binatang dilambangkan dengan penuangan kembali air dalam gelas ke dalam ember, sedangkan zat pewarnanya menyebar keseluruh bagian air, yang secara menyeluruh kemudian menyebabkan perubahan warna air sedikit. Dengan cara yang sama, sifat apa pun yang telah dikembangkan selama kehidupan binatang terpisah akan disebarkan keseluruh kelompok jiwa setelah kematiannya. Tak mungkin lagi untuk mengambil segelas air yang sama dengan air awal tanpa warna dari ember tersebut, tetapi setiap bagian yang diambil kemudian parti berwarna akibat zat pewarna yang dimasukkan dalam gelas yangpertama. Andaikan mungkin dapat mengambil persis sejumlah molekul air dari ember tadi untuk memperoleh segelas penuh air awal dengan tepat, maka hal ini merupakan inkarnasi, tetapi karena hal itu tak mungkin, maka sebaliknyakita memperoleh penyerapan kembali jiwa sementara itu dalam kelompok jiwa, suatu proses yang walau bagaimana pun juga dengan cermat dapat dipertahankan segala sesuatu yang telah diperoleh dalam pemisahan sementara tersebut.
Bukan satu gelas pada satu saat saja, tetapi bergelas-gelas secara serentak diisiskan dari setiap ember, masing-masing akan mengembalikan bagiannya yaitu sifat-sifat yang telah dikembangkan sendiri-sendiri ke dalam kelompok jiwa. Dengan demikian pada gilirannya, sifat-sifat ini akan meluas turun sebagai pembawaan pada setiap binatang yang memang merupakan ekspresinya. Lalu timbullah naluri-naluri tertentu yang bersama dengan naluri tersebut binatang itu dilahirkan. Anak itik pada saat menetas dari telurnya, mencari air dan dapat berenang dengan tanpa rasa takut, walaupun ia ditetaskan oleh seekor induk ayam yang takut air. Namun pecahan kelompok jiwa yang berfungsi melalui anak itik itu mengenal dengan baik sekali, “ilmu berenang” dari pengalaman kelahiran-kelahiran sebelumnya, bahwa air adalah unsur alaminya dan badan itik itu melaksanakan dorongan nalurinya tanpa rasa takut.
Sementara itu, dalam setiap kelompok jiwa terjadi kecenderungan untuk mengadakan pembelahan terus-menerus. Ia membabarkan diri dalam suatu gejala yang mirip dengan cara sel membelah diri. Dalam kelompok jiwa, yang dapat dianggap sebagai yang menjiwai massa zat di alam mental, muncillah lapisan film yang hampir-hampi tak terlihat, seperti yang dapat diumpamakan semacam rintangan yang terbentuk perlahan-lahan melintas dalam ember tadi. Mula-mula air dapat merembes terus melalui rintangan sampai batas tertentu, namun bagaimanapun juga gelas-gelas air yang diambil dari satu belahan rintangan itu selalu dikembalikan ke belahan yang sama, sehingga lambat laun air pada satu bagian belahan itu menjadi berbeda dengan air pada bagian belahan lainnya dan kemudian rintangan itu menebal dan tak dapat ditembus. Sehingga pada akhirnya kita dapatkan bukan satu ember melainkan dua ember.
Proses ini terus menerus berulang, sampai saat dicapainya suatu taraf binatang yang berderajat lebih tinggi. Inilah yang disebut proses individualisasi. Ternyata bahwa individualisasi yang mengangkat suatu kesatuan hidup dari alam binatang menjadi manusia, hanya dapat berlangsung pada jenis-jenis binatang tertentu. Individualisasi ini dapat terjadi hanya pada binatang-binatang tertentu saja dan hukan pada semua jenis binatang. Dengan sendirinya kita harus ingat bahwa kita baru menempuh sedikit lebih dari separuh perjalanan mata rantai evolusi.
Hal yang mirip dengan evolusi jiwa dari binatang bisa kita dapatkan pada evolusi jiwa dari tumbuh-tumbuhan. Pada tumbuh-tumbuhan tidak didapati satu jiwa untuk satu tumbuhan, tetapi satu kelompok jiwa untuk sejumlah besar tumbuhan. Bahkan dalam beberapa kasus, satu kelompok jiwa untuk seluruh jenis spesies tumbuhan tersebut. Pada alam binatang pembagian ini telah berlangsung lebih jauh dan mungkin masih berlaku pada beberapa jenis kehidupan serangga bahwa satu jiwa serangga menghidupi berjuta-juta serangga. Tetapi, pada binatang yang berderajat lebih tinggi, satu kelompok jiwa relatif menjiwai lebih sedikit badan binatang. Dengan demikian dapat kita pahami bahwa pada mahkluk tingkat rendah seperti mineral dan tumbuhan, belum terbentuk jiwa individual. Semakin tinggi tingkat evolusi suatu mahluk, semakin sempurna proses pembentukan individualitas ini. Kelak, pada tingkat kehidupan mahluk yang lebih agung, individualitas ini akan ditransendensasi, dilebur dalam tingkat kesadaran yang semakin agung.

2.4     Evolusi Manusia
Di depan kita telah membicarakan tentang evolusi tumbuh-tumbuhan dan binatang dalam usahanya untuk berkembang menjadi mahluk yang lebih tinggi diantaranya mahluk manusia. Bagi jiwa yang baru pertama lahir sebagai manusia atau telah beberapa kali lahir sebagai manusia, tampak bahwa mereka memiliki sedikit kemampuan untuk menguasai naluri dan nafsunya yang kuat dan kasar. Tingkat intelektual mereka masih berada pada tingkat yang amat rendah, mereka tamak primitif, walaupun lahir dan hidup di tengah-tengah masyarakat beradab, tetapi mereka masih berwatak kasar, dungu, dengan intelektual yang rendah.
Pada jiwa yang lebih maju, yang telah banyak mendapat didikan, pelajaran dan pengamalan hidup melalui banyak kelahiran, tentu telah meninggalkan tingkat kehidupan yang kasar dan jahat, akan tetapi belum terlalu maju, belum memiliki kemampuan untuk memandang hal-hal yangbersifat mulia secara rohani. Kemudian, bagi jiwa yang telah maju yang melanjutkan evolusinya, dimana berkas kebijaksanaan jiwanya akan mencita-citakan kesempurnaan yang ideal dan dengan sadar berkemauan keras untuk mencapai cita-cita kerohanian yang luhur.
Ada sejumlah kecil jiwa-jiwa yang telah menginsyafi arti kehidupan ini, berbhakti dan berkorban demi kemajuan ecolusi sesama mahluk. Mereka ini adalah jiwa-jiwa yang sedang “melangkah dijalan rohani”. Selanjutnya, mereka yang bagaikan bunga harum yang jarang dijumpai adalah para jiwa agung yang dikenal sebagai sad guru, merupakan evolusi terdahulu dari manusia, yang merupakan wadah kesadaran tuhan yang bermukim di dunia material dan dengan kemampuan rohaninya turut membimbing evolusi menurutrencana tuhan. Mereka itulah yang merupakan manusia-manusia sempurna.
Pada manusia sempurna adalah mereka yanbg tidak perlu lagi menjelma sebagai manusia untuk meningkatkan evolusinya. Namun tak jarang para roh agung ini memilih untuk lahir kembali sebagai manusia. Dalam hal ini harus dipahami bahwa seorang roh agung lahir hanya demi untuk kepentingan umat manusia secara keseluruhan, untuk membimbing mereka sebagai guru sejati. Beliau lahir atas dasar kehendaknya sendiri, bukan akibat dari hukum karma ataupun hukum inkarnasi. Beliau berhak menentukan kapan dan dimana ia akan lahir, karena ia telah memiliki kekuasaan atas nasibnya sendiri.
Bagi manusia sempurna (para siddha), yang telah bebas dari proses reinkarnasi sebagai manusia, ia akan melanjutkan evolusinya di alam-alam yang lebih halus dan luhur, melalui salah satu jalur evolusi yang lebuh tinggi, di antaranya jalur evolusi para dewa mulia (malaikat) ataupun jalur lain. Dari berbagai jalur itu tak ada yang lebih tinggi antara yang satu dengan yang lainnya. Manusia sempurna akan melangkah ke jalur evolusi tersebut sesuai dengan temperamen masing-masing dan sesuai dengan kebutuhan rencana evolusi kosmik.
Sejumlah roh sempurna mengambil keputusan untuk lebih menyempurnakan diri sebagai Buddha, Manu (yang bertugas sebagai pemimpin mistis umat mnausia, di mana Manu yang sekarang adalah Vaivasvata), atau jenis pengabdi lain yang membina evolusi disuatu planit tertentu. Kadang-kadang dalam pengabdian itu ia lahir sebagai manusia yang tinggal di alam gaib ataupun di lingkungan manusia sebagai “nirmanakaya”. Beliau mencurahkan berkah rohani yang besar demi kemajuan evolusi manusia. Untuk mengembangkan seluruh proses evolusi memerlukan waktu berjuta-juta tahun manusia, di alam semesta raya yang luasnya diluar jangkauan pemikiran manusia normal. Alam semesta raya ini tercipta, lalu dimusnahkan dan tercipta lagi sebagai ajang berlangsungnya evolusi roh.

2.5     Evolusi Kesadaran
Sang jiwa adalah objek dari proses evolusi. Melalui proses evolusi tingkat kesadaran itu akan semakin disempurnakan untuk lebih memahami hal ini kami serrtakan skema evolusi kesadaran. Melalui skema evolusi kesadaran dapat kita pahami bahwa mineral hanya menunjukkan tingkat perkembangan pada badan fisik yang padat, sedikit pada tingkat etherik dan amat minim pada tingkat kesadaran astral. Adanya perkembangan yang amat minim pada tingkat astral berarti bahwa mineral juga memiliki keinginan dalam tingkat yang amat rendah.
Bagi kebanyakan orang mungkin agak janggal untuk mengatakan bahwa terdapat unsurkeinginan dalam alam mineral. Namun setiap ahli kimia mengetahui bahwasifat afinitas (daya gabung) unsur-unsur sangat jelas membuktikan keinginan itu, bukankah itu titik permulaan dari keinginan? Satu unsur memiliki keinginan demikian besar untuk berpasangan dengan unsur lain, sehingga ia dapat meninggalkan setiap unsur yang kebetulan yang telah menjadi sekutunya mula-mula.
ADI

ANUPADAKA

ATMA
BUDDHI

MENTAL
ASTRAL
ETHERIS
FISIK

Mengenai tumbuh-tumbuhan pada skema diatas dapat kita lihat bahwa bagian yang aktif tidak hanya dibadan fisik, tetapi juga pada bagian etherik. Tumbuhan juga berkembang dalam kesadaran tingkat astral yang menunjukkan adanya perkembangan yang lebih nyata dari keinginan. Mereka yang telah mempelajari ilmu botani (tumbuhan) akan menyadari bahwa sifat suka dan tidak suka (yaitu bentuk-bentuk keinginan) sudah menonjol di antaranya, daunnya sudah dapat mencari arah datangnya cahaya matahari akarnya dapat mencari arah air, dan kemampuan-kemampuan lain.
Pada binatang tampak kemajuan yang jauh lebih maju dibandingkan dengan tumbuhan dapat kita lihat perkembangan yang hebat tidak hanya pada badan fisik tetapi juga pada tingkat astral hal ini menunjukkan bahwa binatang itu sudah sepenuhnya bisa menghayati hasrat-hasrat rendah meskipun pada bagian yang lebih atas sangat menyempit sebagai pertanda akan keterbatasan terhadap penguasaan keinginan-keinginan yang lebih murni. Tetapi toh keinginan itu sudah ada. Demikianlah kadang-kadang terjadi hal-hal luar biasa pada binatang yang dapat menunjukkan rasa kasih sayang dan bhakti yang sangat tinggi nilainya.
Juga dapat terlihat bahwa skema yang menggambarkan alam binatang itu berakhir pada lapisan terbawah dari tingkat mental. Berarti bahwa sampai saat ini telah berlangsung pengembangan kecerdasan yang menggunakan bahan mental untuk perwujudannya jika hal ini dikaitkan dengan binatang peliharaan, seperti anjing dan kucing pasti mengetahui bahwa mahluk kesayangan itu tidak di sangsikan lagi sungguh-sungguh dapat mempergunakan akalnya meskipun daya berpikirnya baru pada tingkat yang amat terbatas dan kesanggupannya sangat kurang kalu di bandingkan dengan manusia.
Kalau itu perhatian skema tersebut, pada manusia akan kita dapatkan bahwa tidak hanya perkembangan fisik saja yang terjadi, tetapi juga perkembangan kesadaran astral yang cukup tinggi. Ini menandakan bahwa manusia dapat memiliki segala macam nafsu keinginan, nafsu yang paling tinggi maupun nafsu yang paling rendah. Kita dapat juga bahwa manusia memiliki kemampuan mental dari tingkat rendah, yang menandakan daya berpikir manusia pada tingkat itu telah berkembang sepenuhnya. Namun, perkembangan mental pada tingkat yang lebuh tinggi belum sempurna. Pada manusia kebanyakan tingkat mental luhur biasanya belum berfungsi secara optimal
Pada manusia golongan primitif, nafsu jelas merupakan sifat yang paling menonjol, meskipun perkembangan mentalnya juga telah berkembang hingga tahap tertentu saja. Kesadaran manusia pada tingkat ini pasti berpusat pada bagian bawah badan astralnya, dan kehidupannya terutama dikuasai oleh sensasi-sensasi yang berhubungan dengan badan jasmani. Pada umumnya kita hampir seluruhnya hidup atas dasar sensasi, sehingga pendorong utama atas kebanyakan sikap kita bukanlah apa yang benar atau pantas dilakukan, tetapi semata-mata apa yang ingin dan tidak ingin dilakukan. Manusia yang lebih beradab dan maju diantara kita dapat mengendalikan keinginan dengan pikiran, yang berarti bahwa pusat kesadaran secara bertahap beralih dari alam astral yang lebih tinggi menuju alam mental yang lebih rendah. Perlahan-lahan mengikuti kemajuan evolusi manusia, pusat kesadaran itu meningkat lebih lanjut dan manusia mulai dikuasai oleh suatu prinsip dari pada hanya oleh minat atau nafsu keinginan semata.
Para manusia super, yang tingkat evolusinya sudah tinggi, kesadaran spiritualnya telah berkembang. Kesadarannya telah berpusat pada buddhi, bahkan pada kesadaran Atman. Pada tingkat itu manusia akan dituntun oleh kebijaksanaan bahkan oleh kesadaran ketuhanannya manusia bisa membantu mempercepat proses evolusi kesadaran itu hingga dengan lebuih cepat dapat mencapai kesadaran luhur. Ini dapat dilakukan dengan hidup bermoral dan melakukan latihan spiritual. Dengan moralitas dan latihan spiritual anda telah ikut berpartisipasi dalam mempercepat  terwujudnya rencana Tuhan, yaitu evolusi. Itulah yang dimaksudkan dengan pengabdian atau bhakti.

2.6     Makhluk Supra Manusia
Keterangan dari setiap agama besar telah menunjukkan adanya manusia agung atau supra manusia. Para manusia agung ini menaruh perhatian tidak saja pada pembangkitan pada sifat kerohanian manusia, tetapi juga pada semua urusan yang menyangkut pada kesejahteraan dunia. Umat Hindu memiliki perwujudan Ilahi agung seperti Sankaryacarya, Vyasa, Gautama Buddha dan para Rsi serta Sadguru lainnya. Dan beberapa agama lama (sekali pun beberapa diantaranya mengalami dekadensi sehubungan dengan berjalannya waktu), bahkan agama suku primitif menunjukkan adanya supra manusia sebagai sifat khususnya, yang dengan segala cara menjadi penolong bangsa yang masih belia dalam masalah peradabannya.
Dunia dan perkembangannya dikemudikan dan dipimpin dengan sangat tertib dan penuh perhitungan oleh suatu bentuk organisasi kekuasaan kosmik yang bertingkat. Sepanjang pengemudian itu mungkin dilakukan, penghuni-penghuninya diberikan kebebasan untuk menggunakan kemauannya sendiri. Walaupun evolusi bumi ini dipimpin, karma setiap makhluk diperhatikan dan dihormati. Seorang mahaguru mengatakan, “Tentu saja dengan mudah akan dapat mengatakan setepat-tepatnya kepada anda, tentang apa yang harus anda lakukan dan tentu anda dapat melakukannya, tetapi karma dari tindakan itu milik saya dan bukan milik anda, dan andda hanya akan memperoleh karma dari kepatuhan yang luar biasa.”
Para orang agung itu adalah manusia seperti kita, tetapi pada tingkatan yang jauh lebih tinggi. Mereka berada di puncak tangga kemanusiaan. Para manusia agung itu memiliki kebijaksanaan, kekuasaan, cinta kasih yang seimbang. Fakta penting yang menyangkut kemajuan mereka adalah keseimbangannya. Di antara kita mempunyai banyak bakat ilmiah dan kemajuan akal, tetapi kekurangan rasa bhakti dan kasih sayang. Yang lain diliputi kebhaktian mendalam, tetapi kosong dalam kemajuan intelektual. Seorang manusia agung atau sadguru, memiliki kesempurnaan dalam semua hal tersebut. Mereka telah mematahkan berbagai belenggu, diantaranya belenggu kebodohan (avidya). Dan sering dikatakan bahwa agar orang bebas dari kebodohan, ia harus memperoleh segala pengetahuan. Seorang siswa rohani yang berkesempatan hidup di tengah-tengah para manusia agung itu mengatakan bahwa, keunggulan memiliki semua pengetahuan itu hendaknya dipahami dengan suatu cara, jangan diartikan kata perkata. Misalnya ada di antara mereka tidak mengenal semua bahasa, yang lain bukan seniman dan bukan ahli musik dan begitu seterusnya. Melepas belenggu ketidaktahuan itu bagi mereka dimaksudkan memiliki kekuasaan yang setiap saat dapat mereka pergunakan untuk mendapatkan segala pengetahuan yang ada, yang menyangkut pokok apapun yang mereka perlukan pada saat itu.
Jika seorang dari kita bertemu dengan salah seorang dari manusia agung itu, beliau tampak agung dan mulia, selalu riang dengan ketenangan yang penuh cinta kasih. Beliau adalah orang yang luar biasa. Tetapi untuk mengetahuinya dengan pasti bahwa ia manusia yang teah maju, adalah dengan melihat badan karana (penyebab) nya dan meneliti badan itu, tetapi hal ini tentu hanya bisa dilakukan oleh orang-orang tertentu saja yang memiliki pandangan waskita. Wajah mereka selalu diliputi kesan kegembiraan yang agung, penuh keriangan, kedamaian yang berada di luar batas pemahaman. Karma mereka telah musnah, yang membuat mereka mampu mempertahnkan tubuh fisik mereka jauh lebih lama dari kita. Seorang yogi, Blavatsky, bertemu pertama kali bertemu dengan gurunya pada waktu ia berumur lima tahun dan setelah enam puluh tahun kemudian mahagurunya tampak tidak bertambah tua seharipun (waktu itu Blavatsky sudah berumur enam puluh lima tahun). Siapa pun yang telah membaca buku ‘Autobiography of a Yogi’ yang ditulis oleh svami Yogananda, akan mengenal nama agung dari Herakhan Baba, guru dari kakek gurunya. (Yogananda adalah murid Yuktesvar, Yuktesvar adalah murid Lahiri Mahasaya yang juga merupakan murid dari Herakhan Baba). Dalam buku itu disebutkan bahwa Herakhan Baba kini berusia lebih dari seribu tahun dan Yogananda sendiri beberapa kali telah bertemu dengan Herakhan Baba. Perwujudan tubuh fisiknya tampak seperti orang berusia dua puluh lima tahun, dengan rambut yang terurai panjang. Bhagavan Sai Baba mengatakan kepada Hislop beberapa nama manusia super yang masih hidup hingga sekarang ini dengan umur beratus-ratus tahun dan Hislop tampak kaget mendengan hal itu.
Tetapi perlu dipahami bahwa hanya sedikit dari manusia super ini yang masih hadir di bumi kita ini demi evolusi itu sendiri. Keseluruhan tatanan hidup itu merupakan suatu evolusi hidup yang bertingkat, yang senantiasa menanjak, masih jauh lagi dari yang kita ikuti, bahkan hingga pada Tuhan sendiri. Dengan cara yang sama kita menyadari adanya tingkat evolusi yang sedang kita jalani sekarang ini. Dengan tumbuh-tumbuhan berada di atas dunia material, dunia binatang di atas dunia tumbuh-tumbuhan, dunia manusia di atas dunia binatang. Dengan demikian dunia manusia juga mempunyai akhir tertentu sebagai batas peralihan ke dalam dunia yang jelas lebih tinggi daripada dunia manusia, yaitu dunia manusia super. Apabila manusia sempurna sudah mengakhiri kehidupannya dalam badan fisik, biasanya beliau meninggalkan badan fisiknya, tetapi dia tetp memiliki kekuasaan untuk mengambil kembali badan-badan ini bila mereka memerlukannya. Pada banyak peristiwa, seseorang yng telah mencapai ketinggian ini tidak memerlukan lagi badan fisik, bahkan tidak lagi memerlukan badan astral, badan mental dan badan karana, tetapi hidup menetap pada tahapan yang lebih tinggi. Jika ia berkepentingan terhadap alam rendah untuk suatu tujuan, maka ia harus mengambil atau menciptakan suatu badan dengan kekuatan ciptanya (sankalpa sakti) untuk sementara waktu, sesuai dengan alam mana yang ingin dihubunginya. Jika ia bermaksud berbicara secara jasmaniah dengan salah seorang umat manusia, maka ia harus mengambil atau menciptakan badan fisik. Dengan cara yang sama ia harus mengambil badan mental manakala ia bermaksud untuk mempengaruhi daya pikir kita. Setelah pekerjaannya selesai maka badan itu dilenyapkan lagi ke asalnya. Proses ini disebut materialisasi dan dematerialisasi.
Kemampuan para manusia super ini banyak dan menakjubkan kita, tetapi semua itu tumbuh teratur secara wajar dari sifat-sifat yang kita miliki, hanya saja mereka memiliki sifat-sifat ini dengan kadar yang lebih tinggi. Para manusia itu tidak memiliki apa yang disebut pamrih atau pikiran mementingkan diri sendiri. Dia telah mencapai tingkatan yang tidak ada kesalahan sedikitpun dalam sifat-sifat, tanpa pikiran atau perasaan tentang pribadi yang terpisah. Satu-satunya pendorong bagi dia adalah hidup serasi dengan Tuhan yang mengendalikannya. Mungkin sifat berikut yang sangat menyolok dan khas adalah perkembangan yang menyeluruh. Kita semua memiliki benih dari segala macam kemuliaan, tetapi selalu hanya sebagian yang berkembang. Tetapi manusia agung telah maju dalam segala segi, sebagai orang yang keikhlasan, rasa simpati dan belas kasihannya sempurna. Sedangkan inteleknya sekaligus merupakan sesuatu yang terlalu tinggi untuk dapat kita pahami. Sukmanya menakjubkan penuh ke-Ilahi-an. Dia berada tinggi di atas dan jauh di luar kemampuan manusia yang kita kenal.
Beliau adalah perwujudan berkekuasaan agung hasil evolusi dari tatanan lain dari luar bumi. Jutaan tahun yang lalu beliau datang ke bumi ini atas kehendak penguasa cakrawala untuk memikul tanggung jawab memimpin evolusi bumi. Kitab Srimad Bhagavatam yang ditulis oleh rsi Vyasa, menyebutnya Sanatkumara, seorang remaja amat muda yang tidak lahir dari rahim seorang wanita. Di situ disebutkan bahwa beliau merupakan salah seorang putra dari Brahma yang menjelmakan diri atas kehendak pikiran kosmik (kriyasakti). Sanatkumara juga dikenal sebagai guru devarsi Narada dan Narada adalah guru dari maharsi Vyasa. Sanatkumara memiliki kasih sayang bagaikan lautan tak terbatas. Dalam menjalankan kegiatannya beliau dikelilingi oleh empat dewa raja agung atau para penguasa unsur yang mengatur karma manusia. Aura beliau meliputi seluruh bumi. Bumi tempat hidup kita ini bagi beliau berada dalam genggamannya dan sesungguhnya tak seekor burung pun yang jatuh tanpa diketahui olehnya. Beliau juga mempunyai tiga pembantu utama yang dalam sastra Hindu dikenal sebagai Sanandana, Sanaka dan Sanatana. Beliau dibantu dengan organisasi rohani yang rapi dan bertingkat memimpin serta mengendalikan segala evolusi yang berlangsung di bumi ini.
Bhagavan Satya Narayana (Sai Baba) telah memberi anjuran kepada seorang calon spiritual untuk melakukan tapa di sebuah gua di pegunungan Himalaya dan mengatakan bahwa kekuatan cinta kasih dari tapanya akan menembus dinding gua tempat dia melakukan meditasi. Dan kekuatan memberikan bantuan kejiwaan dan inspirasi kepada umat manusia tentang hal-hal mulia. Hormat yang mendalam kepada Yang Mulia Sanatkumara, yang menaklukkan segala pikiran. Dengan demikian beliau juga telah menaklukkan sang waktu, yang baginya jutaan tahun tak ada artinya sama sekali, namun beliau juga menyadari pentingnya waktu bagi kita manusia awam.

2.7     Cakra Pada Berbagai Tingkat Evolusi Manusia
Kita memiliki berbagai badan, dari badan jasmani yang paling kasar sampai pada badan penyebab yang paling halus. Badan jasmani kita ini memiliki berbagai organ-organ, seperti jantung, paru-paru, ginjal dan lain-lainnya. Badan halus juga demikian, yang memiliki peralatan halusnya sendiri. Salah satu organ halus tersebut disebut dengan cakra, yaitu organ yang terletak di badan etheris. Cakra merupakan pusat energi yang merupakan titik-titik penghubung yang mengalirkan energi dari satu tingkatan badan ketingkatan badan lainnya. Seseorang yang cukup waskita dengan mudah dapat melihat cakra-cakra ini, di mana cakra itu berupa suatu cekungan atau pusaran di permukaan badan etheris. Mungkin agak mirip dengan corong minyak atau bunga matahari. Bila masih belum berkembang, rupanya seperti lingkaran kecil dengan diameter sekitar dua inchi, dengan cahaya redup pada orang biasa. Tetapi bila berkembang dan aktif, maka bentuknya seperti pusaran yang menyala cerah dengan ukuran lebih besar dan mirip matahari kecil. Kita sering mengatakan ada hubungan dengan organ fisik tertentu yang sebenarnya cakra menempel pada permukaan badan etheris, yang berada sedikit di atas permukaan badan fisik. Bila kita membayangkan diri sedang melihat ke dalam bunga cekung dari sebelah atas, maka kita akan memperoleh gambaran umum tentang cakra. Tangkai dari cakra-cakra tersebut kebanyakan berpangkal di beberapa tempat dari tulang punggung. Cakra-cakra itu bergerak bolak-balik secara ritmis untuk menyerap dan melepaskan berbagai tingkat energi prana. Di seluruh tubuh kita terdapat banyak sekali cakra, ada yang berukuran besar sebagai cakra utama dan ada pula yang kecil-kecil sebagai cakra bawahan.
Ukuran rata-rata dari cakra utama berlain-lainan tergantung pada tingkat perkembangan evolusi orangnya.
Tingkat perkembangan evolusi
Ukuran garis tengah
Mental terkebelakang, primitive
2 inchi atau kurang
Di bawah rata-rata
inchi
Orang kebanyakan
3-4 inchi
Superior
6 inchi/lebih
Yogi atau santo ulung
18 inchi/lebih
Manusia Super (para Arhat, jagadguru, dll)
3 meter/lebih
Menjadi yogi atau menjalani praktek spiritual selama lebih dari 10-20 tahun belum tentu berarti bahwa seseorang sudah sangat berkembang. Choa Kok Sui, seorang praktisi spiritual, menceritakan bahwa ia pernah bertemu dengan beberapa orang yang disebut “yogi” atau ahli spiritual, di mana diameter rata-rata cakra utamanya hanya sekitar 4 atau 5 inchi saja. Tanpa bermaksud untuk merendahkan, orang-orang ini memiliki rasa bangga yang sangat besar dan menderita khayalan mengalami superioritas spiritual. Mereka bertindak seolah-olah mereka sudah sangat maju. Mereka menipu dirinya sendiri. Pengetahuan esoteriknya masih dangkal dan dengan tercemari demikian banyak ketahayulan yang tak masuk akal. Tali spiritual Antahkarana mereka tidak lebih dari setebal rambut dan ukurannya tidak sampai satu inchi. Berdasarkan standar spiritual atau yogi, mereka baru dalam tahap taman kanak-kanak.
Memiliki kemampuan pandangan mata waskita tidak selalu bahwa orangnya sudah sangat berkembang atau mempunyai ukuran cakra yang besar. Bahkan beberapa orang pewaskita yang biasa sangat emosional dan ukuran rata-rata dari cakra-cakra utama mereka hanya sekitar 4 sampai 5 inchi saja.

2.8     Makhluk Cakrawala dan Sang Absolut
Dalam perjalanan evolusi yang semakin meningkat, bahkan sang penguasa jagat raya itu sendiri akan terus berevolusi. Adapun makhluk cakrawala adalah hasil evolusi berikutnya dari sang peguasa jagat. Salah satu makhluk cakrawala itu adalah sang penguasa tata surya kita ini, yang memimpin segala evolusi di alam seluas wilayah dari matahari dengan seluruh planet-planetnya. Oleh kaum mistikus dar beberapa tradisi yoga, beliau disebut sang Logos Surya atau dewa matahari, dewa Surya. Satu tata surya terdiri dari satu bintang utama yang diorbit oleh satu atau beberapa buh satelit. Satu galaksi terdiri dari banyak tata surya, bermilyar-milyar bintang. Bintang kita bernama matahari, planet kita bernama bumi dan satelitnya adalah bulan. Planet lainnya adalah Merkurius, Venus, Mars, Yupiter, Saturnus, Uranus, Naptunus, Pluto (planit yang baru diketahui), yang masing-msing memiliki satu atau beberapa buah satelit. Di seluruh alam semesta raya ini terdapat bermilyar-milyar galaksi. Setiap bintang mengorbit bintang lain yang lebih kuat dan setiap galaksi mengorbit galaksi lain yang lebih kuat.
Jadi, kita telah memahami betapa adanya keteraturan di seluruh alam semesta raya ini, yang menunjukkan adanya suatu keberadaan Mahacerdas, yang mendasari semuanya ini. Dan lebih halus dari semuanya ini masih ada alam-alam lain yang jauh lebih memukau dan dahsyat dari pada alam fisik ini. Alam-alam yang lebih halus itu diantaranya: alam astral, alam mental, alam buddhi, alam Atma (nirvana), alam anupadaka (parinirvana), alam adi (mahaparinirvana). Masing-masing dari alam itu mempunyai partikel-partikelnya sendiri yang semakin halus, seperti cahaya matahari yang menembus air yang bening, seperti gelombang radio yang menembus dinding tembok. Alam-alam halus itu juga berada di sini menembus alam fisik kita ini.
Masih ada alam semesta yang lebih halus lagi, yaitu alam semesta yang tak termanifestasikan, di mana para logos kosmis berevolusi. Seluruh semesta raya ini beserta seluruh makhluk termasuk seluruh logos adalah percikan atau diferensiasi Tuhan Mahaagung Yang Mutlak (parabrahman). Yang Mutlak merupakan sumber dari segalanya, sumber dari yang termanifestasi dan yang tak termanifestasi. Dengan demikian, logos merupakan keberadaan yang perkembangan potensi kerohaniannya telah membuatnya dapat mewaspadai satu tatanan tata surya beserta makhluk penghuni di dalamnya, yang auranya membentang seluas tata surya itu sendiri.
Seluruh planet dan satelit serta semua bentuk kehidupan pada satu tata surya, bereksistensi melalui sang logos, seolah-olah sebagaimana halnya semua warna pelangi yang bereksistensi melalui lensa prisma dari cahaya putih. Semuanya tetap bersumber pada Yang Mutlak. Sebagaimana halnya seluruh anak-anak bereksistensi secara jasmaniah maupun rohaniah, tetap bersumber pada Tuhan. Demikian pula halnya roh kita masing-masing bereksistensi melalui sang logos tata surya kita walaupun setiap roh kita masing-masing termasuk roh logos-logos, semuanya tetap merupakan percikan sang Maha Mutlak. Pembentangan potensi kesadaran sang logos di alam semesta yang termanifestasi sedang mencapai puncaknya. Evolusi berikut bagi sang logos adalah di alam-alam yang tidak termanifestasi.
Telah dijelaskan bahwa melalui proses evolusi, setiap mahkluk termasuk manusia pada suatu ketika juga pasti mencapai tahap evolusi tingkat logos. Tetapi cepat atau lambatnya manifestasi pencapaian itu langsung ditentukan oleh penerapan akal sehat kita pada setiap tahap evolusi. Kemurnian, kecerdikan dan kecerdasan serta efisiensi kita masing-masing di dalam menjalani kehidupan kita sehari-hari di keabadian saat ini demi saat berikutnya. Evolusi yang dinaungi dan dibimbing oleh hukum reinkarnasi (punarbhava) dan hukum karma (karmaphala) memastikan kita bahwa masing-masing dari kita pasti akan mencapai tahap evolusi tersebut. Tetapi, jika kita keliru menjalani kehidupan kita maka pencapaiannya menjadi lebih lama nantinya. Hal yang keliru ini diantaranya adalah kehidupan yang tak bermoral. Tetapi perlu disadari bahwa: “Engkau akan memasuki cahaya-Nya (cahaya mutlak), namun tak akan pernah menyentuh nyala api-Nya (sang mutlak).”
Yang Absolut (parabrahman) selamanya mutlak, walaupun seluruh kehidupan dalam kesejatian-Nya merupakan kehidupan tunggal sang Mutlak itu sendiri, seperti halnya tak tersentuhnya ketenangan air di dasar lautan oleh deburan ombak di permukaan lautan, walaupun air di dasar dan dipermukaan adalah satu, yaitu lautan itu sendiri. Di antara misi sang logos yang dapat kita pahami adalah menyediakan dan memimpin medan evolusi seluas satu tata surya pada pembentangan potensi kesadaran Ilahi setiap makhluk, termasuk manusia, dewa-dewa dan makhluk-makhluk lainnya. Dalam kegiatannya, logos surya dibantu oleh organisasi pemerintahan gaibnya yang rapi. Utamanya adalah oleh tujuh keberadaan agung yang menjadi saluran utamanya. Dalam Hinduisme, beliau dikenal sebagai tujuh prajapati (penguasa makhluk). Kaum Zoroster menyebutnya tujuh Amesha Spenta. Kaum Ibrani menyebutnya tujuh malaikat di muka tahta Tuhan.
Sang logos membimbing setiap partikel dan setiap makhluk menuju kesempurnaannya masing-masing, terserap melalui sang logos menuju kepeleburan setiap roh ke dalam sang Mutlak. Ini berarti pula membimbing kesadaran roh yang pada suatu ketika memakai mineral sebagai badan jasmaninya hingga roh tersebut berkesadaran logos. Inilah yang dipelajari siswa dan setiap orang yang memahami misi ketuhanan ini akan serta merta melupakan kepentingan pribadinya sendiri dan melibatkan seluruh kehidupannya pada pelayanan rencana Tuhan. Karena itu seharusnya kita mengembangkan semangat alturisme yaitu menginginkan kebahagiaan makhluk lain. Setiap orang harus melepaskan sifat mementingkan diri sendiri dan menyadari bahwa setiap makhluk lain apa pun, betapa pun baik atau buruknya, dalam tahapan evolusi sementara ini, ia bersama-sama mereka berbagi hidup tunggal, yaitu kehidupan sang Mutlak itu sendiri. Semuanya merupakan percikan sang Mutlak. Ini merupakan dasar persaudaraan universal, persaudaraan yang tak bisa dihancurkan. Jadi kita harus menyadari dengan seluruh eksistensi kita bahwa kita perlu menyatu dengan kasih, bukan untuk mengasihi atau pun dikasihi melainkan untuk menjadi kasih itu sendiri dalam nama Tuhan, sebagaimana halnya matahari yang menyatu dengan cahaya.  
2.             Pemaknaan Panca Klesa
Dalam tujuan dari kriya-yoga atau yoga pendahuluan bahwa ada dua macam tujuan yaitu :
1)             Tujuan yang pertama adalah ditinjau dari segi positifnya yaitu memungkingkan menghantarkan para yogin menuju tercapainya Samadhi
2)             Tujuan dari segi negatifnya adalah untuk menghilangkan atau memperkecil rintangan yang dikenal dengan sebutan klesa
Kata klesa atau klesas (majemuk) berasal dari kata Sanskerta yang pada mulanya berarti “sakit, percobaan, penderitaan”. Akan tetapi lambat laun menjadi penyebab penderitaan. Atau juga rintangan atau malapetaka yang menyerang pikiran oleh Patanjali dalam yoga darsana. terdiri   atas :
2.2.1        Avidya yang berarti kebodohan atau ketidaktahuan (dalam arti paling luhur)
2.2.2        Asmita yang berarti mengindentifikasi badan atau juga keakuan dan kesombongan
2.2.3        Raga yang berarti ketertarikatan pada sesuatu karena cinta atau juga keterikatan
2.2.4        Dvesa yang berarti daya tolak yang menyertai rasa sakit
2.2.5        Abhinivesah yang berarti yang berarti dengan sekuat tenaga berusaha mempertahankan hidup dalam suatu badan atau takut akan kematian.
Penyebab dari klesa ini adalah kebodohan (avidya) dan empat lainnya yang merupakan akibat dari kebodohan ini, maka dari itu keadaannya adalah saling berhubungan. Keadaan dari klesa ini dapat dibagi menjadi empat tingkat :
1)             Laten (tertidur)
2)             Lembut
3)             Berselang seling
4)             Aktif (mengembang

2.2.1   Avidya 
Di dalam filosofi yoga dijelaskan bahwa kesadaran murni, dengan sifat yang abadi dan maha tahu, akan tetapi hal itu belum sepenuhnya terapresiasikan. Untuk mengembangkan kesadaran ini maka kesadaran murni (purusaha) dipersatukan dengan prakerti dengan jalan menyelimutinya dengan maya atau ilusi. Dengan demikian ia lupa akan sifat sejatinya dan keadaan ini disebut avidya yang paling luhur. Penyatuan purusha dengan prakerti ini dimaksudkan agar purusha ini mengembangkan kekuatan – kekuatan dan kekuasaan yang masih laten di dalam dirinya, dan pada akhir evolusi menjadi pribadi kaivalya, moksa, atau mencapai penerangan. Sedangkan bagi prakerti tujuannya adalah untuk mengembangkan kemampuan – kemampuan-nya dari keadaan statis menjadi dinamis, yaitu secara maksimal dapat memberi respon atas semua yang dikehendaki oleh kesadaran yang menggunakannya.

2.2.2   Asmita
Asmita berasal dari kata asmi (aku ada), dalam artian kita menyadari eksistensi diri pribadi secara murni atau juga disebut kesadaran purusha. Karena kesadaran diselimuti oleh maya (ilusi), maka ia akan lupa sifat sejatinya dan mulai menyatakan diri dengan badan – badanya, dan dengan demikian “aku ada” menjadi “aku adalah ini”(asmita). Kata “ini” dapat menunjukkan badan yang paling halus dan dapat berkembang sampai yang paling kasar, yaitu badan jasmani. Selagi kesadaran turun dari badan yang satu ke badan yang lainnya, selubung avidya bertambah tebal dan cendrung untuk menyatukan diri dengan badannya menjadi kuat. Dan mulailah perjalanan dari involusi yang panjang dan penuh penderitaan. Sebaliknya di dalam siklus yang naik disebut evolusi, kesadaran mulai melepaskan diri dari keterikatan – keterikatannya. Di dalam tingkatan ini dimulailah pengalihan dari badan yang kasar ke yang halus.
Masih sedikit sekali yang menyadari betapa kuatnya kita menyatukan diri dengan badan – badan kita. Sebagai contoh:
1)             Asmita dengan badan : fisik :aku duduk, aku berdiri
2)             Asmita dengan astral : aku marah, aku sedih, aku gembira
3)             Asmita dengan badan mental : aku berfikir, aku berpendapat
Pada ketiga contoh diatas jelas sekali masih menunjukan berfungsinya alat – alat kita dan bukannya purusha.

2.2.3 Raga dan Dvesa
Raga adalah daya tarik yang menyertai kesenangan. Mengapa kita tertarik pada seseorang atau sesuatu ? cewek sangat tertarik dengan laki – laki tampan, tinggi, pintar. Dan tidak menutup kemungkinan juga laki – laki sangat tertarik dengan wanita cantik, ramping, bodynya ala gitar spayol. Jiwa yang sudah terbungkus dalam badan – badannya sampai yang paling kasar, mengakibatkan hilangnya ananda (kebahagiaan sejati) di dalam dirinya dan mulai rindu dan mencari kebahagiaan di luar dirinya. Dan apa saja yang memberi bayangan yang menyerupainya (dari kebahagiaan sejati itu) diterima dengan senang hati dan dicoba digenggam seerat – eratnya, dan tidak menyadari bahwa itu hanya bayangan saja.
Dvesa adalah daya tolak yang menyertai sakit. Mengapa kita menolak seseorang atau obyek – obyek yang menjadi sumber sakit atau ketidaksenangan pada kita ? sifat sebenarnya dari jiwa sejati adalah penuh kebahagiaan, maka apa saja di dunia luar yang menimbulkan sakit atau ketidaksenangan akan ditolak. Apa yang dikatakn diatas tentang raga, secara sebaliknya didapatkan pada dvesa, karena raga dan dvesa tidak lain merupakan pasangan yang berlawanan.
Dua klesas ini merupakan bagian yang paling menonjol dari pohon panca- gandha yang mengakibatkan banyak sekali buah penderitaan dan kesenangan bagi manusia. Lihat contoh – contoh berikut ini :
1)             Rasa tertarik dan menolak mengakibatkan :
(1)      Hidup kita menjadi penuh prasangka, dengan demikian kita sukar berfikir maupun bertindak obyektif
(2)   Kita senantiasa hidup dalam tingkatan – tingkatan rendah dari kesadaran, karena hanya disinilah mereka dapat bekerja dengan bebas
(3)          Penolakan sama mengakibatkan seperti halnya rasa tertarik. Lihat saja bilamanan kita sangat membenci seseorang, perhatian kita terus menerus kepadanya secara negative
(4)          Jangan pernah lupa bahwa dua klesa ini merupakan peran utama sebagai penyebab terjadinya reinkarnasi
Sebernarnya rasa tertarik dan menolak itu menyangkut badan – badan kita, karena kita mengindentifikasikan diri dengan badan itu, maka seolah – olah kitalah tertarik atau menolak. Bilamana hidup kita sudah mulai tenang perlahan – lahan kita akan menyadari insyaf bahwa raga dan dvesa di dalam bentuknya yang kasar bertanggngjawab atas banyak kesengsaraan dan penderitaan manusia.

2.2.4   Abhinivesah
Abhinivesah adalah keinginan kuat tetap hidup dan merupakan kepalsuan terakhir dari avidya. Perlu diketahui, bahwa klesa ini adalah akibat rentetan klesa sebelumnya dan juga naluri untuk mempertahankan hidup yang telah dikembangkan dalam kehidupan sebelumnya sebagai mineral, tumbuh – tumbuhan, binatang sampai menjadi manusia. Jadi kita tidak perlu merasa rendah diri bilamana berusaha mempertahankan hidup kita, akan tetapi pada tahap –tahap akhir evolusi, kita dituntut untuk tidak terikat hidup dalam suatu badan yang sudah diketahui hanya merupakan alat belaka.
Patut disebut juga bahwa tidak hanya manusia biasa saja yang masih melekat pada hidupnya, akan tetapi para cendikiawan sampai para ahli filsafat pun masih belum dapat mengatasi kecendrungan ini. Jadi walaupun termasuk klesa yang terakhir, perannya tidak dapat diabaikan. Semua klesa yang disebut diatas, adalah hal – hal yang memperlambat evolusi karena klesa itu menyertai manusia sebagai warisan, manusia membawanya dari kehidupannya terdahulu, sehingga kita harus menekan pertumbuhannya yang subur itu. Klesa sepenuhnya tidak bisa dimusnahkan, sehingga klesa yang sepenuhnya tidak dapat dimusnahkan dapat menimbulkan tiga akibat yaitu Jati, Ayu dan Bhoga.
Akibat yang pertama yang paling penting adalah jati, yaitu cara bagaimana orang akan dilahirkan kembali dalam kehidupan yang berikutnya, yakni dari lingkungan apa diantara jenis mahkluk apa, dengan status (kedudukan) apa. Bilamana jenis (golongan biologis) sudah ditentukan maka ditetapkan pula jangka waktu kehidupannnya: periode ini disebut ayu, lamanya kehidupan atau periode kehidupan yang mungkin. Ayu ditetapkan bagi Jati , untuk spesies- spesies dan bukan untuk orang tertentu. Maksudnya bukan ditakdirkan pada tanggal berapa dan pukul berapa seseorang akan mati dengan tepatnya untuk tiap menit dan tiap detik. Bilamana seseorang dilahirkan sebagai manusia, maka harapannya yang normal untuk hidup adalah kira – kira seratus tahun, tetapi bilamana ia dilahirkan menjadi seekor anjing maka harapannya adalah hidup delapan atau sepuluh tahun.
Seekor sapi dapat hidup dua puluh tahun dan ada mahkluk tertentu dan serangga yang hidup hanya beberapa bulan. Dalam arti demikian tiap jenis spesies mempunyai suatu jangka waktu tertentu untuk hidup. Nyamuk akan hidup lebih lama dari beberapa bulan. Sebagaimana pembatasan jangka waktu  kehidupan atau ayu ditentukan dengan sendirinya setelah di ambil keputusan tentang jati, maka demikianlah pula bhoga ditentukan bilamana jati telah ditetapkan.
Bhoga yaitu kesenangan – kesenangan. Bhoga tergantung dari pembatasan yang dekenakan pada alat – alat kenikmatan dan pengamatan. Bhoga atau kepuasan maksimal tergantung pada alat – alat inderia yang diberikan kepada mhkluk dalam jenis tertentu. Alat – alat persepsi dan kepuasaan maksimal pada kekelawar atau kucing berbeda dengan alat – alat yang diberikan kepada lembu, kuda atau manusia. Kambing tidak dapat menikmati music sebagaimana manusia menikmatinnya. Manusia dan semut keduanya menyukai gula, tapi kesan perasaan manis mungkin berlainan pada manusia dan semut. Juga jarak pendengaran dan pengelihatan amat berbeda untuk tiap jenis. Kekelawar dapat menangkap dan menerbitkan gelombang bunyi yang tidak didengar oleh manusia. Kucing dan burung hantu masih dapat melihat dalam keadaan yang oleh kita gelap. Untuk anjing indera mencium begitu halusnya, sehingga polisi dapat menggunakannya dengan amat baik. Karena alat – alat persepsi berbeda, maka perasaan senang dan sakit yang berhubungan dengan alat – alat inderia itu berbeda pula. Dalam artian demikianlah ditentukan kesenangan maksimal, bilamana sesuatu mahkluk lahir dari jenis tertentu. Dan dengan demikian bilamana jati ditentukan untuk jiwa yang memasuki badan jasmani, maka ditentukan pula ayu  dan bhoga sesuai dengan itu.
Ingatlah bahwa harapan, yang berhubungan dengan pembatasan alamiah, ditetapkan sesuai dengan akar – akar klesa yang tak terpelihara dari kelahiran terdahulu. Dan seseorang tidak ditakdirkan untuk mati pada saat tertentu atau ditakdirkan untuk menikmati makanan tertentu atau kesenangan khusus lainnya. Di dalam batasan – batasan  yang diadakan oleh jati, kehidupan mahkluk yang bersangkutan dapat diperpendek oleh kelakuannya sendiri atau oleh perbuatan mahkluk lainnya. Bilamana seorang hidup dengan seksama, ia dapat memperpanjang kehidupannya tergantung kepada orang itu sendiri apakah dia ingin hidup sebagai pahlawan yang gugur  di garis depan, dengan sendirinya secara normal ia tidak akan mati pada saat itu, kematian ini dipilih olehnya dan tidak dibebankan oleh nasib. Demikian juga halnya orang yang mati terkena tipu – muslinat seseorang lawan.
Tetapi jangan berpikiran bahwa anda ditakdirkan untuk mati pada saart tertentu, tempat tertentu, atau dengan cara tertentu. Seandainya anda menelan obat tertentu pada saat yang seharusnya, mungkin kehidupan anda diperpanjang oleh pengobatan medis itu. Anggapan – anggapan yang menyesatkan tentang nasib mempunyai arti athies. Tuhan telah menentukan bagi kita suatu jati tertentu. Tuhan telah menentukan batas – batas alamiah bagi ayu  dan bhoga dalam rangka susunan badan menurut jati itu. Kita semua bergerak dalam jangkauan yang kebebasan yang terbatas. Itu merupakan pelatihan dari pelaksanaan kemauan bebas yang dikombinasikan dengan determinisme (pembatasan).  Kita tidak bebas seluruhnya dan juga tidak terikat seluruhnya. Demikianlah Tuhan menentukan bagi kita, karena Tuhan Maha Pengasih dan Penyayang. Disinilah letak belas kasih dari Tuhan (Swami Satya : 2004 :28 – 30)  
Seperti yang telah dikatakan terdahulu bahwa untuk melunakan kelima mala petaka diatas yang menyerang pikiran ini, maka dilaksanakan disiplin yoga kriya-yoga adalah jalan keluarnya yang sekaligus membawa pikiran pada keadaan Samadhi. Kriya-yoga ini berisikan beberapa aktivitas antara lain : tapas (kesederhanaan), svadhyaya (mempelajari dan memahami kitab suci), dan isvara pranidhana (pemujaan pada Tuhan dan penyerahan hasilnya pada Tuhan). Seseorang dapat mencapai Samadhi melalui kepatuhan kepada Tuhan yang memberi kebebasan. Dengan isvara pranidhana  siswa yoga memperoleh karunia Tuhan. Abhiyasa (membiasakan sifat yang baik) dan vairagya (kesabaran, tanpa terikat) membantu dalam memantapkan dan mengendalikan pikiran. Pikiran hendaknya dikengkang berkali – kali dan dibawa ke pusat meditasi, ketika pikiran mengarah keluar menuju obyek duniawi. Pikiran merupakan berkas trisna (kerinduan), dan pelaksanaan vairagya akan melunakkan trisna (Sivananda, 2003 : 210 – 212). Vairagya memutar pikiran untuk menjauhi obyek – obyek duniawi. Vairagya tidak mengijinkan pikiran untuk mengarah keluar (bahirmuka) tetapi mengarahkan pada kegiatan dalam (antarmuka) (Maswinara :1999:168).
Dengan demikian bahwa pada dasarnya manusia memiliki kelima mala petaka pikiran tersebut, yang mana kelima itu tidak dapat seketika dimusnahkan dalam diri manusia namun setidaknya gerak dari klesa harus dipersempit dalam kehidupan. Hal ini dapat dijalankan dengan bantuan Kriya-yoga yang dapat memurnikan pikiran (tapas, svadhyaya dan isvara pradhana) melunakan 5 klesa dan membawa ke keadaan Semadhi. Mengusahakan persahabatan (maîtri) terhadapa sesama, kasih sayang (karuna) terhadap yang lebih rendah, kebahagiaan (mudita) terhadap yang lebih tinggi, dan ketidakacuhan (upeksa) terhadap orang – orang kejam, menghasilkan ketenangan pikiran (citta prasada).

3               PENUTUP.
Kesimpulan
Dari pemaparan diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa jiwa (roh) itu abadi tak mengenal mati. Seperti Krsna memberitahukan kepada Arjuna “tiada kelahiran dan kematian bagi sang roh…..Roh tidak mati apabila badan terbunuh”. Tetapi roh itu mengalami reikarnasi seperti yang ada dalam Bhagavad Gita dikatakan “seperti halnya seseorang mengenakan pakaian baru dan melepaskan pakaian yang telah using, begitu pula sang roh menerima badan – badan baru dan meninggalkan badan yang lama”(Kamajaya :1998 :3). Dalam perjalanan hidup yang tak terbatas, jiwa (roh) itu akan semakin berkembang ke arah yang lebih sempurna. Tumbuh – tumbuhan jika sudah berkembang maka dalam perkembangan berikutnya, ia akan lahir menjadi binatang untuk penyempurnaan dirinya. Setelah sempurna menjadi binatang melalui kelahiran yang berungkali, maka jiwa dari binatang itu akan lahir menjadi manusia. Setelah sempurna sebagai manusia, maka jiwa itu tak perlu lahir kembali sebagai manusia dan akan berkembang di alam yang lebih luhur  dan meningkat sampai mencapai yang tertinggi, di mana proses evolusi berakhir, mencapai tingkat Ilahi (kamajaya, Evolusi roh :1999 :4)
Tujuan kehidupan adalah keterpisahan mutlak dari Purusha dengan Prakerti. Kebebasan dalam yoga merupakan kaivalya atau kebebasan mutlak tersebut, dimana roh terbebas dari belenggu Prakerti dan Purusha berada dalam wujud yang sebernarnya atau svarupa (maswinara:1999:168). Sang jiwa (roh) telah melepaskan avidya melalui pengetahuan pembedaan (Vivekakhyati) dan 5 klesa terbakar oleh apinya ilmu pengetahuan sang diri tak terjamah oleh kondisi dari Citta, dimana Guna seluruhnya terhenti dan sang diri berdiam pada intisari Ilahinya sendiri. Walaupun seseorang telah mencapai mukta (roh bebas), namun prakerti dan perubahan – perubahannya tetap ada bag orang lainnya dan hal ini dalam perjanjian dengan sistem filsafat Samkhya, tetap dipegang oleh sistem yoga ini.


DAFTAR PUSTAKA

Donder, I Ketut. 2006. Brahmavidya Teologi Kasih Semesta. Surabaya : Paramita

Kamajaya, I Gede. 1998. Yoga Kundalini . Surabaya : Paramita

Kamajaya, I Gede. 1998. Yoga Kundalini (cara untuk mencapai Siddhi dan Moksa) . Surabaya : Paramita

Kamajaya, I Gede. 1999. Hukum Evolusi Roh (Brahma Cakra). Surabaya :  Paramita

Maswinara, I Wayan. 1999. Filsafat Hindu. Surabaya : Paramita

Nurkancana, Wayan. 2011. Hukum Evolusi Roh. Surabaya : Paramita

Swami Satya Sarasvati. 2004. Patanjali Raja Yoga Alih Bahasa JBAP. Mayor Polak. Surabaya : Paramita

Tapasyananda, swami. 2008. Wejangan filosodis dan keagamaan swami vivekananda. Surabaya: Paramita


http://putuyoga-putuyoga.blogspot.com/2010_12_01_archive.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar