TEORI BELAJAR KOGNITIF
2.1 Pengertian
Teori Belajar Kognitif
Model
belajar kognitif mulai berkembang pada abad terakhir sebagai protes terhadap
teori perilaku yang telah berkembang sebelumnya. Model kognitif ini memiliki
perspektif bahwa mahasiswa memproses informasi dan pelajaran melalui upayanya
mengorganisisr, menyimpan, dan kemudian menemukan hubungan antara pengetahuan
yang baru dengan pengetahuan yang lama.
Prinsip
teori psikologi kognitif adalah bahwa setiap orang dalam bertingkah laku dan
mengerjakan sesuatu segala sesuatu senantiasa di pengaruhi oleh tingkat –
tingkat perkembangan dan pemahaman atas dirinya sendiri. Seseorang memiliki
kepercayaan, ide – ide dan prinsip yang dipilih untuk kepentingan dirinya
sendiri. Dalam hal belajar, aspek psikologis ini memandang bahwa proses belajar
yang terjadi pada seseorang tidak tampak dari luar dan sifatnya kompleks.
Psikologi kognitif lebih menekankan pada proses internal atau proses mental
mahasiswa daripada tampak luarnya. Teori belajar kognitif adalah proses
internal yang tidak tampak secara langsung. Adapun perubahan tingkah laku yang
tampak sesungguhnya adalah refleksi dari perubahan interaksi persepsi dirinya
terhadap sesuatu yang diamati dan dipikirkan.(Andriyani:2007:33)
Teori
belajar kognitif adalah sebuah teori yang lebih menekankan proses belajar
daripada hasil belajar itu sendiri. Bagi penganut teori ini, belajar tidak
hanya sekedar melibatkan hubungan stimulus respon. Belajar melibatkan proses
berpikir yang sangat kompleks. Teori ini sangat erat kaitannya dengan teori
sebernetika. Pada awal diperkenalkan teori ini, para ahli mencoba menjelaskan
bagaimana mahasiswa mengolah stimulus dan bagaimana mahasiswa tersebut dapat
sampai pada respon tertentu. Namun lambat laun perhatian tersebut mulai
bergeser. Saat ini perhatian mereka terpusat pada proses bagaimana suatu ilmu
yang baru dapat berasimilasi dengan ilmu yang sebelumnya lebih dikuasai oleh
mahasiswa. Menurut teori ini, ilmu pengetahuan yang dibangun dalam diri
seseorang individu melalui proses interaksi yang berkesinabungan dengan
lingkungan. Proses ini tidak berjalan dengan sendirinya atau terpisah – pisah.
Tetapi proses ini suatu rangkaian yang saling terkait.
Ciri – Ciri teori belajar kognitif adalah
sebagai berikut :
1)
Mementingkan
apa yang ada pada diri si anak (nativistik)
2)
Mementingkan
keseluruhan (holistic)
3)
Mementingkan
peranan kognitif
4)
Mementingkan
keseimbangan dalam diri si pelajar (dynamic
equilibrium)
5)
Mementingkan
kondisi pada waktu sekarang
6)
Mementingkan
pembentukan struktur kognitif
7) Dalam pemecahan masalah, cirri khasnya
adalah insight
Beberapa
teori yang dapat dimasukkan ke dalam teori belajar kognitif adalah sebagai
berikut :
1.
Teori
Gestalt (Belajar Kognitif) (Koffka 1935, Kohler 1925, 1947, 1969 Wertheimer
1945)
Gestalt
menekankan pada proses – proses intelektual yang komplek seperti bahasa,
pikiran, pemahaman, pemecahan, masalah sebagai aspek utama dalam proses
belajar. Dasar pemikiran yang dikemukan oleh Wartneimer ketika memunculkan
teori ini adalah keseluruhan yang terorganisir adalah lebih bermakna dari
bagian – bagian. Keseluruhan bukan pula penjumlahan dari bagian atau unsur –
unsur. Menurutnya belajar adalah proses penguatan dan pemahaman terhadap
stimulasi dan bagaimana reaksinya yang secara prisip disebutkan sebagai law of effect. Tingkah laku terutama
dipengaruhi oleh efek, yakni tindakan yang membawa kesenangan bertambah dan
yang mengganggu berkurang. Ia menganggap bahwa proses belajar yang komplek
dapat dimengerti dengan melihat proses belajar yang paling sederhana yang
dianggap sebagai dasar proses belajar.
Para
ahli psikolog Gestalt berpendapat bahwa “hokum – hokum dan prinsip – prinsip
yang berlaku dalam bidang pengamatan itu juga berlaku dalam bidang belajar dan
berfikir”. Pendapat yang demikian itu dikemukan karena apa yang dipelajari dan
dipikirkan itu bersumber dari apa yang dikenal lewat fungsi pengamatan, belajar
dan berfikir itu pada hakikatnya adalah melakukan pengubahan struktur kognitif.
Berbeda
dengan teori – teori behavioristik yang mengabaikan atau mengingkari perasaan atau
pengertian (insight) dalam belajar,
teori Gestalt justru menganggap bahwa “insight
adalah inti belajar. Belajar yang sebenarnya selalulah insightfull learning”. Jadi
sumber yang nomor
satu adalah dimengertinya hal yang dipelajari. Ekperimen – ekperimen Kohler
(1925) dipandang merupakan bukti mengenai hal ini.
Insightfull learning yang
merupakan bentuk utama belajar menurut teori Gestalt, itu mempunyai ciri
sebagai berikut :
1.1 Insightfull
learning itu tergantung
kepada kemampuan dasar si belajar. Selanjutnya kemampuan dasar ini bergantung
pada:
1)
Umur
2)
Keanggotaan
dalam suatu spesies (kera berbeda kemampuannya dengan menusia)
3)
Perbedaan
individual dalam suatu spesies ( orang yang cerdas berbeda kemampuannya dengan
orang yang tidak cerdas.
1.2 Insighat
bergantung pada
pengalaman masa lampau yang relevan. Latar belakang ikut menentukan terjadinya insight, tetapi menjamin terjadinya.
1.3 Insight
tergantung kepada
pengaturan situasi yang dihadapi. Insightful
insightfull learning hanya mungkin diperoleh (timbul) apabila situasi
belajar itu diatur sedemikian rupa sehingga semua aspek yang diperlukan dapat
diobservasi. Jika sarana yang diperlukan tersembunyi kegunaanya untuk
menyelesaikan soal menjadi tidak mungkin dimanfaatkan atau setidak – tidaknya
menjadi sukar.
1.4 Insight
didahului dengan
periode mencari dan mencoba – coba. Sebelumnya memecahkan problem – problem si
subyek mungkin melakukan hal – hal yang kurang relevan terhadap pemecahan
problem.
1.5 Pemecahan soal dengan pengertian dapat
diulangi dengan mudah. Sekali sudah dapat memecahkan masalah dengan pengertian.
Maka orang akan dengan mudah mengulang pemecahan itu, dan hal itu dilakukan
secara langsung.
1.6 Sekali insight telah diperoleh, maka dapat dipergunakan untuk menghadapi
situasi – situasi lain. Jadi disini ada semacam transfer of train yang ditrasfer bukan materi – materi dipelajari
melainkan relasi – relasi dan generalisasi yang diperoleh melalui insight itu.situasi dan materi hal yang
sama (yang menimbulkan insight)
mungkin berbeda dari situasi dan materi hal yang baru, tetapi relasi – relasi
dan generalisasinya sama.
1)
Teori Perilaku
1.7 Menurut Thorndike dalam (Nursalam, :18) yang merupakan salah satu pendiri dari
teori perilaku, belajar adalah proses tingkah laku antara stimulus (berupa
pikiran, perasaaan atua gerakan) dan respon (yang juga bisa berbentuk pikiran,
perasaan dan gerakan). Jelasnya, menurut Thorndike perubahan perilaku itu boleh
berwujud sesuatu yang konkret (dapat diamati) atau nonkonkret (tidak dapat
diamati). Meskipun Thorndike tidak menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah
laku yang nonkonkret itu (pengukuran adalah salah satu hal yang menjadi obsesi
semua penganut teori tingkah laku), tetpai teori Thorndike ini telah banyak
memberikan inpirasi pakar lain yang datang sesudahnya. Teori Thorndike ini juga
dikenal dengan teori koneksionis (connetionism).
2.
Teori
Medan Kognitif (Kurt Lewin)
Teori
belajar kognitif ditarik dari piper psikologi medan (field psychology) Kurt Lewin (1890 – 1947). Psikolog Jerman –
Amerika ini menaruh perhatian terhadap motivasi manusia. Konsekuensinya teori
medan telah berkembang tidak sebagai teori belajar, tetapi lebih banyak sebagai
teori motivasi dan persepsi. Namun demikian mereka menerapkan teorinya kepada
situasi belajar,. Konsep utamanya adalah life
space sebagai model dasar untuk
belajar, termasuk segala sesuatu yang dibutuhkan seseorang untuk tahu mengenai
pribadi agar dapat memahami tingkah lakunya yang konkrit dalam situasi
psikologis yang spesifik pada suatu waktu tertentu.
Thesis
dasar psikologi medan kognitif adalah bahwa setiap pribadi, sesuai dengan
tingkat perkembangnya yang telah dicapai tahu bahwa bagaimana dan untuk apapun
yang ia pikirkan adalah dirinya. Dalam proses ini ia berhubungan dengan tingkah
laku yang membawa kearah tujuan paling kuat. Dalam teori medan kognitif,
belajar dapat didefinisikan sebagai proses interaksional diman pribadi
menjangkau wawasan – wawasan baru dan atau merubah sesuatu yang lama. Untuk
meningkatkan belajar secara efektif, para dosen
harus peduli terhadap mereka sendiri dan orang lain.
Dari
uraian mengenai beberapa hal yang dibahas dalam teori belajar medan kognitif
ini. Dapat ditarik suatu kesimpulan dari berbagai sudut pandang, antara lain
sebagai berikut :
2.1
Aspek
Isi
belajar medan kognitif ini memusatkan
perhatiannya pada faktor psikologis pribadi yang sedang belajar. Faktor
psikologis dari pribadi ini digambarkan atau dinyatakan dalam bentuk konsep
yang disebut life space. Konsep life
space ini berisikan antara lain:
kebutuhan, tujuan, vector, barrier, lingkungan psikologis dan pribadi dan
individu yang bersangkutan.
2.2
Aspek
Kegunaan
Dengan
dipahami konsep life space oleh para
pengajar atau dosen, maka mereka memperoleh tambahan pengetahuan yang berharga
guna dapat memahami tingkah laku peserta didik. Dengan demikian dosen dapat
meramalkan, mengarahkan tingkah laku peserta didik menurut kehendak peserta
didik sesuai dengan tujuan belajar yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan
demikian proses belajar dapat berlangsung secara efektif. Lebih daripada itu,
dengan memahami konsep life space
maka pengajar atau dosen dapat pula belajar mengenal dan memahami diri mereka
sendiri untuk selanjutnya dapat mengembangkan pribadinya sendiri.
2.3
Aspek
Prinsip Belajar
Dengan
merubah dan mengembangkan life space seseorang
maka akan membawa pengaruh pula ada tingkah laku dari individu yang
bersangkutan. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa dengan merubah life space seseorang berarti merubah
tingkah laku.
3. Jean
Piaget
Menurut
Jean Piaget, proses belajar pada dasarnya terdiri atas tiga bagian, yaitu
asimilasi, akomodasi, dan ekuillibrasi (penyeimbangan). Proses asimilasi adalah
proses penyatuan (pengintegrasian) inmformasi baru kedalam struktur kognitif
yang sudah ada dalam bentuk mahasiswa. Proses akomodasi adalah penyesuaian
struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Sedangkan proses ekuillibirasi
adalah penyesesuaian kesinabungan antara asimilasi dengan akomodasi. Katakalah
seorang mahasiswa yang sudah mengetahui prinsip penjumlahan, jika dosennya
memperkenalkan prinsip perkalian, maka terjadilah proses pengintegrasian antara
prinsip penjumlahan (yang sudah ada dibenak mahasiswa) dengan prinsip perkalian
(sebagi informasi baru) yang disebut dengan proses asimilasi.
Jika
mahasiswa ini diberi soal perkalian, maka situasi ini disebut akomodasi, yang
dalam hal ini berarti pemakaian (aplikasi) prinsip perkalian tersebut dalam
situasi yang baru dan spesifik. Agar mahasiswa itu terus mengembangkan dan
menambah ilmunya sekaligus menjaga stabilitas mental dalam dirinya, maka
diperlukan proses penyeimbangan. Proses inilah yang disebut ekuillibrasi, yaitu
proses penyeimbangan antara dunia luar dengan dunia dalam. Tanpa proses ini,
perkembangan kognitif seseorang akan tersendat – sendat dan berjalan tidak teratur (disorganizer). Dalam hal ini, dua orang yang mempunyai jumlah
informasi yang sama diotaknya mungkin mempunyai kemampuan akuilibrasi yang
berbeda. Seseorang dengan kemampuan yang baik akan mampu menata berbagai
informasi dengan urutan yang baik, jenis, dan logis. Sedangkan rekannya yang
tidak memiliki kemampuan ekuillibrasi sebaik itu akan cendrung menyimpan semua
informasi yang ada secara tidak teratur, karena itu orang ini juga cendrung
mempunyai alur berfikir yang tidak sistematis, tidak logis, dan berbelit –
belit.
Menurut
Piaget, “proses belajar harus disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif
yang dilalui mahasiswa”. Piaget membaginya ke dalam empat tahapan yaitu : tahap
sensorimotor (1,5 – 2 tahun), tahap praoperasional (3- 7 tahun), tahap
operasional konkrit (8 – 13 tahun), dan tahap operasional formal (14 tahun atau
lebih). Proses belajar yang dialami seorang anak pada tahap sensorimotor tentu
berbeda dengan proses belajar yang dialami seorang anak yang sudah mencapai
tahap kedua (praoperasional) dan berbeda pula dengan apa yang dialami anak lain
yang telah sampai tahap yang lebih tinggi (operasional konkrit dan operasional
formal). Secara umum, semakin tinggi tingkat kognitif seseorang, semakin teratur
dan semakin abstrak pula cara berfikirnya. Dengan demikian, dosen diharapkan mampu
memahami tahap – tahap perkembangan mahasiswa serta memberikan materi pelajaran
dalam jumlah dan jenis yang sesuai dengan tahap – tahap tersebut.
Dosen
mengajarkan akan tetapi tidak menghiraukan tahapan – tahapan ini akan cendrung
menyulitkan mahasiswanya. Misalnya saja mengajarkan konsep – konsep abstrak
tentang Pancasila kepada sekelompok mahasiswa kelas 2 SD tanpa ada usaha untuk
mengkonkretkan konsep – konsep tersebut justru akan lebih membingungkan anak.
4.
David
Ausubel
Sebagai
pelopor aliran kognitif, David Ausubel mengemukakan teori belajar bermakna (meaningfull learning). Belajar
bermakana adalah proses mengaitkan dalam informasi baru dengan konsep – konsep
yang relevan dan terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Dapat dikatakan
sebagai belajar bermakna apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1)
Materi
yang dipelajari melakasanakan belajar bermakna secara potensial
2)
Anak
yang belajar bertujuan melaksanakan bermakna
Berdasarkan
pandangan tentang belajar bermakna , maka David mengajukan empat prinsip
pembelajaran yaitu :
1.1 Menurut Ausubel,
mahasiswa akan belajar dengan baik apabila apa yang disebut pengatur kemajuan
belajar (advance organizer) didefinisikan
dan dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada mahasiswa. Pengatur kemajuan
belajar adalah konsep informasi umum yang mewadahi mencangkup semua isi
pelajaran yang akan diajarkan kepada mahasiswa. Ausubel paercaya bahwa advance organizer dapat memberikan tiga
manfaat yaitu :
1)
Dapat
menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi pelajaran yang akan
dipelajari oleh mahasiswa
2)
Berfungsi
sebagai jembatan yang menghubungkan antara apa yang sedang dipelajari mahasiswa
saat ini dengan apa yang akan dipelajari
3)
Mampu
membantu mahasiswa untuk memahami bahan ajar secara lebih mudah.Untuk itu, pengetahuan
dosen terhadap isi mata pelajaran harus sangat baik. Hanya dengan cara tersebut
seorang dosen mampu menemukan informasi yang menurut Ausubel sangat abstrak,
umum dan inklusif mewadahi apa yang akan diajarkan. Selain itu, logika berfikir
dosen juga dituntut sebaik mungkin. Tanpa memiliki logika yang baik, maka dosen
akan kesulitan memilah pelajaran serta merumuskan dalam rumusan yang singkat
dan padat dan mengatur materi demi materi itu ke dalam struktur urutan yang
logis dan mudah dipahami.
1.2 Diferensiasi progresif adalah dalam
proses belajar dari umum ke khusus
1.3 Belajar
Superodinat adalah proses struktur kognitif yang mengalami pertumbuhan kearah
deferensiasi, terjadi sejak perolehan informasi dan diasosiasikan dengan konsep
dalam struktur kognitif tersebut.
1.4 Penyesuaian
Integratif. Pada suatu saat mahasiswa akan menghadapi kenyataan bahwa dua atau
lebih nama konsep digunakan untuk menyatakan konsep yang sama atau nama yang
sama diterapkan pada lebih satu konsep.
Belajar
penangkapan pertama kali dikembangkan oleh David Ausubel. Menurut Ausuabel
mahasiswa tidak selalu mengetahui apa yang penting atau relevan untuk dirinya
sendiri sehingga mereka memerlukan motivasi eksternal untuk melakukan kerja
kognitif dalam mempelajari apa yang telah diajarkan di kampus. Adapun tugas
dosen dalam teori belajar penangkapan ini adalah (1) menstrukturkan situasi
belajar, (2) memeilih materi yang sesuai dengan mahasiswa (3) menyajikan materi
pembelajaran secra terorganisir yang dimulai dari gagasan.
Inti
belajar penangkapan yaitu pengajaran ekspositori yakni pembelajaran sistemik direncanakan
oleh dosen mengenai informasi bermakna (meaningfull
learning). Pembelajaran ekspositori terdiri atas tiga tahap yaitu :
1)
Penyajian
advance organizer yang merupakan pernyataan umum yang
memperkenalkan bagian – bagian yang utama yang tercangkup dalam urutan
pengajaran. Advance organizer berfungsi
untuk menghubungkan gagasan yang disajikan di dalam pelajaran dengan informasi
yang telah berbeda di dalam pikiran mahasiswa, dan memberikan skema
organisasional terhadap informasi yang spesifik yang disajikan.
2)
Penyajian
materi atau tugas belajar. Dalam tahap ini, dosen menyajikan materi
pembelajaran yang baru dengan menggunakan metode ceramah, diskusi, film, atau
menyajikan tugas – tugas belajar kepada mahasiswa, dan mempertahankan perhatian
kepada mahasiswa serta pentingnya perorganisasian materi pelajaran yang
dikaitkan dengan struktur yang terdapat didalam advance organizer. Dia menyarankan suatu proses yang disebut dengan
diferensiasi progresif, dimana pembelajaran berlangsung setahap demi setahap,
dimulai dari konsep umum ke konsep yang spesifik, contohnya dengan
membandingkan konsep lama dengan konsep baru.
3)
Memperkuat
organisasi kognitif. Ausubel menyarankan bahwa dosen mencoba mengaitkan
informasi baru ke dalam struktur yang telah direncanakan di dalam permulaan
pelajaran, dengan cara mengingatkan mahasiswa bahwa rincian yang bersifat
spesifik itu berkaitan dengan gambaran informasi yang bersifat umum. Pada akhir
pembelajaran mahasiswa diharapkan memberikan pertanyaan terhadap materi yang
baru dipelajari, disamping itu juga perlu memberikan pertanyaan kepada
mahasiswa untuk mengetahui pemahaman mahasiswa terhadap materi.
Disamping
itu Ausubel juga berpendapat bahwa “ belajar dapat diklasifikasikan ke dalam
dua dimensi. Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi itu disajikan
kepada mahasiswa, melalui penerimaan dan penemuan. Belajar penerimaan
menyajikan materi dalam bentuk final, dan belajar penemuan mengharuskan
mahasiswa untuk menemukan sendiri sebagian atau keseluruhan materi yang
diajarkan. Dimensi kedua berkaitan dengan bagaiman cara mahasiswa dapat
mengaitkan informasi pada struktur kognitif yang telah dimilikinya, ini berarti
belajar bermakna. Factor – factor yang mempengaruhi belajar bermakna adalah
struktur kognitif yang ada, stabilitas, dan kejelasan pengetahuan dalam suatu
bidang studi tertentu dan pada waktu tertentu. Sifat – sifat struktur kognitif
menentukan validitas dan kejelasan arti – arti yang timbul waktu informasi itu
masuk ke dalam struktur kognitif itu, demikian pula sifat proses yang terjadi.
Jika struktur itu stabil dan diatur dengan baik maka arti – arti yang sahih dan
jelas tidak meragukan akan timbul dan cendrung bertahan dan begitu sebaliknya”.
Empat
tipe belajar menurut Ausubel yaitu :
1)
Belajar
dengan penemuan yang bermakna yaitu mengaitkan pengetahuan yang telah
dimilikinya dengan materi pelajaran yang dipelajari itu. Atau sebaliknya,
mahasiswa terlebih dahulu menemukan pengetahuannya dari apa yang ia pelajari
kemudian pengetahuan baru tersebut ia kaitkan dengan pengetahuan yang sudah ada
2)
Belajar
dengan penemuan yang tidak bermakna yaitu pelajaran yang dipelajari ditemukan
sendiri oleh mahasiswa tanpa mengaitkan pengetahuan yang dimilikinya kemudian
dihafalkan
3)
Belajar
menerima (ekspositori) yang bermakna
yaitu materi pelajaran yang telah tersusun secara logis disampaikan kepada
mahasiswa sampai bentuk akhir, kemudian pengetahuan yang baru ia peroleh itu
dikaitkan dengan pengetahuan yang lain yang telah ada.
4)
Belajar
menerima (ekspositori) yang tidak
bermakna yaitu materi pelajaran yang telah tersusun secara logis disampaikan
kepada mahasiswa sampai bentuk akhir, kemudian pengetahuan yang baru ia peroleh
dihafalkan tanpa mengaitkan dengan pengetahuan lain yang telah dimilikinya.
Persyaratan
agar belajar menerima menjadi bermakna menurut Ausubel ada tiga yaitu :
a)
Belajar
menerima yang bermakna hanya akan terjadi apabila mahasiswa memiliki strategi
belajar bermakna
b)
Tugas
– tugas belajar yang diberikan kepada mahasiswa harus disesuaikan dengan
pengetahuan yang telah dimilikinya
c)
Tugas
– tugas yang diberikan harus sesuai dengan tahap perkembangan intelektual siswa.
5. Jerome Bruner
Jerome
Bruner dilahirkan pada tahun 1915. Jerome Bruner seorang ahli psikolog yang
terkenal dan telah banyak menyumbang penulisan tentang pembelajaran, beliau
bertugas sebagai professor psikologi di Universiti Harvard di Amerika Serikat
dan dilantik sebagai pengarah dipusat pengajaran kognitif tahun 1961 – 1972.
Dalam mempelajari manusia, ia menganggap manusia sebagai proses, pencipta, dan
pemikir. Bruner menganggap, bahwa belajar itu meliputi tiga proses kognitif
yaitu : memperoleh informasi baru, tranformasi pengetahuan, dan menguji
relevansi dan ketepatan pengetahuan. Pandangan terhadap belajar konseptualisme
instrumental ini didasarkan pada dua prinsip, yaitu pengetahuan orang tentang
alam didasarkan pada model – model mengenai kenyataan yang dibangunnya, dan
model – model itu diadaptasikan kegunaan bagi orang itu. Menurut Bruner belajar
bermakna hanya dapat terjadi melalui belajar penemuan. Pengetahuan yang
diperoleh melalui belajar penemuan akan bertahan lama, dan mempunyai efek
transfer yang baik. Belajar penemuan meningkatkan penalaran dan kemampuan
berfikir secara bebas dan melatih ketrampilan – ketrampilan kognitif untuk
menemukan dan memecahkan masalah. Teori instruksi menurut Bruner meliputi :
1)
Pengalaman
– pengalaman optimal bagi mahasiswa untuk mau dan dapat belajar, ditinjau dari
segi aktivitas, pemeliharaan dan pengarahan
2)
Penstrukturan
pengetahuan untuk pemahaman optimal, ditinjau dari segi cara penyajian ekonomi
dan kuasa
3)
Perincian
unrutan – urutan penyajian materi pelajaran secara optimal, dengan
memperhatikan faktor – faktor belajar sebelumnya, tingkat perkembangan anak, sifat
materi pelajaran dan perbedaan individu
4)
Bentuk
dan pemberian reinforsemen
Bruner
mengusulkan teori yang disebut free
discovery learning. Menurut teori ini proses belajar akan berjalan dengan
baik dan kreatif jika dosen memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk dapat
menemukan suatu aturan, seperti konsep, teori, definisi dan sebagainya melalui
contoh – contoh yang menggambarkan aturan yang menjadi sumbernya. Dengan kata
lain mahasiswa dibimbing secara indukatif untuk memahami suatu kebenaran umum.
Untuk memahami konsep kejujuran mahasiswa tidak semata – mata menghafal
definisi kata kejujuran, melainkan dengan mempelajari contoh – contoh konkret
dari kejujuran. Dari contoh – contoh itulah mahasiswa dibimbing untuk
mendefinisikan kata jujur. Lawan dari pendekatan ini disebut ekspositon
(belajar dengan cara menjelaskan). Dalam hal ini mahasiswa disodori sebuah
informasi umum dan diminta untuk menjelaskan informasi tersebut melalui contoh
– contoh khusus dan konkret. Berdasarkan contoh di atas, mahasiswa pertama –
tama diberi definisi tentang kejujuran, dari definisi itulah mahasiswa diminta
untuk mencari contoh – contoh konkret yang dapat menggambarkan makna kata
tersebut. Proses belajar ini jelas berjalan secara deduktif.
Dalam
teori belajarnya Jerome Bruner
berpendapat bahwa “kegiatan belajar akan berjalan dengan baik dan
mahasiswa kreatif jika mahasiswa menemukan sendiri suatu aturan dan kesimpulan.
Dalam hal ini Bruner membedakan menjadi tiga tahap yaitu :
1)
Tahap
infomasi yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman baru
2)
Tahap
tranformasi yaitu tahap memahami, mencerna dan menganalisis pengetahuan baru
serta mentranformasikan dalam bentuk baru yang mungkin bermanfaat untuk hal –
hal lain
3)
Tahap
evaluasi yaitu tahap untuk mengetahui apakah hasil tranformasi pada tahap kedua
tadi benar atau tidak”.
Ciri khas pembelajaran menurut Bruner ada
4 yaitu :
a)
Empat
tema tentang pendidikan. Tema pertama mengemukakan pentingnya arti struktur
pengetahuan. Hal ini perlu karena dengan struktur pengetahuan dosen menolong
mahasiswa untuk melihat bagaiman fakta – fakta yang kelihatannya tidak ada
hubungan yang dapat dihubungkan satu dengan yang lainnya. Tema kedua adalah
tentang kesiapan belajar. Menurut Bruner kesiapan belajar terdiri atas
penguasaan ketrampilan – ketrampilan yang lebih sederhana yang dapat
mengizinkan seseorang untuk mencapai ketrampilan – ketrampilan yang lebih
tinggi. Tema ketiga adalah menekankan pada nilai intuisi dalam proses
pendidikan. Dengan intuisi, tehnik – tehnik intelektual untuk sampai pada
formulasi – formulasi tentatif tanpa melaui angkah – langkah analisis untuk
mengetahui apakah formulasi – formulasi itu merupakan kesimpulan yang sahih
atau tidak. Tahap keempat adalah tentang motivasi atau keinginan untuk belajar
dan cara – cara yang tersedia pada para guru untuk merangsang motivasi itu.
b)
Model
dan kategori. Pendekatan Bruner terhadap belajar didasarkan pada dua asumsi.
Asumsi pertama adalah bahwa perolehan pengetahuan merupakan suatu proses
interaktif. Dimana berlawanan dengan teori perilaku, Bruner yakin bahwa
perubahan tidak hanya terjadi pada lingkungan akan tetapi pada lingkungan dan
dirinya sendiri. Asumsi kedua adalah bahwa orang mengkontruksi pengetahuannya
dengan menghubungkan informasi yang masuk dengan informasi yang disimpan.
c)
Belajar
sebagai proses kognitif. Bruner mengemukan bahwa belajar melibatkan tiga hal
yang berlangsung hampir secara bersamaan. Ketiga proses itu (1) memperloeh
informasi baru (2) tranformasi informasi dan (3) menguji relevansi dan
ketepatan informasi baru. Informasi baru dapat merupakan penghalusan dari
informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang atau informasi itu dapat bersifat
sedemikian rupa sehingga berlawanan dengan informasi sebelumnya yang dimiliki
seseorang. Dalam mentranformasikan pengetahuan seseorang memperlakukan
pengetahuan agar cocok dengan tugas baru. Jadi, tranformasi menyangkut cara
kita memperlakukan pengetahuan, apakah dengan cara ektrapolasi atau dengan
mengubah bentuk lain.
d)
Ciri
khas teori Bruner dan perbedaannya dengan teori yang lain. Teori Bruner
mempunyai ciri khas daripada teori belajar yang lain yaitu tentang discovery yaitu belajar dengan menemukan
konsep sendiri. Disamping itu, teori Bruner ini banyak menuntut pengulangan –
pengulangan, maka desain yang berulang – ulang itu disebut kurikulum spiral
kurikulum. Secara singkat, kurikulum spiral menuntut dosen untuk memberi
pelajaran setahap demi setahap dari yang sederhana hingga yang kompleks, dimana
materi yang telah diberikan suatu saat muncul kembali secara terintegrasi di
dalam suatu materi baru yang lebih kompleks. Demikian seterusnya sehingga
mahasiswa telah mempelajari suatu ilmu pengetahuan secara utuh. Pengetahuan
yang diperoleh dengan belajar penemuan yang menunjukkan beberapa kebaikan yaitu
:
1)) Pengetahuan
lama diingat
2)) Hasil
belajar penemuan mempunyai efek transfer yang baik
3))Secara
menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran mahasiswa dan kemampuan
untuk berfikir secara bebas.
Hampir
semua orang dewasa ini melalui penggunaan tiga sistem keterampilan untuk
menyatakan kemampuannya secara sempurna. Ketiga sistem keterampilan itu adalah
yang disebut tiga cara penyajian (modes
of presentation) oleh Bruner. Ketiga cara itu adalah sebagai berikut :
1)
Enactive dimana mahasiswa belajar tentang dunia melalui tindakannya
pada objek, mahasiswa melakukan aktivitas – aktivitasnya dalam usahanya
memahami lingkungan
2)
Iconic, dimana terjadi melalui penggunaan model dan gambar
3)
Symbolic, yang mendeskripsikan kapasitas dalam berfikir
abstrak, mahasiswa mempunyai gagasan – gagasan abstrak yang banyak dipengaruhi
bahasa dan logika dan komunikasi yang dilakukan dengan pertolongan sistem simbol.
Semakin dewasa sistem simbol ini semakin dominan.
Asumsi
secara umum tentang teori belajar kognitif yaitu:
a.
Bahwa
pembelajaran baru berasal dari proses pembelajaran sebelumnya,
b.
Belajar
melibatkan adanya proses informasi,
c.
Permaknaan
berdasarkan hubungan dan
d.
Proses
kegiatan belajar mengajar menitikberatkan pada hubungan dan strategi.
2.2 Penggunaan Teori Belajar Kognitif
Sesuai dengan
pemaparan diatas tentang teori kognitif adapun penggunaan daripada teori
kognitif ini. Teori psikologi ini digunakan untuk membentuk hubungan yang
teruji, yang teramalkan dari tingkah laku orang – orang pada ruang kehidupan
mereka secara spesifik sesuai dengan situasi psikologinya. Untuk dapat memahami
atau memprediksikan suatu perilaku, dosen harus memperhatikan mahasiswa dengan
lingkungan psikologisnya sebagai pola dari fakta dan fungsi – fungsi yang
saling membutuhkan. Dengan dikembangkan teori kognitif ini mampu memberikan
sebuah jalan kepada dosen untuk dapat memahami mahasiswa dan juga memahami
dirinya sendiri sebagai seorang pengajar. Belajar menurut teori kognitif adalah
sebuah proses interaksional seseorang memperoleh pemahaman baru atau struktur
kognitif dan mengubah hal – hal yang lama. Dengan teori ini dosen akan terbantu
dalam memahami mahasiswa dan dirinya sendiri, sehingga belajar menjadi efektif.
Teori
belajar kognitif dibentuk dengan tujuan mengkrontruksi prinsip – prinsip
belajar secara ilmiah. Hasilnya berupa prosedur – prosedur yang dapat
diiterapkan pada situasi kelas untuk mendapatkan hasil yang sangat produktif.
Teori belajar kognitif menjelaskan bagaimana seseorang mencapai pemahaman atas
dirinya dan lingkungannya lalu menafsirkan bahwa diri dan lingkungan
psikologinya merupakan faktor – faktor yang kait – mengait. Teori ini
dikembangkan berdasarkan tujuan yang melatarbelakangi perilaku, cita – cita,
cara – cara, dan bagaimana seseorang memahami diri dan lingkungannya dalam
usaha untuk mencapai tujuan dirinya. Setiap pengertian yang diperoleh dari
memahami diri sendiri dan lingkungan disebut insight.
Secara
rinci dapat dirumuskan penggunaan dari teori belajar kognitif ini adalah sebagai
berikut :
1)
Teori
ini digunakan membentuk hubungan yang teruji, teramalkan dan tingkah laku orang
– orang pada ruang kehidupan mereka sendiri secara spesifik sesuai dengan
situasi psikologisnya
2)
Membantu
dosen untuk memahami orang lain, terutama mahasiswa, dan membantu dirinya
sendiri
3)
Mengkontruksi
prinsip – prinsip ilmiah yang dapat diterapkan dalam kelas dan untuk
menghasilkan prosedur yang memungkinkan belajar menjadi produktif
4)
Teori
belajar kognitif menjelaskan seseorang mencapai pemahaman atas diri dan
lingkungannya lalu menafsirkan bahwa diri dan lingkungannya merupakan faktor
yang saling berkaitan.
2.3 Manfaat Teori Belajar Kognitif
Dengan
digunakannya teori belajar kognitif dalam proses pembelajaran, seperti model
teori belajar kognitif yang diterapkan dalam dunia pendidikan seperti model
belajar penemuan dari Bruner, model belajar bermakna dari Ausubel perkembangan
intelektual dari Jean Piaget dan model life
space oleh Kurt Lewin, ternyata banyak manfaat yang ditimbulkan. Misalnya saja
:
1)
Dengan
dipahami konsep life space (memperhatikan
keadaan psikologis) dosen dapat
meramalkan, mengarahkan tingkah laku peserta didik menurut kehendak peserta
didik sesuai dengan tujuan belajar yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan
demikian proses belajar dapat berlangsung secara efektif. Lebih daripada itu,
dengan memahami konsep life space
maka pengajar atau dosen dapat pula belajar mengenal dan memahami diri mereka
sendiri untuk selanjutnya dapat mengembangkan pribadinya sendiri sehingga
terjadinya perubahan tingkah laku. (Kurt Lewin)
2)
Dengan
model pembelajaran discovery pemahaman
mahasiswa terhadap informasi baru lebih lama diingat karena informasi yang baru
didapat dihubungkan langsung dengan pemahaman sebelumnya sehingga ada
kesinabungan antara informasi yang baru dengan informasi yang lama. (Bruner)
3)
Dengan
model pembelajaran bermakna atau meaningfull
learning pemahaman mahasiswa akan semakin kuat karena belajar bermakana
terjadi apabila informasi yang diterima oleh mahasiswa mempunyai kaitan erat
dengan konsep yang sudah ada atau yang sudah diterima sebelumnya dan tersimpan
dalam struktur kognitif. (Ausubel)
4)
Dengan
diterapkannya teori belajar kognitif ini dapat memberikan sumbangsih bagi dosen
dan mahasiswa, dimana dosen harus memperhatikan mahasiswa secara khusus
terhadap kegiatan belajar baik itu dalam melaksanakan tes, pemberian tugas
sehingga manfaat dari ilmu yang tertuang dalam tugas - tugas itu memberikan pengaruh terhadap
perkembangan struktur kognitif mahasiswa dan terjadi jalinan yang baik antara
ilmu yang baru dengan ilmu yang telah ada sebelumnya. Sehingga akan tercipta
sebuah proses pembelajaran yang efektif.
DAFTR PUSTAKA
Ferry,
Nursalam. Pendidikan dalam Keperawatan. Surabaya : Salendra Medika
Susilo,
Rakhmat. 2011. Pendidikan Kesehatan dalam
Keperawatan. Yogyakarta : Nuha Medika
Winataputra,
Udin s. 2007. Teori Belajar dan
Pembelajaran. Jakarta : Universitas Terbuka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar