Rabu, 18 Desember 2013

Teori Belajar Kognitif





 TEORI BELAJAR KOGNITIF
 
2.1 Pengertian Teori Belajar Kognitif
Model belajar kognitif mulai berkembang pada abad terakhir sebagai protes terhadap teori perilaku yang telah berkembang sebelumnya. Model kognitif ini memiliki perspektif bahwa mahasiswa memproses informasi dan pelajaran melalui upayanya mengorganisisr, menyimpan, dan kemudian menemukan hubungan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang lama.
Prinsip teori psikologi kognitif adalah bahwa setiap orang dalam bertingkah laku dan mengerjakan sesuatu segala sesuatu senantiasa di pengaruhi oleh tingkat – tingkat perkembangan dan pemahaman atas dirinya sendiri. Seseorang memiliki kepercayaan, ide – ide dan prinsip yang dipilih untuk kepentingan dirinya sendiri. Dalam hal belajar, aspek psikologis ini memandang bahwa proses belajar yang terjadi pada seseorang tidak tampak dari luar dan sifatnya kompleks. Psikologi kognitif lebih menekankan pada proses internal atau proses mental mahasiswa daripada tampak luarnya. Teori belajar kognitif adalah proses internal yang tidak tampak secara langsung. Adapun perubahan tingkah laku yang tampak sesungguhnya adalah refleksi dari perubahan interaksi persepsi dirinya terhadap sesuatu yang diamati dan dipikirkan.(Andriyani:2007:33)  
Teori belajar kognitif adalah sebuah teori yang lebih menekankan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Bagi penganut teori ini, belajar tidak hanya sekedar melibatkan hubungan stimulus respon. Belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Teori ini sangat erat kaitannya dengan teori sebernetika. Pada awal diperkenalkan teori ini, para ahli mencoba menjelaskan bagaimana mahasiswa mengolah stimulus dan bagaimana mahasiswa tersebut dapat sampai pada respon tertentu. Namun lambat laun perhatian tersebut mulai bergeser. Saat ini perhatian mereka terpusat pada proses bagaimana suatu ilmu yang baru dapat berasimilasi dengan ilmu yang sebelumnya lebih dikuasai oleh mahasiswa. Menurut teori ini, ilmu pengetahuan yang dibangun dalam diri seseorang individu melalui proses interaksi yang berkesinabungan dengan lingkungan. Proses ini tidak berjalan dengan sendirinya atau terpisah – pisah. Tetapi proses ini suatu rangkaian yang saling terkait.
 Ciri – Ciri teori belajar kognitif adalah sebagai berikut :
1)      Mementingkan apa yang ada pada diri si anak (nativistik)
2)      Mementingkan keseluruhan (holistic)
3)      Mementingkan peranan kognitif
4)      Mementingkan keseimbangan dalam diri si pelajar (dynamic equilibrium)
5)      Mementingkan kondisi pada waktu sekarang
6)      Mementingkan pembentukan struktur kognitif
7)      Dalam pemecahan masalah, cirri khasnya adalah insight
Beberapa teori yang dapat dimasukkan ke dalam teori belajar kognitif adalah sebagai berikut :

1.      Teori Gestalt (Belajar Kognitif) (Koffka 1935, Kohler 1925, 1947, 1969 Wertheimer 1945)
Gestalt menekankan pada proses – proses intelektual yang komplek seperti bahasa, pikiran, pemahaman, pemecahan, masalah sebagai aspek utama dalam proses belajar. Dasar pemikiran yang dikemukan oleh Wartneimer ketika memunculkan teori ini adalah keseluruhan yang terorganisir adalah lebih bermakna dari bagian – bagian. Keseluruhan bukan pula penjumlahan dari bagian atau unsur – unsur. Menurutnya belajar adalah proses penguatan dan pemahaman terhadap stimulasi dan bagaimana reaksinya yang secara prisip disebutkan sebagai law of effect. Tingkah laku terutama dipengaruhi oleh efek, yakni tindakan yang membawa kesenangan bertambah dan yang mengganggu berkurang. Ia menganggap bahwa proses belajar yang komplek dapat dimengerti dengan melihat proses belajar yang paling sederhana yang dianggap sebagai dasar proses belajar.
Para ahli psikolog Gestalt berpendapat bahwa “hokum – hokum dan prinsip – prinsip yang berlaku dalam bidang pengamatan itu juga berlaku dalam bidang belajar dan berfikir”. Pendapat yang demikian itu dikemukan karena apa yang dipelajari dan dipikirkan itu bersumber dari apa yang dikenal lewat fungsi pengamatan, belajar dan berfikir itu pada hakikatnya adalah melakukan pengubahan struktur kognitif.
Berbeda dengan teori – teori behavioristik yang mengabaikan atau mengingkari perasaan atau pengertian (insight) dalam belajar, teori Gestalt justru menganggap bahwa “insight adalah inti belajar. Belajar yang sebenarnya selalulah insightfull learning”.  Jadi sumber  yang  nomor  satu  adalah dimengertinya hal  yang dipelajari. Ekperimen – ekperimen Kohler (1925) dipandang merupakan bukti mengenai hal ini.
Insightfull learning  yang merupakan bentuk utama belajar menurut teori Gestalt, itu mempunyai ciri sebagai berikut :
1.1  Insightfull learning itu tergantung kepada kemampuan dasar si belajar. Selanjutnya kemampuan dasar ini bergantung pada:
1)      Umur
2)      Keanggotaan dalam suatu spesies (kera berbeda kemampuannya dengan menusia)
3)      Perbedaan individual dalam suatu spesies ( orang yang cerdas berbeda kemampuannya dengan orang yang tidak cerdas.
1.2  Insighat bergantung pada pengalaman masa lampau yang relevan. Latar belakang ikut menentukan terjadinya insight, tetapi menjamin terjadinya.
1.3  Insight tergantung kepada pengaturan situasi yang dihadapi. Insightful insightfull learning hanya mungkin diperoleh (timbul) apabila situasi belajar itu diatur sedemikian rupa sehingga semua aspek yang diperlukan dapat diobservasi. Jika sarana yang diperlukan tersembunyi kegunaanya untuk menyelesaikan soal menjadi tidak mungkin dimanfaatkan atau setidak – tidaknya menjadi sukar.
1.4  Insight didahului dengan periode mencari dan mencoba – coba. Sebelumnya memecahkan problem – problem si subyek mungkin melakukan hal – hal yang kurang relevan terhadap pemecahan problem.
1.5  Pemecahan soal dengan pengertian dapat diulangi dengan mudah. Sekali sudah dapat memecahkan masalah dengan pengertian. Maka orang akan dengan mudah mengulang pemecahan itu, dan hal itu dilakukan secara langsung.
1.6  Sekali insight telah diperoleh, maka dapat dipergunakan untuk menghadapi situasi – situasi lain. Jadi disini ada semacam transfer of train yang ditrasfer bukan materi – materi dipelajari melainkan relasi – relasi dan generalisasi yang diperoleh melalui insight itu.situasi dan materi hal yang sama (yang menimbulkan insight) mungkin berbeda dari situasi dan materi hal yang baru, tetapi relasi – relasi dan generalisasinya sama.
1)             Teori Perilaku
1.7  Menurut Thorndike dalam (Nursalam,  :18) yang merupakan salah satu pendiri dari teori perilaku, belajar adalah proses tingkah laku antara stimulus (berupa pikiran, perasaaan atua gerakan) dan respon (yang juga bisa berbentuk pikiran, perasaan dan gerakan). Jelasnya, menurut Thorndike perubahan perilaku itu boleh berwujud sesuatu yang konkret (dapat diamati) atau nonkonkret (tidak dapat diamati). Meskipun Thorndike tidak menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku yang nonkonkret itu (pengukuran adalah salah satu hal yang menjadi obsesi semua penganut teori tingkah laku), tetpai teori Thorndike ini telah banyak memberikan inpirasi pakar lain yang datang sesudahnya. Teori Thorndike ini juga dikenal dengan teori koneksionis (connetionism).

2.      Teori Medan Kognitif (Kurt Lewin)
Teori belajar kognitif ditarik dari piper psikologi medan (field psychology) Kurt Lewin (1890 – 1947). Psikolog Jerman – Amerika ini menaruh perhatian terhadap motivasi manusia. Konsekuensinya teori medan telah berkembang tidak sebagai teori belajar, tetapi lebih banyak sebagai teori motivasi dan persepsi. Namun demikian mereka menerapkan teorinya kepada situasi belajar,. Konsep utamanya adalah life space  sebagai model dasar untuk belajar, termasuk segala sesuatu yang dibutuhkan seseorang untuk tahu mengenai pribadi agar dapat memahami tingkah lakunya yang konkrit dalam situasi psikologis yang spesifik pada suatu waktu tertentu.
Thesis dasar psikologi medan kognitif adalah bahwa setiap pribadi, sesuai dengan tingkat perkembangnya yang telah dicapai tahu bahwa bagaimana dan untuk apapun yang ia pikirkan adalah dirinya. Dalam proses ini ia berhubungan dengan tingkah laku yang membawa kearah tujuan paling kuat. Dalam teori medan kognitif, belajar dapat didefinisikan sebagai proses interaksional diman pribadi menjangkau wawasan – wawasan baru dan atau merubah sesuatu yang lama. Untuk meningkatkan belajar secara efektif, para dosen  harus peduli terhadap mereka sendiri dan orang lain.
Dari uraian mengenai beberapa hal yang dibahas dalam teori belajar medan kognitif ini. Dapat ditarik suatu kesimpulan dari berbagai sudut pandang, antara lain sebagai berikut :
2.1     Aspek Isi
 belajar medan kognitif ini memusatkan perhatiannya pada faktor psikologis pribadi yang sedang belajar. Faktor psikologis dari pribadi ini digambarkan atau dinyatakan dalam bentuk konsep yang disebut life space. Konsep  life space  ini berisikan antara lain: kebutuhan, tujuan, vector, barrier, lingkungan psikologis dan pribadi dan individu yang bersangkutan.
2.2     Aspek Kegunaan
Dengan dipahami konsep life space oleh para pengajar atau dosen, maka mereka memperoleh tambahan pengetahuan yang berharga guna dapat memahami tingkah laku peserta didik. Dengan demikian dosen dapat meramalkan, mengarahkan tingkah laku peserta didik menurut kehendak peserta didik sesuai dengan tujuan belajar yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian proses belajar dapat berlangsung secara efektif. Lebih daripada itu, dengan memahami konsep life space maka pengajar atau dosen dapat pula belajar mengenal dan memahami diri mereka sendiri untuk selanjutnya dapat mengembangkan pribadinya sendiri.
2.3     Aspek Prinsip Belajar
Dengan merubah dan mengembangkan life space seseorang maka akan membawa pengaruh pula ada tingkah laku dari individu yang bersangkutan. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa dengan merubah life space seseorang berarti merubah tingkah laku.

3.      Jean Piaget
Menurut Jean Piaget, proses belajar pada dasarnya terdiri atas tiga bagian, yaitu asimilasi, akomodasi, dan ekuillibrasi (penyeimbangan). Proses asimilasi adalah proses penyatuan (pengintegrasian) inmformasi baru kedalam struktur kognitif yang sudah ada dalam bentuk mahasiswa. Proses akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Sedangkan proses ekuillibirasi adalah penyesesuaian kesinabungan antara asimilasi dengan akomodasi. Katakalah seorang mahasiswa yang sudah mengetahui prinsip penjumlahan, jika dosennya memperkenalkan prinsip perkalian, maka terjadilah proses pengintegrasian antara prinsip penjumlahan (yang sudah ada dibenak mahasiswa) dengan prinsip perkalian (sebagi informasi baru) yang disebut dengan proses asimilasi.
Jika mahasiswa ini diberi soal perkalian, maka situasi ini disebut akomodasi, yang dalam hal ini berarti pemakaian (aplikasi) prinsip perkalian tersebut dalam situasi yang baru dan spesifik. Agar mahasiswa itu terus mengembangkan dan menambah ilmunya sekaligus menjaga stabilitas mental dalam dirinya, maka diperlukan proses penyeimbangan. Proses inilah yang disebut ekuillibrasi, yaitu proses penyeimbangan antara dunia luar dengan dunia dalam. Tanpa proses ini, perkembangan kognitif seseorang akan tersendat – sendat dan  berjalan tidak teratur (disorganizer). Dalam hal ini, dua orang yang mempunyai jumlah informasi yang sama diotaknya mungkin mempunyai kemampuan akuilibrasi yang berbeda. Seseorang dengan kemampuan yang baik akan mampu menata berbagai informasi dengan urutan yang baik, jenis, dan logis. Sedangkan rekannya yang tidak memiliki kemampuan ekuillibrasi sebaik itu akan cendrung menyimpan semua informasi yang ada secara tidak teratur, karena itu orang ini juga cendrung mempunyai alur berfikir yang tidak sistematis, tidak logis, dan berbelit – belit.  
Menurut Piaget, “proses belajar harus disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif yang dilalui mahasiswa”. Piaget membaginya ke dalam empat tahapan yaitu : tahap sensorimotor (1,5 – 2 tahun), tahap praoperasional (3- 7 tahun), tahap operasional konkrit (8 – 13 tahun), dan tahap operasional formal (14 tahun atau lebih). Proses belajar yang dialami seorang anak pada tahap sensorimotor tentu berbeda dengan proses belajar yang dialami seorang anak yang sudah mencapai tahap kedua (praoperasional) dan berbeda pula dengan apa yang dialami anak lain yang telah sampai tahap yang lebih tinggi (operasional konkrit dan operasional formal). Secara umum, semakin tinggi tingkat kognitif seseorang, semakin teratur dan semakin abstrak pula cara berfikirnya. Dengan demikian, dosen diharapkan mampu memahami tahap – tahap perkembangan mahasiswa serta memberikan materi pelajaran dalam jumlah dan jenis yang sesuai dengan tahap – tahap tersebut.
Dosen mengajarkan akan tetapi tidak menghiraukan tahapan – tahapan ini akan cendrung menyulitkan mahasiswanya. Misalnya saja mengajarkan konsep – konsep abstrak tentang Pancasila kepada sekelompok mahasiswa kelas 2 SD tanpa ada usaha untuk mengkonkretkan konsep – konsep tersebut justru akan lebih membingungkan anak.

4.      David Ausubel
Sebagai pelopor aliran kognitif, David Ausubel mengemukakan teori belajar bermakna (meaningfull learning). Belajar bermakana adalah proses mengaitkan dalam informasi baru dengan konsep – konsep yang relevan dan terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Dapat dikatakan sebagai belajar bermakna apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1)      Materi yang dipelajari melakasanakan belajar bermakna secara potensial
2)      Anak yang belajar bertujuan melaksanakan bermakna
Berdasarkan pandangan tentang belajar bermakna , maka David mengajukan empat prinsip pembelajaran yaitu :
1.1 Menurut Ausubel, mahasiswa akan belajar dengan baik apabila apa yang disebut pengatur kemajuan belajar (advance organizer) didefinisikan dan dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada mahasiswa. Pengatur kemajuan belajar adalah konsep informasi umum yang mewadahi mencangkup semua isi pelajaran yang akan diajarkan kepada mahasiswa. Ausubel paercaya bahwa advance organizer dapat memberikan tiga manfaat yaitu :
1)      Dapat menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi pelajaran yang akan dipelajari oleh mahasiswa
2)      Berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara apa yang sedang dipelajari mahasiswa saat ini dengan apa yang akan dipelajari
3)      Mampu membantu mahasiswa untuk memahami bahan ajar secara lebih mudah.Untuk itu, pengetahuan dosen terhadap isi mata pelajaran harus sangat baik. Hanya dengan cara tersebut seorang dosen mampu menemukan informasi yang menurut Ausubel sangat abstrak, umum dan inklusif mewadahi apa yang akan diajarkan. Selain itu, logika berfikir dosen juga dituntut sebaik mungkin. Tanpa memiliki logika yang baik, maka dosen akan kesulitan memilah pelajaran serta merumuskan dalam rumusan yang singkat dan padat dan mengatur materi demi materi itu ke dalam struktur urutan yang logis dan mudah dipahami.
1.2 Diferensiasi progresif adalah dalam proses belajar dari umum ke khusus
1.3 Belajar Superodinat adalah proses struktur kognitif yang mengalami pertumbuhan kearah deferensiasi, terjadi sejak perolehan informasi dan diasosiasikan dengan konsep dalam struktur kognitif tersebut.
1.4 Penyesuaian Integratif. Pada suatu saat mahasiswa akan menghadapi kenyataan bahwa dua atau lebih nama konsep digunakan untuk menyatakan konsep yang sama atau nama yang sama diterapkan pada lebih satu konsep.
Belajar penangkapan pertama kali dikembangkan oleh David Ausubel. Menurut Ausuabel mahasiswa tidak selalu mengetahui apa yang penting atau relevan untuk dirinya sendiri sehingga mereka memerlukan motivasi eksternal untuk melakukan kerja kognitif dalam mempelajari apa yang telah diajarkan di kampus. Adapun tugas dosen dalam teori belajar penangkapan ini adalah (1) menstrukturkan situasi belajar, (2) memeilih materi yang sesuai dengan mahasiswa (3) menyajikan materi pembelajaran secra terorganisir yang dimulai dari gagasan.
Inti belajar penangkapan yaitu pengajaran ekspositori yakni pembelajaran sistemik direncanakan oleh dosen mengenai informasi bermakna (meaningfull learning). Pembelajaran ekspositori terdiri atas tiga tahap yaitu :
1)      Penyajian advance organizer  yang merupakan pernyataan umum yang memperkenalkan bagian – bagian yang utama yang tercangkup dalam urutan pengajaran. Advance organizer berfungsi untuk menghubungkan gagasan yang disajikan di dalam pelajaran dengan informasi yang telah berbeda di dalam pikiran mahasiswa, dan memberikan skema organisasional terhadap informasi yang spesifik yang disajikan.
2)      Penyajian materi atau tugas belajar. Dalam tahap ini, dosen menyajikan materi pembelajaran yang baru dengan menggunakan metode ceramah, diskusi, film, atau menyajikan tugas – tugas belajar kepada mahasiswa, dan mempertahankan perhatian kepada mahasiswa serta pentingnya perorganisasian materi pelajaran yang dikaitkan dengan struktur yang terdapat didalam advance organizer. Dia menyarankan suatu proses yang disebut dengan diferensiasi progresif, dimana pembelajaran berlangsung setahap demi setahap, dimulai dari konsep umum ke konsep yang spesifik, contohnya dengan membandingkan konsep lama dengan konsep baru.
3)      Memperkuat organisasi kognitif. Ausubel menyarankan bahwa dosen mencoba mengaitkan informasi baru ke dalam struktur yang telah direncanakan di dalam permulaan pelajaran, dengan cara mengingatkan mahasiswa bahwa rincian yang bersifat spesifik itu berkaitan dengan gambaran informasi yang bersifat umum. Pada akhir pembelajaran mahasiswa diharapkan memberikan pertanyaan terhadap materi yang baru dipelajari, disamping itu juga perlu memberikan pertanyaan kepada mahasiswa untuk mengetahui pemahaman mahasiswa terhadap materi.
Disamping itu Ausubel juga berpendapat bahwa “ belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi. Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi itu disajikan kepada mahasiswa, melalui penerimaan dan penemuan. Belajar penerimaan menyajikan materi dalam bentuk final, dan belajar penemuan mengharuskan mahasiswa untuk menemukan sendiri sebagian atau keseluruhan materi yang diajarkan. Dimensi kedua berkaitan dengan bagaiman cara mahasiswa dapat mengaitkan informasi pada struktur kognitif yang telah dimilikinya, ini berarti belajar bermakna. Factor – factor yang mempengaruhi belajar bermakna adalah struktur kognitif yang ada, stabilitas, dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi tertentu dan pada waktu tertentu. Sifat – sifat struktur kognitif menentukan validitas dan kejelasan arti – arti yang timbul waktu informasi itu masuk ke dalam struktur kognitif itu, demikian pula sifat proses yang terjadi. Jika struktur itu stabil dan diatur dengan baik maka arti – arti yang sahih dan jelas tidak meragukan akan timbul dan cendrung bertahan dan begitu sebaliknya”.
Empat tipe belajar menurut Ausubel yaitu :
1)      Belajar dengan penemuan yang bermakna yaitu mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya dengan materi pelajaran yang dipelajari itu. Atau sebaliknya, mahasiswa terlebih dahulu menemukan pengetahuannya dari apa yang ia pelajari kemudian pengetahuan baru tersebut ia kaitkan dengan pengetahuan yang sudah ada
2)      Belajar dengan penemuan yang tidak bermakna yaitu pelajaran yang dipelajari ditemukan sendiri oleh mahasiswa tanpa mengaitkan pengetahuan yang dimilikinya kemudian dihafalkan
3)      Belajar menerima (ekspositori) yang bermakna yaitu materi pelajaran yang telah tersusun secara logis disampaikan kepada mahasiswa sampai bentuk akhir, kemudian pengetahuan yang baru ia peroleh itu dikaitkan dengan pengetahuan yang lain yang telah ada.
4)      Belajar menerima (ekspositori) yang tidak bermakna yaitu materi pelajaran yang telah tersusun secara logis disampaikan kepada mahasiswa sampai bentuk akhir, kemudian pengetahuan yang baru ia peroleh dihafalkan tanpa mengaitkan dengan pengetahuan lain yang telah dimilikinya.
Persyaratan agar belajar menerima menjadi bermakna menurut Ausubel ada tiga yaitu :
a)      Belajar menerima yang bermakna hanya akan terjadi apabila mahasiswa memiliki strategi belajar bermakna
b)      Tugas – tugas belajar yang diberikan kepada mahasiswa harus disesuaikan dengan pengetahuan yang telah dimilikinya
c)      Tugas – tugas yang diberikan harus sesuai dengan tahap perkembangan intelektual siswa.

5. Jerome Bruner
Jerome Bruner dilahirkan pada tahun 1915. Jerome Bruner seorang ahli psikolog yang terkenal dan telah banyak menyumbang penulisan tentang pembelajaran, beliau bertugas sebagai professor psikologi di Universiti Harvard di Amerika Serikat dan dilantik sebagai pengarah dipusat pengajaran kognitif tahun 1961 – 1972. Dalam mempelajari manusia, ia menganggap manusia sebagai proses, pencipta, dan pemikir. Bruner menganggap, bahwa belajar itu meliputi tiga proses kognitif yaitu : memperoleh informasi baru, tranformasi pengetahuan, dan menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan. Pandangan terhadap belajar konseptualisme instrumental ini didasarkan pada dua prinsip, yaitu pengetahuan orang tentang alam didasarkan pada model – model mengenai kenyataan yang dibangunnya, dan model – model itu diadaptasikan kegunaan bagi orang itu. Menurut Bruner belajar bermakna hanya dapat terjadi melalui belajar penemuan. Pengetahuan yang diperoleh melalui belajar penemuan akan bertahan lama, dan mempunyai efek transfer yang baik. Belajar penemuan meningkatkan penalaran dan kemampuan berfikir secara bebas dan melatih ketrampilan – ketrampilan kognitif untuk menemukan dan memecahkan masalah. Teori instruksi menurut Bruner meliputi :
1)      Pengalaman – pengalaman optimal bagi mahasiswa untuk mau dan dapat belajar, ditinjau dari segi aktivitas, pemeliharaan dan pengarahan
2)      Penstrukturan pengetahuan untuk pemahaman optimal, ditinjau dari segi cara penyajian ekonomi dan kuasa
3)      Perincian unrutan – urutan penyajian materi pelajaran secara optimal, dengan memperhatikan faktor – faktor belajar sebelumnya, tingkat perkembangan anak, sifat materi pelajaran dan perbedaan individu
4)      Bentuk dan pemberian reinforsemen
Bruner mengusulkan teori yang disebut free discovery learning. Menurut teori ini proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika dosen memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk dapat menemukan suatu aturan, seperti konsep, teori, definisi dan sebagainya melalui contoh – contoh yang menggambarkan aturan yang menjadi sumbernya. Dengan kata lain mahasiswa dibimbing secara indukatif untuk memahami suatu kebenaran umum. Untuk memahami konsep kejujuran mahasiswa tidak semata – mata menghafal definisi kata kejujuran, melainkan dengan mempelajari contoh – contoh konkret dari kejujuran. Dari contoh – contoh itulah mahasiswa dibimbing untuk mendefinisikan kata jujur. Lawan dari pendekatan ini disebut ekspositon (belajar dengan cara menjelaskan). Dalam hal ini mahasiswa disodori sebuah informasi umum dan diminta untuk menjelaskan informasi tersebut melalui contoh – contoh khusus dan konkret. Berdasarkan contoh di atas, mahasiswa pertama – tama diberi definisi tentang kejujuran, dari definisi itulah mahasiswa diminta untuk mencari contoh – contoh konkret yang dapat menggambarkan makna kata tersebut. Proses belajar ini jelas berjalan secara deduktif.
Dalam teori belajarnya Jerome Bruner  berpendapat bahwa “kegiatan belajar akan berjalan dengan baik dan mahasiswa kreatif jika mahasiswa menemukan sendiri suatu aturan dan kesimpulan. Dalam hal ini Bruner membedakan menjadi tiga tahap yaitu :
1)      Tahap infomasi yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman baru
2)      Tahap tranformasi yaitu tahap memahami, mencerna dan menganalisis pengetahuan baru serta mentranformasikan dalam bentuk baru yang mungkin bermanfaat untuk hal – hal lain
3)      Tahap evaluasi yaitu tahap untuk mengetahui apakah hasil tranformasi pada tahap kedua tadi benar atau tidak”.
Ciri khas pembelajaran menurut Bruner ada 4 yaitu :
a)      Empat tema tentang pendidikan. Tema pertama mengemukakan pentingnya arti struktur pengetahuan. Hal ini perlu karena dengan struktur pengetahuan dosen menolong mahasiswa untuk melihat bagaiman fakta – fakta yang kelihatannya tidak ada hubungan yang dapat dihubungkan satu dengan yang lainnya. Tema kedua adalah tentang kesiapan belajar. Menurut Bruner kesiapan belajar terdiri atas penguasaan ketrampilan – ketrampilan yang lebih sederhana yang dapat mengizinkan seseorang untuk mencapai ketrampilan – ketrampilan yang lebih tinggi. Tema ketiga adalah menekankan pada nilai intuisi dalam proses pendidikan. Dengan intuisi, tehnik – tehnik intelektual untuk sampai pada formulasi – formulasi tentatif tanpa melaui angkah – langkah analisis untuk mengetahui apakah formulasi – formulasi itu merupakan kesimpulan yang sahih atau tidak. Tahap keempat adalah tentang motivasi atau keinginan untuk belajar dan cara – cara yang tersedia pada para guru untuk merangsang motivasi itu.
b)      Model dan kategori. Pendekatan Bruner terhadap belajar didasarkan pada dua asumsi. Asumsi pertama adalah bahwa perolehan pengetahuan merupakan suatu proses interaktif. Dimana berlawanan dengan teori perilaku, Bruner yakin bahwa perubahan tidak hanya terjadi pada lingkungan akan tetapi pada lingkungan dan dirinya sendiri. Asumsi kedua adalah bahwa orang mengkontruksi pengetahuannya dengan menghubungkan informasi yang masuk dengan informasi yang disimpan.
c)      Belajar sebagai proses kognitif. Bruner mengemukan bahwa belajar melibatkan tiga hal yang berlangsung hampir secara bersamaan. Ketiga proses itu (1) memperloeh informasi baru (2) tranformasi informasi dan (3) menguji relevansi dan ketepatan informasi baru. Informasi baru dapat merupakan penghalusan dari informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang atau informasi itu dapat bersifat sedemikian rupa sehingga berlawanan dengan informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang. Dalam mentranformasikan pengetahuan seseorang memperlakukan pengetahuan agar cocok dengan tugas baru. Jadi, tranformasi menyangkut cara kita memperlakukan pengetahuan, apakah dengan cara ektrapolasi atau dengan mengubah bentuk lain.
d)     Ciri khas teori Bruner dan perbedaannya dengan teori yang lain. Teori Bruner mempunyai ciri khas daripada teori belajar yang lain yaitu tentang discovery yaitu belajar dengan menemukan konsep sendiri. Disamping itu, teori Bruner ini banyak menuntut pengulangan – pengulangan, maka desain yang berulang – ulang itu disebut kurikulum spiral kurikulum. Secara singkat, kurikulum spiral menuntut dosen untuk memberi pelajaran setahap demi setahap dari yang sederhana hingga yang kompleks, dimana materi yang telah diberikan suatu saat muncul kembali secara terintegrasi di dalam suatu materi baru yang lebih kompleks. Demikian seterusnya sehingga mahasiswa telah mempelajari suatu ilmu pengetahuan secara utuh. Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan yang menunjukkan beberapa kebaikan yaitu :
1)) Pengetahuan lama diingat
2)) Hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang baik
3))Secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran mahasiswa dan kemampuan untuk berfikir secara bebas.
Hampir semua orang dewasa ini melalui penggunaan tiga sistem keterampilan untuk menyatakan kemampuannya secara sempurna. Ketiga sistem keterampilan itu adalah yang disebut tiga cara penyajian (modes of presentation) oleh Bruner. Ketiga cara itu adalah sebagai berikut :
1)      Enactive dimana mahasiswa belajar tentang dunia melalui tindakannya pada objek, mahasiswa melakukan aktivitas – aktivitasnya dalam usahanya memahami lingkungan
2)      Iconic, dimana terjadi melalui penggunaan model dan gambar
3)      Symbolic, yang mendeskripsikan kapasitas dalam berfikir abstrak, mahasiswa mempunyai gagasan – gagasan abstrak yang banyak dipengaruhi bahasa dan logika dan komunikasi yang dilakukan dengan pertolongan sistem simbol. Semakin dewasa sistem simbol ini semakin dominan.
Asumsi secara umum tentang teori belajar kognitif yaitu:
a.       Bahwa pembelajaran baru berasal dari proses pembelajaran sebelumnya,
b.      Belajar melibatkan adanya proses  informasi,
c.       Permaknaan berdasarkan hubungan dan
d.      Proses kegiatan belajar mengajar menitikberatkan pada hubungan dan strategi.

2.2 Penggunaan Teori Belajar Kognitif
Sesuai dengan pemaparan diatas tentang teori kognitif adapun penggunaan daripada teori kognitif ini. Teori psikologi ini digunakan untuk membentuk hubungan yang teruji, yang teramalkan dari tingkah laku orang – orang pada ruang kehidupan mereka secara spesifik sesuai dengan situasi psikologinya. Untuk dapat memahami atau memprediksikan suatu perilaku, dosen harus memperhatikan mahasiswa dengan lingkungan psikologisnya sebagai pola dari fakta dan fungsi – fungsi yang saling membutuhkan. Dengan dikembangkan teori kognitif ini mampu memberikan sebuah jalan kepada dosen untuk dapat memahami mahasiswa dan juga memahami dirinya sendiri sebagai seorang pengajar. Belajar menurut teori kognitif adalah sebuah proses interaksional seseorang memperoleh pemahaman baru atau struktur kognitif dan mengubah hal – hal yang lama. Dengan teori ini dosen akan terbantu dalam memahami mahasiswa dan dirinya sendiri, sehingga belajar menjadi efektif.
Teori belajar kognitif dibentuk dengan tujuan mengkrontruksi prinsip – prinsip belajar secara ilmiah. Hasilnya berupa prosedur – prosedur yang dapat diiterapkan pada situasi kelas untuk mendapatkan hasil yang sangat produktif. Teori belajar kognitif menjelaskan bagaimana seseorang mencapai pemahaman atas dirinya dan lingkungannya lalu menafsirkan bahwa diri dan lingkungan psikologinya merupakan faktor – faktor yang kait – mengait. Teori ini dikembangkan berdasarkan tujuan yang melatarbelakangi perilaku, cita – cita, cara – cara, dan bagaimana seseorang memahami diri dan lingkungannya dalam usaha untuk mencapai tujuan dirinya. Setiap pengertian yang diperoleh dari memahami diri sendiri dan lingkungan disebut insight.
Secara rinci dapat dirumuskan penggunaan dari teori belajar kognitif ini adalah sebagai berikut :
1)      Teori ini digunakan membentuk hubungan yang teruji, teramalkan dan tingkah laku orang – orang pada ruang kehidupan mereka sendiri secara spesifik sesuai dengan situasi psikologisnya
2)      Membantu dosen untuk memahami orang lain, terutama mahasiswa, dan membantu dirinya sendiri
3)      Mengkontruksi prinsip – prinsip ilmiah yang dapat diterapkan dalam kelas dan untuk menghasilkan prosedur yang memungkinkan belajar menjadi produktif
4)      Teori belajar kognitif menjelaskan seseorang mencapai pemahaman atas diri dan lingkungannya lalu menafsirkan bahwa diri dan lingkungannya merupakan faktor yang saling berkaitan.
  
2.3 Manfaat Teori Belajar Kognitif
Dengan digunakannya teori belajar kognitif dalam proses pembelajaran, seperti model teori belajar kognitif yang diterapkan dalam dunia pendidikan seperti model belajar penemuan dari Bruner, model belajar bermakna dari Ausubel perkembangan intelektual dari Jean Piaget dan model life space oleh Kurt Lewin, ternyata  banyak manfaat yang ditimbulkan. Misalnya saja :
1)      Dengan dipahami konsep life space (memperhatikan keadaan psikologis) dosen dapat meramalkan, mengarahkan tingkah laku peserta didik menurut kehendak peserta didik sesuai dengan tujuan belajar yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian proses belajar dapat berlangsung secara efektif. Lebih daripada itu, dengan memahami konsep life space maka pengajar atau dosen dapat pula belajar mengenal dan memahami diri mereka sendiri untuk selanjutnya dapat mengembangkan pribadinya sendiri sehingga terjadinya perubahan tingkah laku. (Kurt Lewin)
2)      Dengan model pembelajaran discovery pemahaman mahasiswa terhadap informasi baru lebih lama diingat karena informasi yang baru didapat dihubungkan langsung dengan pemahaman sebelumnya sehingga ada kesinabungan antara informasi yang baru dengan informasi yang lama. (Bruner)
3)      Dengan model pembelajaran bermakna atau meaningfull learning pemahaman mahasiswa akan semakin kuat karena belajar bermakana terjadi apabila informasi yang diterima oleh mahasiswa mempunyai kaitan erat dengan konsep yang sudah ada atau yang sudah diterima sebelumnya dan tersimpan dalam struktur kognitif. (Ausubel)
4)      Dengan diterapkannya teori belajar kognitif ini dapat memberikan sumbangsih bagi dosen dan mahasiswa, dimana dosen harus memperhatikan mahasiswa secara khusus terhadap kegiatan belajar baik itu dalam melaksanakan tes, pemberian tugas sehingga manfaat dari ilmu yang tertuang dalam tugas -  tugas itu memberikan pengaruh terhadap perkembangan struktur kognitif mahasiswa dan terjadi jalinan yang baik antara ilmu yang baru dengan ilmu yang telah ada sebelumnya. Sehingga akan tercipta sebuah proses pembelajaran yang efektif.


DAFTR PUSTAKA
Ferry, Nursalam. Pendidikan dalam Keperawatan. Surabaya : Salendra Medika
Susilo, Rakhmat. 2011. Pendidikan Kesehatan dalam Keperawatan. Yogyakarta : Nuha Medika
Winataputra, Udin s. 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Universitas Terbuka













Tidak ada komentar:

Posting Komentar