Selasa, 17 Desember 2013

Pengantar Veda (resume)

BAB I PENDAHULUAN
1.1  Apakah itu weda?
1)            Weda sebagai kitab Suci
Weda yang dikatakan sebagai kitab suci Agama Hindu artinya buku ini dinyakini dan dipedomi oleh umat Hindu sebagai satu – satunya sumber bimbingan dan informasi yang diperlukan dalam kehidupan mereka sehari –hari ataupun untuk melakukan pekerjaan tertentu. Yang dinyatakan sebagai kitab suci karena sifat isinya dan yang menurunkan pun adalah Tuhan yang Maha Suci yang sebagai ajaran suci untuk membimbing dan tuntunan umatnya kejalan hidup yang suci.

2)            Weda Sebagai Ilmu Pengetahuan
Weda  berasal dari kata sansekerta yang akar katanya Wid yang artinya mengetahui yang  berarti pula pengetahuan. Namun tidak semua pengetahuan dapat dikatakan sebagai weda, karena Weda pada dasarnya pengetahuan yang diturunkan oleh Tuhan kepada umat manusia sebagai wahyunya.

3)            Weda Sebagai Wahyu Tuhan YME
Seperti apa yang diungkapkan dalam saramuccaya 37 dan manawadharmasastra II.10.1 yang pada intinya menyatakan bahwa “sesungguhnya Sruti adalah Weda dan Smrti adalah Dharmasastra”

4)            Weda Sebagai Mantra
Weda dikenal sebagai mantra, pengertian ini dapat kita angkat dari satu konsep penjelasan yang menguraikan bahwa Sruti itu terdiri atas tiga bagian, yaitu :
1.            Mantra yaitu untuk menanamkan semua kitab suci Hindu yang tergolong Catur Weda, yaitu Rg Weda, Yjurweda, Samaweda, dan Atharwaweda
2.            Brahmana atau Karmakanda yaitu untuk menanamkan semua jenis yang merupakan suplemen kitab mantra, yang isinya khusus membahas aspek karma atau yajna
3.            Upanisad dan aranyaka atau yang dikenal dengan nama Jnanakanda, yaitu penanaman semua macam buku Sruti yang terdiri atas 108 buah kitab Aranyaka dan Upanisad. Isinya khusus membahas aspek pengetahuan yang bersifat filsafat.
Oleh karena kitab Upanisad, Bramana maupun Aranyaka tidak pernah dikatakan kitab mantra, maka jelas pengertian mantra khusus mencangkup catur Weda saja. Mantra pengertian lebih sempit dari weda itu sendiri.

1.2  Bahasa Dalam Weda
Bahasa yang digunakan dalam weda adalah bahasa dewa – dewa atau yang disebut dengan bahasa Daiwi Wak. Weda dilihat dari segi bahasa digunakan bahasa Sanskerta, namun lebih dikenal dengan bahasa Daiwi Wak, seperti halnya dalam Dharmasastra, Itihasa, Purana dll. Bahasa dalam weda dapat diklasifikasikan dengan tiga jeis yaitu :
1)   Sankerta
2)   Sankerta Klasik
3)   Sankerta Campuran

1.3  Cara Weda Diwahyukan
Weda itu tidak diwahyukan kepada sembarang orang tetapi bagi mereka yang telah tekun mengadakan tapa brata dan Semadhinya yang telah bertahun – tahun sehingga mereka menjadi peka dan cepat mengetahui segala sesuatu yang akan terjadi. Ada tiga cara weda itu diwahyukan adalah sebagai berikut :
1)      Turunnya wahyu yang bersifat abstrak, yang dimulai dari suara- suara gema biasa yang lebih diibaratkan sebagai suara pada AUM atau gemanya lonceng kemudian membentuk pengertian kepada maha Rsi istilah ini sering disebut dengan Swara Nada.
2)      Wahyu itu masuk kehati para maha Rsi sehingga tersusun pengertian atau kesan. Pikiran yang telah tersusun kemudian disampaikan dalam bentuk peringatan – peringatan yang dihadapi oleh manusia.
3)      Para maha Rsi secara langsung melihat kejadian dihadapannya, yang merupakan penglihatan gaib.

1.4  Maha Rsi
Nabi – nabi dalam agama Hindu disebut dalam bahasa sansekerta sebagai Rsi, seorang Rsi adalah tokoh pemikir dan pemimpin Agama Hindu. Dia adalah seorang guru dengan segala sifat – sifatnya yang istimewa. Dia adalah pemikir, selalu aktif, mengendalikan panca indriya nafsu, suka bersemadhi, melakukan yoga Samadhi, selalu mendekatkan diri dengan Tuhan, dia rendah hati dan tahan Uji. Sebagai pemimpin dia selalu memberi keteduhan dan kesejukan bagi siapa saja yang datang minta pertolongan padanya. Secara fungsional Rsi dibedakan menjadi tiga yaitu : Dewa Rsi, Brahma Rsi dan Raja Rsi. Dan lima jenis Rsi menurut kitab Matsya Purana dan Brahmanda purana yaitu : Brahma Rsi, Satya Rsi, Dewa Rsi, Sruta Rsi,  dan Raja Rsi. Adapun Sapta Rsi yang merupakan keluarga Maha Rsi yang paling banyak disebut ialah : Rsi Grtasamada, Rsi Wiswamitra, rsi Warmadewa,  Rsi Atri, Rsi Bharadwaja, Rsi Wasistha dan Rsi Kanwa

1.5  Weda Dan Kebangkitannya Kembali
Hampir tenggelamnya weda karena pandangan para pemuka – pemuka Hindu terdahulu yang terlalu mempribadi. Namun karena adanya penelitian bahasa termasuk penelitian weda yang dilakukan sarjana barat pada abad XVII yang sebenarnya bertujuan untuk memperkokoh dan memperluas  kekuasaan imperialismenya. Hal ini terbukti dengan dibukanya jurusan Indologi yang pada umunya mempelajari tentang struktur budaya Hindu oleh sarjana barat. Namun kekuatan itu diimbangi dengan adanya gerakan untuk melawan penjajah oleh rakyat India termasuk juga perjuangan keagamaan. Pembaharuan – pembaharuan pun terus dilakukan  yang mana gerakan ini dipelopori oleh Brahma Samaj dan Arya Samaj.  Tidak hanya itu, tetapi juga dikembangkannya Indologi itu kepada Negara anak benua untuk menambah wawasan mereka tentang struktur  budaya yang mereka miliki. Sekitar tahun 1950 penulisan buku – buku yang bersumber dari weda. Dan pada tahun 1980 penelitian weda boleh dikatakan mencapai puncaknya baik tentang tulisan dan bahasanya yang memiliki banyak manfaat untuk kehidupan ini. Namun kita jangan berbangga hati dan berhayal atas kejayaan ini tetapi tetap berjuang untuk hari esok dan tetap melakukan perbaikan terhadap pandangan – pandanga yang keliru tentang Weda.

BAB II KODIFIKASI WEDA DAN PERKEMBANGNNYA
2.1 Upaya Untuk Kodifikasi Perlu
Upaya untuk melakukan kodifikasi yang diprakarsai oleh Bhagawan Wyasa (Byasa) patut kita hargai dan hormati. Upaya untuk mengkodifisir  mantra-mantra itu dalam sistematika seperti  yang kita warisi sekarang ini, bukan merupakan usaha satu orang melainkan merupakan satu kerja team yang sangat baik. Ini dapat berhasil karena pengaruh Bhagawan Byasa yang cukup disegani dan dihormati oleh para Rsi lainnya.

2.2 Hubungan Guru Dengan Parampara
Mempelajari weda dan mewariskan ajarannya termasuk sabda yang telah diturunkan, kesemua ini merupakan suatu proses yang berdiri sendiri dan sangat besar pengaruhnya dalam memelihara keutuhan Weda baik isi maupun idealismenya.  Peranan seorang rsi yang juga sekaligus berfungsi sebagai guru sangat menentukan. Disamping itu peranan seorang siswa (murid atau santri) yang belajar matra itu dari seorang Rsi harus dalam kondisi yang harmonis dan sempurna. Mereka akan terikat oleh seuatu kode etik dan bersifat sakral melalui sistem penerimaan dan upacara yang disebut diksa, baik dalam bentuk upanayana maupun dalam bentuk lainnya. Seorang siswa harus diikat dalam aturan-aturan serta disiplin moral untuk selalu berkata terus terang dan benar serta jujur. Dengan demikian seorang siswa atau santri tidak berani berbohong dan apalagi mempergunakan mantra itu secara keliru. Ini dianggap sebagai suatu kesalahan besar yang berakibat ia harus menebus dosa dengan kesalahan itu. Sebagai akibatnya maka dapat dibayangkan bahwa semua sabda sebagai wahyu yang diajarkan oleh seorang guru kepada para sisyanya benar-benar aman dari korupsi. Sistem moduling proses transformasi seperti ini dikenal dengan nama sistem guru parampara.

2.3 Dasar Pengkodifikasian Yang Ditempuh
Kalau kita perhatikan secara seksama mengenai isi dan samhita yang ada sekarang, tampak adanya metode dan sistim pengkodifikasiannya telah dilakukannya secara cermat dan terkoordinir dengan baik. Di dalam kitab Brahmanda Purana, kita mendapatkan keterangan mengenai cara kodifikasi. Walaupun keterangan yang diberikan mungkin tidak benar sepenuhnya, namun secara teoritis, teori yang dikemukakan di dalamnya sangat masuk akal. Secara umum menurut teori reletivitas dikemukakan bahwa Weda untuk pertama diturunkan pada jaman Krta-yuga. Kemudian selama masa Treta yuga, weda dipelajari, dan pada jaman dwapara weda mulai mendapat perhatian untuk dikodifikasi. Penghimpunan weda pada saat penelitiannya didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :
a.       Penghimpunan Berdasarkan Umur Mantra Itu Diturunkan
Berdasarkan umur atau usia mantra-mantra itu dapat dibedakan mana yang paling tua dan mana mantra-mantra yang turun kemudian. Artinya yang pertama diturunkan Rg. Weda merupakan data tertua tentang Agama Hindu.

b.      Penghimpunan Didasarkan Atas Pengelompokan Isi Dan Peruntukkannya
Berdasarkan isi dan peruntukkannya Weda dibagi menjadi 2 yaitu :
1.      Sruti isinya :
1.      Mantra samhita seperti Rg.Weda, Sama Weda, Yayur Weda dan Atharwa Weda.
2.      Kitab Brahmana adalah karma kanda/tata cara melakukan upacara yadnya
3.      Kitab upanisad/Aranyaka adalah jnana kanda. Upanisad adalah tuntunan hidup berumah tangga (grhasta), Aranyaka adalah tuntunan bagi seorang samnyasin.
c.       Penghimpuan berdasarkan atas dasar resensi menurut keluarga Rsi yang menerima atau pengubahnya.
2.      Smerti

BAB III SRUTI
3.1           Pengertian Sruti, Samitha Dan Mantra
Manu dalam kitab Manawadharmasastra mengemukakan bahwa ‘Sruti’ itu sesungguhnya tidak lain adalah Weda. Menurut arti kata Sruti itu sendiri, kata itu berarti wahyu atau revelation. Jadi yang dimaksud dengan Sruti adalah Kitab Wahyu Tuhan Yang Maha Esa. Samhita adalah himpunan atau kumpulan. Adapun yang diartikan dengan kumpulan atau himpunan ini tidak lain adalah pengelompokan isi yang dikumpulkan menurut fungsinya sehingga membentuk sebuah buku atau lebih. Satu himpunan yang lengkap menurut sistematika kodifikasi Weda itu terdiri atas tiga naskah utama yaitu MantraSamhita, Brahmana, dan Aranyaka/Upanisad. Adapun yang dimaksud dengan mantra adalah semua wahyu yang telah diubah dalam bentuk chanda. Asal mula terbentuknya mantra bersumber dari sabda atau suara yang dinyatakan sebagai sabda Brahman (Tuhan Yang Maha Esa). Dinyatakan bahwa mantra itu sendiri adalah Citta-Sakti. Didalam kitab Wiswa-sara Tantra dinyatakan bahwa para Brahman pada waktu pewahyuan itu merupakan wujud sabda. Atas dasar itu maka semua mantra intinya adalah sabda yang merupakan perwujudan daripada Brahman.

3.2 Pembagian Sruti Dalam Samitha
Pada garis besar selurh sruti dapat kita bagi atau kelompokkan dalam empat samhita yang dikenal dengan nama Catur Weda Samhita yang meliputi :
1)      Rg.Weda Samhita merupakan kumpulan mantra yang memuat ajaran-ajaran umum dalam bentuk pujaan (Rc atau Rcas). Arc = memuja (Arc. Rc ). Kitab ini dikumpulkan dalam berbagai resensi seperti resensi Sakala, Baskala, Aswalayana, Sankhyayana dan Mandukeya. Dari lima macam resensi yang masih terpelihara adalah resensi Sakala.
2)      Sama Weda Samhita merupakan kumpulan mantra yang memuat ajaran umum mengenai lagu-lagu pujaan. Sama Weda terbagi atas dua bagian yaitu bagian arcika terdiri atas mantra-mantra pujian yang bersumber dari Rg.Weda dan bagian Uttaracika yaitu himpunan mantra-mantra yang bersifat tambahan.
3)      Yajur Weda Samhita merupakan kumpulan mantra-mantra yang memuat ajaran umum mengenai pokok-pokok yajus, (pluralnya : Yajumsi). Jenis weda ini ada dua yaitu :
1.      Yajur Weda Hitam (Krisna Yajur Weda) yang terdiri dari 4 resensi yaitu Kanthakasamhita, Kapisthalakathasamhita, Taithiriyasamhita (terdiri atas dua aliran yaitu Apastamba, dan Hiranyakesin), Maitrayasamhita dan Kalapasamhita.
2.      Yajur Weda Putih (Sukla Yajur Weda) yang juga disebut Wajasaneyi samhita. Kitab ini terdiri atas dua resensi yaitu Kanwa dan Madhyandina.
4)      Atharwa Weda Samhita merupakan kumpulan mantra-mantra yang memuat ajaran yang bersifat magis. Atharwa Weda yang disebut Atharwangira. Kitab ini terpelihara dalam dua resensi yaitu  Resensi Saunaka dan Resensi Paippalada.

BAB IV SMRTI
4.1 Pengertian Smrti
         Smrti adalah merupakan kelompok kitab kedua sesudah kelompok Sruti (kitab wahyu) dan dianggap sebagai kitab hukum Hindu karena didalamnya banyak memuat tentang sariat Hindu yang disebut Dharma. Smrti sebagai Dharmasastra bersifat suplemen atau pelengkap dalam melengkapi keterangan yang terdapat di dalam kitab Sruti sehingga antara Sruti dan Smrti itu mesti selaras atau tidak bertentangan. Mengenai hal diatas, kita dapatkan dua keterangan yang termuat dalam sastra yaitu sebagai berikut :
Srutistu wedo wijneyo
Dharmasastra tu wai smrti
Terjemahannya :
Ketehuilah bahwa sesungguhnya Sruti itu adalah Weda
dan Dharmasastra adalah Smrti(manawadharmasastra bab II. 10. 1)

srutir wedah samakhyato
dharmasastram tu wai smrti
Terjemahannya :
Yang dimaksud dengan Sruti itu sama dengan Weda dan dharmasastra sesungguhnya Smrti (sarasamuccya 37)

4.2 Berbagai Macam Dharmasastra
         Macam Dharmasatra sangat banya dan penulisannya pun berbagai macam. Dimana salah satu dharmasastra yang paling lengkap dan yang paling sempurna adalah kitab dharmasastra yang ditulis oleh Manu yang sebagai tokoh Maha Resi dan Brahma Rsi. Istilah manawadharmasastra dikenal sebagai sastra yang bernama manupadesa yang artinya Bhatara Manu. Upadesa artinya ajaran dan upadesa ini dapat pula diartikan sebagai Dharmasastra. Kitab Manu itu terdiri atas 10 Bab dan memuat hampir seluruh pedoman hidup manusia baik secara individu,, isinya mencangkup sangat luas.
         Kitab Yajnawalkyasmrti kitab yang sama kedudukannya dengan kitab Manu yang ditulis oleh Yajnawalkya. Yang terbagi atas tiga Bab yang membahas masalah Acara, Wyahara dan Prayascitta sebagai tonik utama. Kitab ini mendapat rekomendasi yang cukup luas, terutama tersebar luas di India yang kemudian menjadi dasar hukum yang digunakan oleh Mitaksara.

4.3 Kedudukan Smrti Sebagai Hukum Hindu
         Smrti dan Sruti telah dinyatakan sebagai sumber dharma, keduanya – duanya harus diterima sebagai weda dan sebagi dasar untuk merumuskan dharma. Merumuskan dharma artinya disini adalah bagaimana keduanya itu dijadikan sebagai penentu suatu perbuatan itu dharma atau bukan selaras dengan dharma. Apabila keduanya sebagai sumber dharma sudah barang tentu keduannya ini adalah sumber hukum Hindu. Smrti sebagai sumber hokum Hindu berarti smrti dinyatakan sebagai dharmasastra. Dharmasastra sebagai kitab hokum hindu  karena didalmnya memuat banyak aturan – aturan dasar yang mempunyai fungsi mengatur dan menentukan sangsi bila perlu.

BAB V WEDANGGA
5.1 Pengertian Wedangga
         Wedangga berasal dari kata Angga yang berarti badan atau batang tubuh. Jadi untuk mempelajari Weda itu harus dirumuskan sedemikian rupa, ibarat mempelajari tubuh manusia, kita harus mempelajari semua susunan yang ada dalam manusia itu agar kita mudah memahami apa sebenarnya manusia itu dan apa makna susunan itu. Dari weda itu perlu kita ketahui akar kata, kejadiannya, gaya bahasa, persamaan kata, berbagai kata kias, penggunaan bahasa dalam astronomi, termasuk berbagai macam aspek kajian filsafat yang terkandung. Wedangga sangat penting dan diperlakukan karena kitab ini secara tidak langsung berperan berbagai rambu – rambu lalu lintas sebagai pelita dan sebagai tonggak penuntun dalam memperlajari weda.

5.2 Kedudukan Wedangga Dalam Weda
         Kedudukan wedangga amatlah sangat penting dan sangat kuat sehingga tidak dapat dipisahkan dengan weda kalau kita ibaratkan seperti bayi dengan ibunya. Karena dengan wedangga akan membantu seseorang untuk mempermudah memahami dan mempelajari inti hakekat weda.

5.3 Berbagai Macam Wedangga
         Menurut cabang ilmu yang dibahas, Wedangga dapat dijabarkan menjadi enam kelompok yang disebut dengan sad wedangga. Sad artinya enam, adapun enam kelompok tersebut adalah sebagai berikut:
1)            Siksa yaitu ilmu tentang cara membaca dan cara mengeja
2)            Wyakarana yaitu ilmu yang mempelajari tentang tata bahasa
3)            Chanda yaitu ilmu yang mempelajari irama atau cara untuk melagukan syair Weda
4)            Nirukta yaitu ilmu tentang kosakata yang digunakan dalam Weda
5)            Jyotisa yaitu ilmu tentang perbintangan yang digunakan untuk menetukan hari baik dalam upacara tertentu
6)            Kalpa yaitu ilmu yang mempelajari tentang pedoman pelaksanaan upacara


BAB VI  GARIS – GARIS BESAR ISI WEDA
         Garis – garis besar weda dapat dikelompokkan menjadi empat bagian utama yaitu :
1)            Kelompok Wijnana yaitu kelompok yang membahas segala aspek pengetahuan termasuk yang didalamnya berbagai silsilah penting. Yang paling menonjol dalam aspek wijnana adalah aspek yang memberi keterangan dasar mengenai pandangan filsafat metafisika (ilmu yang mempelajari gejala – gejala alam atau benda itu) berdasarkan weda.
2)            Kelompok Karma adalah kelompok yang membahas segala teori dan infomasi dengan mantar bagaimana dunia ini diciptakan melalui satu kurban besar atau maha yajna yang dilakukan oleh Maha Purusa.
3)            Kelompok Upasana adalah kelompok yang membahas segala aspek pengetahuan yang ada kaitannya dengan petunjuk dan cara melakukan hubungan dengan Tuhan
4)            Kelompok jnana adalah kelompok yang membahas segala aspek pengetahuan sebagai ilmu murni

6.1 Ajaran Bhaktiyoga
         Kata bhakti dalam bhakti yoga berarti penghormatan yang dilakukan dengan penuh sujud, taat, patuh dan iman kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai sang pencipta dan penguasa. Dimana bhakti itu dapat diwujudkan dengan jalan kasih sayang terhadap semua mahluk ciptaannya.

6.2 Ajaran Jnanayoga
         Jnana yang artinya pengetahuan atau ilmu, dengan jalan jnana yoga artinya kita mengabdikan diri atau hidup ini dengan pengamalan ilmu yang kita miliki.

6.3 Ajaran Rajayoga
         Istilah raja yoga adalah merupakan singkatan untuk istilah Rajaguhyayoga, yaitu jalan pengungkapan rahasia yang paling utama (raja). Jenis ini juga disebut Rajawidya atau pengetahuan yang paling tinggi. Ukuran yang paling tinggi karena jenis ini pada intinya merupakan pengungkapan pengetahuan tentang Tuhan.

6.4 Ajaran Wibhutiyoga
         Tuhan dengan sifat – sifatnya yang mulia yang melebihi segala yang ada merupakan ajaran Wibhutiyoga. Dengan ungkapan bahwa Tuhan merupakan dewa dari semua dewa, yang maha bijaksana, maha mengetahui, maha adil, maha tinggi, maha kudus, terbaik yang paling baik,tertinggi yang paling tinggi, dan sebagainya yang merupakan ajaran Wibhutiyoga. Ajaran ini adalah penggambaran lahirriah sebagai hasil pengamatan bathin itu. Makna utama dalam ajaran wibhutiyoga berdasarkan bhagawangita adalah sebagai jawaban atau yang memberi jawaban atas pertayaan yang mempersoalkan sifat – sifat Tuhan.

6.5 Ajaran Karmayoga
         Karmayoga adalah ajarannya pada masalah – masalah keduniwian. Walaupun didalannya termasuk ajaran ritual, namun bentuk ajaran ritual ini dikaitkan pula pada msalah – masalah dunia. Yang bertujuan untuk memberi dasar spiritual pada masalah dunia.
        
BAB VII UPAWEDA
7.1 Pengertian Upaweda
         Istilah Upaweda diartikan sebagai weda yang lebih kecil dan merupakan kelompok kedua setelah Wedangga. Upa yang berarti dekat atau sekitar, dan weda berarti pengetahuan. Dengan demikian Upaweda berarti sekitar hal – hal yang bersumber dari weda. Upaweda meyangkut aspek pengkhususan untuk bidang tertentu.

7.2 Kedudukan Upaweda
         Upaweda pada dasarnya dinyatakan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan weda. Tiap buku merupakan pengkhususan dalam memberikan keterangan yang sangat diperlukan untuk mengetahui dalam weda. Upaweda berfungsi untuk meningkatkan pengertian dan pendalaman serta memberi penjelasan tentang berbagai yang terdapat dalam weda. Jadi kedudukannya sama dengan kedudukan wedangga terhadap weda.

7.3        Berbagai Macam Upaweda
          Ada empat bagian dari Upweda yang biasa disebut – sebut adalah sebagai berikut :
1)               Ayurweda
         Istilah yajurweda, berarti ilmu yang menyangkut bagaimana seseorang itu dapat mencapai umur panjang yang berfungsi untuk dapat mencapai umur panjang atau seratus tahun. Yang termasuk di dalamnya adalah ilmu pengobatan atau yang menjadi objek bidang kedokteran. Ayurweda juga berisikan ilmu yang menyangkut aspek jiwa dan jasmani. Adapun bagian dari ayurweda menurut isi kajiannya, adalah sebagai berikut :
1.      Salya yaitu ilmu tentang bedah dan cara pengobatannya
2.      Kayacikitsa  yaitu ilmu tentang jenis dan macam obat - obatan
3.      Salakya yaitu ilmu tentang berbagai macam penyakit pada waktu itu
4.      Bhutawidya yaitu ilmu tentang pengetahuan psiko terapi
5.      Kaumarabhrtya yaitu ilmu tentang pemeliharaan dan pengobatan penyakit anak – anak termasuk pula cara perawatannya
6.      Agadatantra yaitu illmu tentang pengobatan atau toxikologi
7.      Rasayamantra yaitu ilmu tentang pengetahuan kemujijatan dan cara – cara pengobatan non medis
8.      Wajikaranatantra yaitu ilmu tentang pengertahuan jiwa remaja dan permasalahannya
Adapun pembagian berdasarkan kitab Carakasamitha, adalah sebagai berikut :
1.      Sutrasthana yaitu ilmu tentang pengobatan
2.      Nidanasthana yaitu ilmu tentang macam jenis penyakit yang paling pokok – pokok saja
3.      Wimanasthana yaitu ilmu tentang pathologi, tentang ilmu pengobatan dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh seorang dokter medis
4.      Indriyasthana yaitu ilmu tentang cara diagnose dan prognosa
5.      Sarirasthana yaiutu ilmu tentang anatomi dan embriologi
6.      Cikisasthana yaitu ilmu tentang ilmu terapi
7.      Kalpasthana
8.      Siddhi
2)            Gandharwaweda
Gandharwaweda mengajarkan tantang tari dan seni suara atau music.
3)            Dhanurweda
         Dhanurweda sering diterjemahkan sebagai ilmu militer atau ilmu penahan. Dhanurweda diajarkan terutama kepada mereka yang menjadi calon pemimpin. Sebagai ilmu dhanurweda memuat keterangan tentang traning, mengenai acara penerimaan senjata, acara latihan pemakaian senjata dan penggunaan senjata. Dan penulis yang dikenal adalah Wiswamitra, Wiracintamani.
4)            Arthasastra
         Arthasastra adalah ilmu tentang politik atau ilmu tentang pemerintahan. Kauntilya atau Canakya atau Wisnugupta yang dianggap sebagai Bapak ilmu politik Hindu karena beliau sebagai penulis pertama Arthasastra. Adapun empat aliran bidang Arthasastra yang disebut Caturwidya
1.            Anwiksaki adalah ilmu saling ketergantungan
2.            Wedatrayi atau Trayi juga merupakan ilmu saling ketergantungan
3.            Wartta adalah ilmu tentang kesejahteraan
4.            Dandaniti adalah ilmu pengetahuan yang lebih menekankan pada sendi – sendi hukum atau pemerintahan yang mengatur kehidupan manusia.


BAB VIII ITIHASA
8.1 Pengertian Itihasa
         Kata itihasa berasal dari tiga kata yaitu iti – ha – asa yang artinya sesungguhnya kejadian itu begitulah nyata. Itihasa adalah nama sejenis karya sastra agama Hindu. Itihasa adalah sebuah epos yang menceritakan tentang sejarah perkembangan raja – raja dan kerajaan hindu di masa silam. Itihasa dianggap dasar yang paling penting untuk dapat memahami ajaran weda. Ceritanya penuh dengan fantasi, kewiraan yang dibumbui dengan mitologi sehingga memiliki sifat kekhasan sebagai sastran spiritual. Di dalamnya terdapat berbagai dialog tentang social politik, tentang filsafat dan teori kepemimpinan yang diikuti sebagai pola – pola raja hindu.

8.2              Jenis – Jenis Kitab Itihasa
         Menurut sifatnya, maka seluruh yang tergolong Itihasa hanya tiga macam yaitu :
1)            Ramayana
2)            Mahabrata
3)            Purana
         Secara tradisional jenis yang tergolong Itihasa hanya dua macam yaitu :
1)            Ramayana
2)            Mahabrata

8.3 Ramayana
         Kitab Ramayana merupakan hasil karya terbesar Maha Rsi Walmiki. Menurut hasil penelitian Ramayana tersusun atas 24000 stanza yang dibagi – bagi atas tujuh bagian yang disebut kanda yang terjadi pada jaman Tretayuga. Ramayana adalah sebuah epos yang menceritakan tentang riwayat perjalanan Bhatara Rama yang dianggap sebagai penjelmaan dari dewa visnu sebagai awatara sebagai penegakkan dharma. Adapun ketujuh kanda yang dimaksud diatas adalah sebagai berikut :
1)            Balakanda = menceritakan tentang masa kanak – kanak Rama
2)            Ayodyakanda = menceritakan tentang penobatan Rama akan menjadi raja
3)            Araniakakanda = menceritakan tentang kehidupan Rama di hutan dengan Lakmana dan dewi Sita
4)            Kiskindakanda = menceritakan tentang perang Subali dengan Sugriwa
5)            Sundarakanda = menceritakan tentang keindahan alam dalam perjalanan Rama mencari Dewi Sita
6)            Yudhakanda = menceritakan tentang perang Rama dengan Rahwana
7)            Uttarakanda = menceritakan kembalinya rama ke Ayodya dan proses penyelenggaraan upacara Asuameda

8.4 Mahabrata
         Mahabrata adalah bagian Itihasa yang usianya lebih muda dari Ramayana, yang disusun oleh Bhagawan Walmiki. Mahabrata adalah kitab terbesar yang dimiliki oleh Hindu baik dilihat dari segi isi dan ukurannya. Mahabrata memiliki k.1 100.000 buah dan bagian 18 parwa. Bagian yang terbesar adalah Parwa yang ke- 12 memiliki 14.000 stanza.  Sedangkan yang terkecil parwa 17 memiliki 312 stanza. Mahabrta terjadi pada permulaan jaman kaliyuga berkisar 3101 SM menurut Prof. Dr. Pargiter. Adapun ke- 18 parwa itu adalah adi parwa, sabha parwa, wana parwa, wirata parwa, udyoga parwa, drone parwa, karna parwa, salya parwa, sauptiak parwa, sentry parwa, santi parwa, anusasana parwa, asuamedika parwa, asramawasika parwa, mausala parwa, maha parasthanika parwa dan swarga rohana parwa.

BAB IX PURANA
9.1 Pengertian Purana
         Kata purana berarti tua atau kuno. Kata ini dimaksudkan sebagai nama jenis buku yang berisikan tentang cerita- cerita dan keterangan mengenai tradisi yang berlaku pada jaman dahulu kala. Berdasarkan bentuk dan isinya, purana adalah sebuah Itihasa karena di dalamnya memuat catatan - catatan tentang berbagai kejadian yang bersifat sejarah. Tetapi dilihat dari kedudukannya, Purana merupakan jenis kitab Upaweda yang berdiri sendiri, yang sejajar dengan Itihasa.  Purana adalah kitab yang memuat berbagai macam tradisi atau kebiasaan yang menjadi keterangan – keterangan lainnya, baik itu tradisi atau kebiasaan  baik itu tradisi local, tradisi keluarga, tradisi suku bangsa, gotra, dan prawara serta cerita tentang metologi.

9.2 Pokok – Pokok Isi Purana
         Pada garis besarnya, hampir semua Purana memuat cerita – cerita tentang kebiasaan tradisional  yang dapat dikelompokkan dalam lima hal yaitu :
1)            tentang kosmologi atau mengenai tentang penciptaan alam semesta
2)            tentang hari kiamat atau pralaya
3)            tentang silsilah raja – raja atau dinasti Hindu yang terkenal
4)            tentang masa manu atau jangka pergantian masa manu ke masa manu berikutnya(manwantara)
5)            tentang sejarah perkembangan dinasti Surya atau Suryawangsa dan Chandarawangsa
kelima hal ini dirumuskan di dalam kitab Wisnu Purana III.6.24, yang menegaskan sebagai berikut:
sargaca pratisargaca wamso manwantarani ca,
sarweswetesu kathyante wamsanucaritam ca yat

9.3 Pembagian Jenis Purana
         Pembagian kitab purana berdasarkan isinya yang dalam pembagiannya menunjukakan adanya aliran – aliran atau sekte dari Tri Murti dan  dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu :
1)            kelompok Satwika adalah kelompok Purana yang mengutamakan Wisnu sebagai Dewatannya atau dewa tertingi juga diceritakan penjelmaan dewa Wisnu sebagai awatara. Kelompok ini dapat dijabarkan menjadi enam buah buku yaitu : wisnu purana, narada purana, bhagawata purana, garuda purana, padma purana, dan waraha purana.
2)            Kelompok rajasika (rajasa) purana adalah kelompok kedua yang mengutamakan Dewa Brahma sebagai Dewatanya. Adapun enam buah kitab dalam kelompok ini yaitu : brahmanda purana, brahmawaiwasta purana, bhawisya purana, markandeya purana (merupakan bukti bahwa di bali pernah terkenal madzad waisnawa dan bhagawata), wamana purana, dan brahma purana. Terdapat juga wisnu dalam penjelasan wamana purana dalam penjelmaan wisnu sebagai manusia cebol.
3)            Kelompok tamasika (tamasa) purana adalah kelompok yang ketiga dan terdiri atas enam kitab juga yaitu : matsya purana, kurma purana, lingga purana, siwa purana, skanda purana, dan agni purana. Disini juga terdap penjelasan tentang penjelmaan dewa wisnu sebagai awatara dalam kurma purana.

9.4 Kitab Upapurana
         Kitab upa purana merupakan jenis kitab yang terkecil dan merupakan kitab sebagai suplementer. Upa purana ini ditulis oleh Bhagawan Wyasa yang isinya sangat singkat dan pendek. Dengan ada beberapa penemuan tentang awig –awig yang berlaku dibesakih baik dalam bentuk prasasti atau catatan – catatan dalam lontar yang kesemuannya itu dapat dikategorikan dalam upa purana. Upa purana ini banyak memberikan informasi dan manfaat kepada kita mengenai ajaran keagamaan dan acara. Adapun nama – nama yang tercatat dalam upa purana sanatpurana, narasimha, brhannaradiya, siswarahasiya, durwasa, kapila, wamana, bhargawa, waruna, kalika, samba,nandi, surya, parasasra, wasistha, dewi bhagawata, ganesa dan hamsa.

BAB X AGAMA
         Berdasarkan ajaran teori relativitas dinyatakan bahwa tiap yuga ada kecendrungan tertetu bahwa tiap jaman memiliki kitab yang berbeda – beda. Didalam jaman kerta yuga kitab weda yang utama, dalam jaman treta yuga kitab Dharmasastra yang utama, di jaman dwapara yuga kitab purana sebagai pegangan utama dan pada jaman kali yuga kitab Agamalah yang paling utama. Dengan demikian pada jaman ini kitab agamalah yang mesti dijadikan pegangan yang utama. Namun bukan berarti hindu menolak kitab Weda pada  jaman kali yuga. Kitab agama tergolong mengajarkan tentang mantrayana. Berdasarkan kitab Agama ada empat sistim pemujaan kepada Tuhan Yang Maha Esa yaitu :
1)            sistim jnana
2)            sistim yoga Semadhi
3)            sistim Kriya atau ritual secara esotrisna
4)            sistim charya atau pemujaan dalam bentuk sistim exotrisna
         Berdasarkan madzad – madzad maka kitab agama itupun dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu : kelompok Waisnawa, kelompok Siwaisme dan kelompok Sakta. Sayangnya madzad – madzad ini memberi dampak yang keliru sehingga terkesan negative. Karena adanya salah tafsir terutama oleh penulis – penulis yang terlalu melebih – lebihkan penggambarannya.

10. 1 Kelompok Kitab Agama Untuk Waisnawa
         Isi dari kitab ini adalah mengajarkan mengenai cara pemujaan terhadap Dewa Wisnu dan segala manifestasinya. Berdasarkana penelitian kitab ini dapat dihimpun menjadi empat bagian yaitu :
1)            pancharatra sumber utama yang ada dalam kitab ini adalah dalam santi parwa yang mana menyebutkan ada tujuh nama – nama yang dikenal yaitu : brahma, saiwa, kumara, wasistha, kapila, gautamiya, dan naradiya.
2)            pratisthasara
3)            waikhasana
4)            wijnanalalita
         Adapun kitab yang tergolong dalam kitab Waisnawa berdasarkan catatan  k.k 214 naskah kitab Waisnawa yang kitabnya terdiri dariiswara, sattwata, brhad, brahma, dll. Adapun madzad yang terkenal sekarang ini dari madzad waisnawa adalah Harekrsna yang berpegang pada kitab bhagawatam dan bhagawadgita.

10.2 Kelompok Kitab Agama Untuk Siwaisme
          Madzad siwa berpusat perhatian pada pemujaan terhadap siwa dan segala manifestasinya. Agama adalah dasar perkembangan  dari madzad siwa dimana saja. Adapun dalam madzad ini mengakui 28 buah kitab agama yang mana kitab Kamika agama yang dianggap paling penting. Perkembangan madzad siwa di kasmir disebut pratyabhijnha ini berkembang di daerah utara, dan di daerah selatan disebut sebagai madzad siddhanta. Dalam madzad ini tidak hanya berpegang pada kitab weda tetapi juga berpegang pada kita weda sruti dan dharmasastra. Dalam madzad ini tidak memandang ada perbedaan status seperti catur warna.

10.3 Kelompok Kitab Agama Sakta
         Madzad ini merupakan bagian dari siwa pada umunya hal ini terlihat dalam sakta dialog antara siwa dengan dewi parwati dan lebih khusus disebut sebagai madzad tantra. Tantrayana pada dasarnya berorientasi pada madzad Sakta dengan sakti atau dewi sebagai segala pusat perhatian. Ada beberapa buku yang perlu diperhatikan untuk memberi keterangan tentang madzad in adalah maha nirwana tantra, kutarnawa, kulasara, prapanchasara, tantraraja, rudra yamala, brahma yamala, wisnu yamala, todala tantra dll. Diantara yang paling terkenal ialah iswara samitha, ahirbudhnyasamitha, sanatkumara samitha, narada samitha, pancharatra samitha, sapanda pradipaka dan maha nirwana tantra. Adapun perwujudan dalam bentuk sakti dewi ini terdapat pada jaman Hayam Huruk berbentuk candi.

BAB XI BEBERAPA ATURAN DALAM MEMPELAJARI WEDA
11. 1 Cara Belajar Dan Mengajar Membaca Weda
         Bagi orang yang ingin belajar Weda umur termuda adalah empat tahun dan paling lambat umur 22 tahun selebihnya dari umur itu sudah tidak baik karena dalam sastra dikatakan Wratya dan tidak cocok sebagai orang Arya. Adapun factor – factor yang mesti diperhatikan dalam belajar Weda ialah : pengenalan huruf dan suaranya. Adapun huruf yang dimaksud adalah huruf dewanagari. Menurut kelompok daerah artikulasinya pada waktu pengucapan jenis huruf ini dabagi atas dua bagian yaitu:
1)            Kelompok huruf swara (huruf hidup ) yang terdiri atas : a,a,i,i,u,u,e,ai,o,au,r,rr,lr,ll,rr
2)            Kelompok huruf wyanjana (huruf mati) terdiri atas :
K, kh, g,gh,,ng (n)
C, ch, j, jh, n
T, th, d, dh, n
P, ph, b, dh,m
S, s (sn), s (c), h
Ks, (ksh), tra, jn
Jadi jelasnya mengenal suara, mengucapkan dengan tepat dan memberikan tekanan secara tepat itu hal yang perlu diperhatikan dalam membaca Weda dan jangan lupa selalu berlindung dibawah Tuhan Yang Maha Esa.
         Faktor yang kedua yang mesti diperhatikan adalah pengenalan terhadap arti kata yang diucapkan atau disebut Wyakarana. Berbeda cara membaca, berbeda juga artinya jadi harus benar – benar diberikan perhatian khusus. Kapan kita memberi tekanan kuat, kapan melemah, kapan panjang, dan kapan pendek. Kesemuanaya harus dijelaskan dalam belajar apakah kepada anak kecil atau dewasa dan mereka harus tunduk terhadap aturan serta cara – cara itu. Mulai dari sekarang kenalilah huruf itu dan mencoba mengejanya, mengenal suaranya sehinga dengan itupun kita akan mendapat pahala.

11.2 Ketentuan – Ketentuan Dalam Weda
         Berdasarkan ketentuan dari kitab Smrti bahwa bagi orang yang ingin belajar Weda yang pertama harus di upanayana atau istilah Balinya disebut mawinten yang bertujuan untuk menyucikan orang itu secara lahir dan bathin. Sehingga dalam proses belajarnya mudah memahami pelajaran weda dengan baik setelah itu baru boleh membaca mantra. Upanayana ini dimuat dalam Manawadharmasastra II. 37 bahwa “ upanayana dilakukan pada umur lima tahun dan paling lambat umur 24 tahun (M II.38) dan bila lewat dari itu disebut sebagai Wratya dan tidak boleh diakui sebagai orang arya (M II.39)”. dan diwajibkan ketika mengucapkan mantra harus didahului dengan Om dan diakhiri juga dengan Om hal ini ditegaskan dalam Manusmrti Bab II.74.
         Dalam pengucapan mantra harus disertai dengan jasad yang suci lahir dan bathin dengan melakukan pranayama dan pengucapan matra – mantra pawirta, setiap harinya kita harus membaca Trisandhya, dan ketentuan lainnya bagi siswa agar selalu melatih dan membiasakan diri dengan melakukan tapa brata. Dan hal – hal yang dilarang ketika membaca mantra adalah jangan membaca mantra sambil tidur – tiduran, ketika hujan, ketika gempa bumi, ketika angin ribut, dan dalam keadaan cuntaka agar apa yang kita lakukan mendapat Pahala. Dan ketentuan ini tidak berlaku bagi pendeta.

BAB XII PENYEBARAN AJARAN WEDA
         Penyebaran weda berdasarkan ketentuan Rg weda X.71.3  telah tersebar luas dan popular melalui lagu yang disampaikan melalui yajna. Dengan demikian maka Weda akan didengar oleh masyarakat umum tanpa mengenal batas. Menurut Rg weda X.71.4 ada empat macam orang yang akan menyebarkan weda yang sesuai dengan profesinya yaitu :Ahli kawisastra, seniman, ahli – ahli yang akan mengubah dan membahas weda dan para pendeta yang melakukan yajna.
         Penyebaran menurut pustaka suci Yajur Weda XVI. 1.2.3 dan Rg weda II. 23 yang pada intinya menyebutkan bahwa ajaran weda harus dipopulerkan dan diajarkan kepada semua golongan tanpa membeda- bedakan golongan mereka. Ajaran weda itu harus dihayati bukan hanya untuk dwijati saja tapi juga oleh Sudra dan orang nonhindu pun dapat diajarkan weda itu. Dengan demikian weda akan menjadi popular dan dapat merubah dunia dengan menjadikan pembacanya menjadi orang yang baik.
         Adapun pahala bagi orang yang mempelajari Weda, Maha Rsi Manu di dalam Manawadharmasastranya menjelaskan hala – hal sebagai berikut:
Manawadharmasastra Bab II. 14
         Srutidwaidam tu yatrasyatm tatra dharmawubhau smrtau,
         Ubhawapi hi tau dharmau samyag uktau manisibhih
Terjemhannya:
Pengetahuan smrti diwajibkan bagi mereka yang berusaha mempeloreh pahala material dan kebahagiaan duniawi sedangkan mereka yang ingin memperoleh pahala rohani itu, sruti adalah mutlak
Manawadharmasastra Bab II.26
         Waidikaih karmabhih punyair nisekadir dwijan manam,
         Karyah sarirasamskarah pawanah pretya ceha ca
Terjemahan :
Dengan melaksanakan upacara – upacara keagamaan yang diwajibkan oleh weda, upacara praenatal dan samskara serta upacara – upacara lainnya akan mensucikan badan serta membersihkan diri seseorang dari dosa – dosanya seteah mati
Manawadharmasastra Bab III. 66
         Mantrastu samrddhani kulanyalpa dhananyapi.
         Kulasamkhyam ca gacchanti karsanti ca mahadyasah
Terjemahan :
Keluarga yang kaya akan pengetahuan weda, walaupun hartanya sedikit mereka tergolong diantara orang – orang besar dan terkenal
Manawadharmasastra Bab XI.57
         Brahmajjnata wedaninda kauta saksyam suridwadah,
         Garhitanadyayorjagdhih surapana samani sat
Terjemahan :
Melupakan weda, menentang weda, member kesaksian palsu pembunuhannteman sendiri, memakan makanan yang dilarang, menelan makanan – makanan yang tal layak sebagai makanan adalah enam macam kesalahan yang dosanya sama dengan minum sura
Manawadharmasastra XI.246
         Wedabhyaso nwaham saktya mahayajnakriya ksama,
         Nasayantyasu papani mahapataka janyapi
Terjemahan:
Mempelajari weda setiap harinya, melakukan panca maha yajna sesuai kemampuannya, sabar dalam menderita, semuanya itu cepat atau lambat akan meleyapkan semua dosa – dosanya walaupu dosa besar sekalipun
         Dalam hal ini juga ditegaskan dalan Maitri Upanisad IV. 1.2.3 bahwa merupakan jaminan bagi seseorang akan mencapai kesempurnaan melalui belajar weda serta melakukan kewajiban – kewajiban dengan teratur. Disamping itu dalam Candogya Upanisad XXIII.1 yang menegaskan bahwa “ada tiga kewajiban yang harus dilakukan yaitu melakukan kurban, mempelajari weda dab berdana (bersedekah), itu adalah kewajiban utama. Hidup bertapa merupakan kewajiban kedua sedangkan hidup berumah tangga dengan mengajarkan weda merupakan tugas yang ketiga. Semua itu akan membawa kebajikan pada dunia. Ia yang tetap berdoa akan mencapai kesempurnaan. Jadi sudah menjadi kewajiban kita bersama untuk selau hidup berdasarkan ajaran weda dan penyebaran ajaran weda kepada semua umat di dunia yang menunjukkan weda bersifat universal.

BAB XIII PETUNJUK PENGGUNAAN WEDA
         Dalam menghayati weda tidak cukup melihat aspek Sruti atau Smrtinya saja tetapi seluruh produk Smrti dan wibandha itupun perlu harus dihayati dan dikaji. Sebelum mempelajari weda harus didahului dengan mempelajari kitab Itihasa dan Purana. Dari manusmrti II. 12 menegaskan bahwa kebajikan yang merupakan hakikat daripada Dharma diwujudkan didalam dunia ini berdasarkan kaedah yang tertera dan tersirat dalam Sruti dan Smrti, sadacara, serta Atmanastuti. Karena didalamnya menulis tingkah laku manusia, lembaga – lembaga hindu dalam lingkungan masyarakat Hindu tidak dapat lepas dari kaedah itu.
         Sebagai gambaran perbandingan yang mudah, Weda Sruti adalah merupakan UUD agama Hindu dan Weda Smrti adalah UUP Agama Hindu. Dengan demikian peganglah kitab itu sebagai tuntutan hidup yang sesuai dengan keadaan. Adapun sumber hokum yang dijadikan acuan oleh Lembaga Agama Hindu yaitu : Manawadharmasastra XII.108 yang menyatakan “kalau ditanya bagaimana hukunya sedangkan ketentuan belum dijumpai secara khusus maka para sista (ahli) dalam bidang itu akan menetapkan sebagai ketentuan yang mempunyai ketentuan hokum. Manawadharmsastra XII.109 yang menyatakan bahwa “para brahmana tergolong sista menurut weda, adalaha mereka yang mempelajari weda lengkap dengan bagian – bagiannya yang dapat membuktikan pandangnya dari segi Sruti. Manawadharmasastra XII.110 yang menyatakan bahwa “ apapun juga bentuk parisada itu jumlahnya sekurang – kurangnya 10 orang atau tiga orang yang sesuai menurut fungsi jabatannya, keputusannya dinyatakan sah yang tidak dapat diganggu gugat”.
         Manawadharmasastra XII. 111 yang menyatakan bahwa “ tiga orang yang ahli weda, seorang ahli dibidang logika, seorang yang ahli bidang mimamsa, seorang ahli bidang nirukta, seorang ahli bidang pengucapan mantra, dan tiga orang dari golongan pertama merupakan anggota parisada ahli yang terdiri dari 10 anggota. Manawadharmasastra XII.112 yang menyatakan bahwa “seorang yang ahli dibidang Rg weda, seorang yang mengerti Yajur weda, dan seorang yang ahli samaweda dinyatakan sebagai anggota majelis parisada yang mempunyai wewenang dalam memutuskan bila perumusan hokum Hindu itu diragukan.


2 komentar: