BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Apakah
itu weda?
1)
Weda sebagai kitab Suci
Weda
yang dikatakan sebagai kitab suci Agama Hindu artinya buku ini dinyakini dan
dipedomi oleh umat Hindu sebagai satu – satunya sumber bimbingan dan informasi
yang diperlukan dalam kehidupan mereka sehari –hari ataupun untuk melakukan
pekerjaan tertentu. Yang dinyatakan sebagai kitab suci karena sifat isinya dan
yang menurunkan pun adalah Tuhan yang Maha Suci yang sebagai ajaran suci untuk
membimbing dan tuntunan umatnya kejalan hidup yang suci.
2)
Weda Sebagai Ilmu
Pengetahuan
Weda berasal dari kata sansekerta yang akar
katanya Wid yang artinya mengetahui
yang berarti pula pengetahuan. Namun
tidak semua pengetahuan dapat dikatakan sebagai weda, karena Weda pada dasarnya
pengetahuan yang diturunkan oleh Tuhan kepada umat manusia sebagai wahyunya.
3)
Weda Sebagai Wahyu
Tuhan YME
Seperti
apa yang diungkapkan dalam saramuccaya 37
dan manawadharmasastra II.10.1 yang
pada intinya menyatakan bahwa “sesungguhnya Sruti adalah Weda dan Smrti adalah
Dharmasastra”
4)
Weda Sebagai Mantra
Weda
dikenal sebagai mantra, pengertian ini dapat kita angkat dari satu konsep
penjelasan yang menguraikan bahwa Sruti itu terdiri atas tiga bagian, yaitu :
1.
Mantra yaitu untuk
menanamkan semua kitab suci Hindu yang tergolong Catur Weda, yaitu Rg Weda, Yjurweda, Samaweda, dan Atharwaweda
2.
Brahmana atau
Karmakanda yaitu untuk menanamkan semua jenis yang merupakan suplemen kitab
mantra, yang isinya khusus membahas aspek karma atau yajna
3.
Upanisad dan aranyaka
atau yang dikenal dengan nama Jnanakanda, yaitu penanaman semua macam buku
Sruti yang terdiri atas 108 buah kitab Aranyaka dan Upanisad. Isinya khusus
membahas aspek pengetahuan yang bersifat filsafat.
Oleh
karena kitab Upanisad, Bramana maupun
Aranyaka tidak pernah dikatakan kitab
mantra, maka jelas pengertian mantra khusus mencangkup catur Weda saja. Mantra
pengertian lebih sempit dari weda itu
sendiri.
1.2 Bahasa
Dalam Weda
Bahasa
yang digunakan dalam weda adalah bahasa dewa – dewa atau yang disebut dengan
bahasa Daiwi Wak. Weda dilihat dari segi bahasa digunakan bahasa Sanskerta,
namun lebih dikenal dengan bahasa Daiwi Wak, seperti halnya dalam Dharmasastra,
Itihasa, Purana dll. Bahasa dalam weda dapat diklasifikasikan dengan tiga jeis
yaitu :
1) Sankerta
2) Sankerta
Klasik
3) Sankerta
Campuran
1.3 Cara
Weda Diwahyukan
Weda
itu tidak diwahyukan kepada sembarang orang tetapi bagi mereka yang telah tekun
mengadakan tapa brata dan Semadhinya yang telah bertahun – tahun sehingga
mereka menjadi peka dan cepat mengetahui segala sesuatu yang akan terjadi. Ada
tiga cara weda itu diwahyukan adalah sebagai berikut :
1) Turunnya
wahyu yang bersifat abstrak, yang dimulai dari suara- suara gema biasa yang
lebih diibaratkan sebagai suara pada AUM atau gemanya lonceng kemudian
membentuk pengertian kepada maha Rsi istilah ini sering disebut dengan Swara
Nada.
2) Wahyu
itu masuk kehati para maha Rsi sehingga tersusun pengertian atau kesan. Pikiran
yang telah tersusun kemudian disampaikan dalam bentuk peringatan – peringatan
yang dihadapi oleh manusia.
3) Para
maha Rsi secara langsung melihat kejadian dihadapannya, yang merupakan
penglihatan gaib.
1.4 Maha
Rsi
Nabi
– nabi dalam agama Hindu disebut dalam bahasa sansekerta sebagai Rsi, seorang Rsi adalah tokoh pemikir dan pemimpin Agama Hindu. Dia adalah
seorang guru dengan segala sifat – sifatnya yang istimewa. Dia adalah pemikir,
selalu aktif, mengendalikan panca indriya nafsu, suka bersemadhi, melakukan
yoga Samadhi, selalu mendekatkan diri dengan Tuhan, dia rendah hati dan tahan
Uji. Sebagai pemimpin dia selalu memberi keteduhan dan kesejukan bagi siapa
saja yang datang minta pertolongan padanya. Secara fungsional Rsi dibedakan
menjadi tiga yaitu : Dewa Rsi, Brahma Rsi dan Raja Rsi. Dan lima jenis Rsi
menurut kitab Matsya Purana dan Brahmanda purana yaitu : Brahma Rsi,
Satya Rsi, Dewa Rsi, Sruta Rsi, dan Raja
Rsi. Adapun Sapta Rsi yang merupakan keluarga Maha Rsi yang paling banyak
disebut ialah : Rsi Grtasamada, Rsi Wiswamitra, rsi Warmadewa, Rsi Atri, Rsi Bharadwaja, Rsi Wasistha dan
Rsi Kanwa
1.5 Weda
Dan Kebangkitannya Kembali
Hampir
tenggelamnya weda karena pandangan
para pemuka – pemuka Hindu terdahulu yang terlalu mempribadi. Namun karena
adanya penelitian bahasa termasuk penelitian weda yang dilakukan sarjana barat pada abad XVII yang sebenarnya
bertujuan untuk memperkokoh dan memperluas
kekuasaan imperialismenya. Hal ini terbukti dengan dibukanya jurusan
Indologi yang pada umunya mempelajari tentang struktur budaya Hindu oleh
sarjana barat. Namun kekuatan itu diimbangi dengan adanya gerakan untuk melawan
penjajah oleh rakyat India termasuk juga perjuangan keagamaan. Pembaharuan –
pembaharuan pun terus dilakukan yang
mana gerakan ini dipelopori oleh Brahma
Samaj dan Arya Samaj. Tidak hanya itu, tetapi juga dikembangkannya
Indologi itu kepada Negara anak benua untuk menambah wawasan mereka tentang
struktur budaya yang mereka miliki.
Sekitar tahun 1950 penulisan buku – buku yang bersumber dari weda. Dan pada
tahun 1980 penelitian weda boleh dikatakan mencapai puncaknya baik tentang
tulisan dan bahasanya yang memiliki banyak manfaat untuk kehidupan ini. Namun
kita jangan berbangga hati dan berhayal atas kejayaan ini tetapi tetap berjuang
untuk hari esok dan tetap melakukan perbaikan terhadap pandangan – pandanga
yang keliru tentang Weda.
BAB
II KODIFIKASI WEDA DAN PERKEMBANGNNYA
2.1 Upaya Untuk Kodifikasi Perlu
Upaya
untuk melakukan kodifikasi yang diprakarsai oleh Bhagawan Wyasa (Byasa) patut
kita hargai dan hormati. Upaya untuk mengkodifisir mantra-mantra itu dalam sistematika
seperti yang kita warisi sekarang ini,
bukan merupakan usaha satu orang melainkan merupakan satu kerja team yang
sangat baik. Ini dapat berhasil karena pengaruh Bhagawan Byasa yang cukup
disegani dan dihormati oleh para Rsi lainnya.
2.2 Hubungan Guru Dengan Parampara
Mempelajari
weda dan mewariskan ajarannya termasuk sabda yang telah diturunkan, kesemua ini
merupakan suatu proses yang berdiri sendiri dan sangat besar pengaruhnya dalam
memelihara keutuhan Weda baik isi maupun idealismenya. Peranan seorang rsi yang juga sekaligus
berfungsi sebagai guru sangat menentukan. Disamping itu peranan seorang siswa
(murid atau santri) yang belajar matra itu dari seorang Rsi harus dalam kondisi
yang harmonis dan sempurna. Mereka akan terikat oleh seuatu kode etik dan
bersifat sakral melalui sistem penerimaan dan upacara yang disebut diksa, baik
dalam bentuk upanayana maupun dalam bentuk lainnya. Seorang siswa harus diikat
dalam aturan-aturan serta disiplin moral untuk selalu berkata terus terang dan
benar serta jujur. Dengan demikian seorang siswa atau santri tidak berani
berbohong dan apalagi mempergunakan mantra itu secara keliru. Ini dianggap
sebagai suatu kesalahan besar yang berakibat ia harus menebus dosa dengan
kesalahan itu. Sebagai akibatnya maka dapat dibayangkan bahwa semua sabda
sebagai wahyu yang diajarkan oleh seorang guru kepada para sisyanya benar-benar
aman dari korupsi. Sistem moduling proses transformasi seperti ini dikenal
dengan nama sistem guru parampara.
2.3 Dasar Pengkodifikasian Yang
Ditempuh
Kalau
kita perhatikan secara seksama mengenai isi dan samhita yang ada sekarang,
tampak adanya metode dan sistim pengkodifikasiannya telah dilakukannya secara
cermat dan terkoordinir dengan baik. Di dalam kitab Brahmanda Purana, kita
mendapatkan keterangan mengenai cara kodifikasi. Walaupun keterangan yang
diberikan mungkin tidak benar sepenuhnya, namun secara teoritis, teori yang
dikemukakan di dalamnya sangat masuk akal. Secara umum menurut teori
reletivitas dikemukakan bahwa Weda untuk pertama diturunkan pada jaman
Krta-yuga. Kemudian selama masa Treta yuga, weda dipelajari, dan pada jaman
dwapara weda mulai mendapat perhatian untuk dikodifikasi. Penghimpunan weda
pada saat penelitiannya didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan sebagai
berikut :
a. Penghimpunan
Berdasarkan Umur Mantra Itu Diturunkan
Berdasarkan
umur atau usia mantra-mantra itu dapat dibedakan mana yang paling tua dan mana
mantra-mantra yang turun kemudian. Artinya yang pertama diturunkan Rg. Weda
merupakan data tertua tentang Agama Hindu.
b. Penghimpunan
Didasarkan Atas Pengelompokan Isi Dan Peruntukkannya
Berdasarkan isi dan peruntukkannya Weda dibagi
menjadi 2 yaitu :
1. Sruti isinya
:
1. Mantra
samhita seperti Rg.Weda, Sama Weda, Yayur Weda dan Atharwa Weda.
2. Kitab
Brahmana adalah karma kanda/tata cara melakukan upacara yadnya
3. Kitab
upanisad/Aranyaka adalah jnana kanda. Upanisad adalah tuntunan hidup berumah
tangga (grhasta), Aranyaka adalah tuntunan bagi seorang samnyasin.
c. Penghimpuan
berdasarkan atas dasar resensi menurut keluarga Rsi yang menerima atau
pengubahnya.
2.
Smerti
BAB
III SRUTI
3.1
Pengertian Sruti,
Samitha Dan Mantra
Manu
dalam kitab Manawadharmasastra
mengemukakan bahwa ‘Sruti’ itu
sesungguhnya tidak lain adalah Weda.
Menurut arti kata Sruti itu sendiri,
kata itu berarti wahyu atau revelation. Jadi yang dimaksud dengan Sruti adalah Kitab Wahyu Tuhan Yang Maha
Esa. Samhita adalah himpunan atau kumpulan. Adapun yang diartikan dengan
kumpulan atau himpunan ini tidak lain adalah pengelompokan isi yang dikumpulkan
menurut fungsinya sehingga membentuk sebuah buku atau lebih. Satu himpunan yang
lengkap menurut sistematika kodifikasi Weda itu terdiri atas tiga naskah utama
yaitu MantraSamhita, Brahmana, dan Aranyaka/Upanisad. Adapun yang dimaksud
dengan mantra adalah semua wahyu yang telah diubah dalam bentuk chanda. Asal
mula terbentuknya mantra bersumber dari sabda atau suara yang dinyatakan
sebagai sabda Brahman (Tuhan Yang Maha Esa). Dinyatakan bahwa mantra itu
sendiri adalah Citta-Sakti. Didalam kitab Wiswa-sara Tantra dinyatakan bahwa
para Brahman pada waktu pewahyuan itu merupakan wujud sabda. Atas dasar itu
maka semua mantra intinya adalah sabda yang merupakan perwujudan daripada
Brahman.
3.2 Pembagian
Sruti Dalam Samitha
Pada garis besar selurh sruti dapat kita
bagi atau kelompokkan dalam empat samhita yang dikenal dengan nama Catur Weda
Samhita yang meliputi :
1) Rg.Weda
Samhita merupakan kumpulan mantra yang memuat ajaran-ajaran umum dalam bentuk
pujaan (Rc atau Rcas). Arc = memuja (Arc. Rc ). Kitab ini dikumpulkan dalam
berbagai resensi seperti resensi Sakala, Baskala, Aswalayana, Sankhyayana dan
Mandukeya. Dari lima macam resensi yang masih terpelihara adalah resensi
Sakala.
2) Sama
Weda Samhita merupakan kumpulan mantra yang memuat ajaran umum mengenai
lagu-lagu pujaan. Sama Weda terbagi atas dua bagian yaitu bagian arcika terdiri
atas mantra-mantra pujian yang bersumber dari Rg.Weda dan bagian Uttaracika
yaitu himpunan mantra-mantra yang bersifat tambahan.
3) Yajur
Weda Samhita merupakan kumpulan mantra-mantra yang memuat ajaran umum mengenai
pokok-pokok yajus, (pluralnya : Yajumsi). Jenis weda ini ada dua yaitu :
1. Yajur
Weda Hitam (Krisna Yajur Weda) yang terdiri dari 4 resensi yaitu
Kanthakasamhita, Kapisthalakathasamhita, Taithiriyasamhita (terdiri atas dua
aliran yaitu Apastamba, dan Hiranyakesin), Maitrayasamhita dan Kalapasamhita.
2. Yajur
Weda Putih (Sukla Yajur Weda) yang juga disebut Wajasaneyi samhita. Kitab ini
terdiri atas dua resensi yaitu Kanwa dan Madhyandina.
4) Atharwa
Weda Samhita merupakan kumpulan mantra-mantra yang memuat ajaran yang bersifat
magis. Atharwa Weda yang disebut Atharwangira. Kitab ini terpelihara dalam dua
resensi yaitu Resensi Saunaka dan
Resensi Paippalada.
BAB
IV SMRTI
4.1 Pengertian
Smrti
Smrti
adalah merupakan kelompok kitab kedua sesudah kelompok Sruti (kitab wahyu) dan dianggap sebagai kitab hukum Hindu karena
didalamnya banyak memuat tentang sariat Hindu yang disebut Dharma. Smrti sebagai Dharmasastra bersifat
suplemen atau pelengkap dalam melengkapi keterangan yang terdapat di dalam
kitab Sruti sehingga antara Sruti dan Smrti itu mesti selaras atau tidak bertentangan. Mengenai hal
diatas, kita dapatkan dua keterangan yang termuat dalam sastra yaitu sebagai
berikut :
Srutistu wedo wijneyo
Dharmasastra tu
wai smrti
Terjemahannya :
Ketehuilah
bahwa sesungguhnya Sruti itu adalah Weda
dan
Dharmasastra adalah Smrti(manawadharmasastra bab II. 10. 1)
srutir wedah
samakhyato
dharmasastram tu
wai smrti
Terjemahannya :
Yang
dimaksud dengan Sruti itu sama dengan Weda dan dharmasastra sesungguhnya Smrti
(sarasamuccya 37)
4.2 Berbagai
Macam Dharmasastra
Macam Dharmasatra sangat banya dan penulisannya pun berbagai macam.
Dimana salah satu dharmasastra yang paling lengkap dan yang paling sempurna
adalah kitab dharmasastra yang ditulis oleh Manu
yang sebagai tokoh Maha Resi dan
Brahma Rsi. Istilah manawadharmasastra
dikenal sebagai sastra yang bernama manupadesa yang artinya Bhatara Manu. Upadesa artinya ajaran dan upadesa ini
dapat pula diartikan sebagai Dharmasastra.
Kitab Manu itu terdiri atas 10 Bab dan memuat hampir seluruh pedoman hidup
manusia baik secara individu,, isinya mencangkup sangat luas.
Kitab Yajnawalkyasmrti kitab yang sama kedudukannya dengan kitab Manu
yang ditulis oleh Yajnawalkya. Yang
terbagi atas tiga Bab yang membahas masalah Acara,
Wyahara dan Prayascitta sebagai
tonik utama. Kitab ini mendapat rekomendasi yang cukup luas, terutama tersebar
luas di India yang kemudian menjadi dasar hukum yang digunakan oleh Mitaksara.
4.3 Kedudukan
Smrti Sebagai Hukum Hindu
Smrti dan Sruti telah dinyatakan
sebagai sumber dharma, keduanya – duanya harus diterima sebagai weda dan sebagi
dasar untuk merumuskan dharma. Merumuskan dharma artinya disini adalah
bagaimana keduanya itu dijadikan sebagai penentu suatu perbuatan itu dharma
atau bukan selaras dengan dharma. Apabila keduanya sebagai sumber dharma sudah
barang tentu keduannya ini adalah sumber hukum Hindu. Smrti sebagai sumber
hokum Hindu berarti smrti dinyatakan
sebagai dharmasastra. Dharmasastra sebagai kitab hokum
hindu karena didalmnya memuat banyak
aturan – aturan dasar yang mempunyai fungsi mengatur dan menentukan sangsi bila
perlu.
BAB
V WEDANGGA
5.1 Pengertian
Wedangga
Wedangga berasal dari kata Angga yang berarti badan atau batang
tubuh. Jadi untuk mempelajari Weda itu harus dirumuskan sedemikian rupa, ibarat
mempelajari tubuh manusia, kita harus mempelajari semua susunan yang ada dalam
manusia itu agar kita mudah memahami apa sebenarnya manusia itu dan apa makna
susunan itu. Dari weda itu perlu kita ketahui akar kata, kejadiannya, gaya
bahasa, persamaan kata, berbagai kata kias, penggunaan bahasa dalam astronomi,
termasuk berbagai macam aspek kajian filsafat yang terkandung. Wedangga sangat
penting dan diperlakukan karena kitab ini secara tidak langsung berperan
berbagai rambu – rambu lalu lintas sebagai pelita dan sebagai tonggak penuntun
dalam memperlajari weda.
5.2 Kedudukan
Wedangga Dalam Weda
Kedudukan wedangga amatlah sangat penting dan sangat kuat sehingga tidak
dapat dipisahkan dengan weda kalau kita ibaratkan seperti bayi dengan ibunya. Karena
dengan wedangga akan membantu seseorang untuk mempermudah memahami dan
mempelajari inti hakekat weda.
5.3 Berbagai
Macam Wedangga
Menurut cabang ilmu yang dibahas, Wedangga dapat dijabarkan menjadi enam
kelompok yang disebut dengan sad wedangga.
Sad artinya enam, adapun enam kelompok tersebut adalah sebagai berikut:
1)
Siksa
yaitu ilmu tentang cara membaca dan cara mengeja
2)
Wyakarana
yaitu ilmu yang mempelajari tentang tata bahasa
3)
Chanda
yaitu ilmu yang mempelajari irama atau
cara untuk melagukan syair Weda
4)
Nirukta
yaitu ilmu tentang kosakata yang digunakan dalam Weda
5)
Jyotisa
yaitu ilmu tentang perbintangan yang digunakan untuk menetukan hari baik dalam
upacara tertentu
6)
Kalpa
yaitu ilmu yang mempelajari tentang pedoman pelaksanaan upacara
BAB
VI GARIS – GARIS BESAR ISI WEDA
Garis
– garis besar weda dapat dikelompokkan menjadi empat bagian utama yaitu :
1)
Kelompok Wijnana yaitu
kelompok yang membahas segala aspek pengetahuan termasuk yang didalamnya
berbagai silsilah penting. Yang paling menonjol dalam aspek wijnana adalah
aspek yang memberi keterangan dasar mengenai pandangan filsafat metafisika
(ilmu yang mempelajari gejala – gejala alam atau benda itu) berdasarkan weda.
2)
Kelompok Karma adalah
kelompok yang membahas segala teori dan infomasi dengan mantar bagaimana dunia
ini diciptakan melalui satu kurban besar atau maha yajna yang dilakukan oleh
Maha Purusa.
3)
Kelompok Upasana adalah
kelompok yang membahas segala aspek pengetahuan yang ada kaitannya dengan
petunjuk dan cara melakukan hubungan dengan Tuhan
4)
Kelompok jnana adalah
kelompok yang membahas segala aspek pengetahuan sebagai ilmu murni
6.1 Ajaran
Bhaktiyoga
Kata bhakti dalam bhakti yoga
berarti penghormatan yang dilakukan dengan penuh sujud, taat, patuh dan iman
kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai sang pencipta dan penguasa. Dimana bhakti
itu dapat diwujudkan dengan jalan kasih sayang terhadap semua mahluk
ciptaannya.
6.2 Ajaran
Jnanayoga
Jnana yang artinya pengetahuan atau
ilmu, dengan jalan jnana yoga artinya kita mengabdikan diri atau hidup ini
dengan pengamalan ilmu yang kita miliki.
6.3 Ajaran
Rajayoga
Istilah raja yoga adalah merupakan
singkatan untuk istilah Rajaguhyayoga, yaitu jalan pengungkapan rahasia yang
paling utama (raja). Jenis ini juga disebut Rajawidya atau pengetahuan yang
paling tinggi. Ukuran yang paling tinggi karena jenis ini pada intinya
merupakan pengungkapan pengetahuan tentang Tuhan.
6.4 Ajaran Wibhutiyoga
Tuhan dengan sifat – sifatnya yang
mulia yang melebihi segala yang ada merupakan ajaran Wibhutiyoga. Dengan ungkapan bahwa Tuhan merupakan dewa dari semua
dewa, yang maha bijaksana, maha mengetahui, maha adil, maha tinggi, maha kudus,
terbaik yang paling baik,tertinggi yang paling tinggi, dan sebagainya yang
merupakan ajaran Wibhutiyoga. Ajaran
ini adalah penggambaran lahirriah sebagai hasil pengamatan bathin itu. Makna
utama dalam ajaran wibhutiyoga
berdasarkan bhagawangita adalah sebagai jawaban atau yang memberi jawaban atas
pertayaan yang mempersoalkan sifat – sifat Tuhan.
6.5 Ajaran
Karmayoga
Karmayoga adalah ajarannya pada masalah
– masalah keduniwian. Walaupun didalannya termasuk ajaran ritual, namun bentuk
ajaran ritual ini dikaitkan pula pada msalah – masalah dunia. Yang bertujuan
untuk memberi dasar spiritual pada masalah dunia.
BAB
VII UPAWEDA
7.1 Pengertian
Upaweda
Istilah Upaweda diartikan sebagai weda
yang lebih kecil dan merupakan kelompok kedua setelah Wedangga. Upa yang
berarti dekat atau sekitar, dan weda berarti pengetahuan. Dengan demikian
Upaweda berarti sekitar hal – hal yang bersumber dari weda. Upaweda meyangkut
aspek pengkhususan untuk bidang tertentu.
7.2 Kedudukan
Upaweda
Upaweda pada dasarnya dinyatakan
mempunyai hubungan yang sangat erat dengan weda.
Tiap buku merupakan pengkhususan dalam memberikan keterangan yang sangat
diperlukan untuk mengetahui dalam weda. Upaweda berfungsi untuk meningkatkan
pengertian dan pendalaman serta memberi penjelasan tentang berbagai yang
terdapat dalam weda. Jadi
kedudukannya sama dengan kedudukan wedangga
terhadap weda.
7.3
Berbagai Macam Upaweda
Ada empat bagian dari Upweda yang biasa
disebut – sebut adalah sebagai berikut :
1)
Ayurweda
Istilah yajurweda, berarti ilmu yang
menyangkut bagaimana seseorang itu dapat mencapai umur panjang yang berfungsi
untuk dapat mencapai umur panjang atau seratus tahun. Yang termasuk di dalamnya
adalah ilmu pengobatan atau yang menjadi objek bidang kedokteran. Ayurweda juga
berisikan ilmu yang menyangkut aspek jiwa dan jasmani. Adapun bagian dari
ayurweda menurut isi kajiannya, adalah sebagai berikut :
1. Salya
yaitu ilmu tentang bedah dan cara pengobatannya
2. Kayacikitsa yaitu ilmu tentang jenis dan macam obat -
obatan
3. Salakya
yaitu ilmu tentang berbagai macam penyakit pada waktu itu
4. Bhutawidya
yaitu ilmu tentang pengetahuan psiko terapi
5. Kaumarabhrtya
yaitu ilmu tentang pemeliharaan dan pengobatan penyakit anak – anak termasuk
pula cara perawatannya
6. Agadatantra
yaitu illmu tentang pengobatan atau toxikologi
7. Rasayamantra
yaitu ilmu tentang pengetahuan kemujijatan dan cara – cara pengobatan non medis
8. Wajikaranatantra
yaitu ilmu tentang pengertahuan jiwa remaja dan permasalahannya
Adapun pembagian
berdasarkan kitab Carakasamitha, adalah sebagai berikut :
1. Sutrasthana
yaitu ilmu tentang pengobatan
2. Nidanasthana
yaitu ilmu tentang macam jenis penyakit yang paling pokok – pokok saja
3. Wimanasthana
yaitu ilmu tentang pathologi, tentang ilmu pengobatan dan kewajiban yang harus
dipenuhi oleh seorang dokter medis
4. Indriyasthana
yaitu ilmu tentang cara diagnose dan prognosa
5. Sarirasthana
yaiutu ilmu tentang anatomi dan embriologi
6. Cikisasthana
yaitu ilmu tentang ilmu terapi
7. Kalpasthana
8. Siddhi
2)
Gandharwaweda
Gandharwaweda mengajarkan tantang tari
dan seni suara atau music.
3)
Dhanurweda
Dhanurweda sering diterjemahkan sebagai
ilmu militer atau ilmu penahan. Dhanurweda diajarkan terutama kepada mereka
yang menjadi calon pemimpin. Sebagai ilmu dhanurweda memuat keterangan tentang
traning, mengenai acara penerimaan senjata, acara latihan pemakaian senjata dan
penggunaan senjata. Dan penulis yang dikenal adalah Wiswamitra, Wiracintamani.
4)
Arthasastra
Arthasastra adalah ilmu tentang politik
atau ilmu tentang pemerintahan. Kauntilya atau Canakya atau Wisnugupta yang
dianggap sebagai Bapak ilmu politik Hindu karena beliau sebagai penulis pertama
Arthasastra. Adapun empat aliran bidang Arthasastra yang disebut Caturwidya
1.
Anwiksaki adalah ilmu
saling ketergantungan
2.
Wedatrayi atau Trayi
juga merupakan ilmu saling ketergantungan
3.
Wartta adalah ilmu
tentang kesejahteraan
4.
Dandaniti adalah ilmu
pengetahuan yang lebih menekankan pada sendi – sendi hukum atau pemerintahan
yang mengatur kehidupan manusia.
BAB
VIII ITIHASA
8.1 Pengertian
Itihasa
Kata itihasa berasal dari tiga kata
yaitu iti – ha – asa yang artinya sesungguhnya kejadian itu begitulah nyata.
Itihasa adalah nama sejenis karya sastra agama Hindu. Itihasa adalah sebuah
epos yang menceritakan tentang sejarah perkembangan raja – raja dan kerajaan
hindu di masa silam. Itihasa dianggap dasar yang paling penting untuk dapat
memahami ajaran weda. Ceritanya penuh dengan fantasi, kewiraan yang dibumbui
dengan mitologi sehingga memiliki sifat kekhasan sebagai sastran spiritual. Di
dalamnya terdapat berbagai dialog tentang social politik, tentang filsafat dan
teori kepemimpinan yang diikuti sebagai pola – pola raja hindu.
8.2
Jenis – Jenis Kitab
Itihasa
Menurut sifatnya, maka seluruh yang
tergolong Itihasa hanya tiga macam yaitu :
1)
Ramayana
2)
Mahabrata
3)
Purana
Secara tradisional jenis yang tergolong
Itihasa hanya dua macam yaitu :
1)
Ramayana
2)
Mahabrata
8.3 Ramayana
Kitab Ramayana merupakan hasil karya
terbesar Maha Rsi Walmiki. Menurut hasil penelitian Ramayana tersusun atas
24000 stanza yang dibagi – bagi atas tujuh bagian yang disebut kanda yang terjadi pada jaman Tretayuga. Ramayana adalah sebuah epos yang
menceritakan tentang riwayat perjalanan Bhatara
Rama yang dianggap sebagai penjelmaan dari dewa visnu sebagai awatara
sebagai penegakkan dharma. Adapun ketujuh kanda yang dimaksud diatas adalah
sebagai berikut :
1)
Balakanda =
menceritakan tentang masa kanak – kanak Rama
2)
Ayodyakanda =
menceritakan tentang penobatan Rama akan menjadi raja
3)
Araniakakanda =
menceritakan tentang kehidupan Rama di hutan dengan Lakmana dan dewi Sita
4)
Kiskindakanda =
menceritakan tentang perang Subali dengan Sugriwa
5)
Sundarakanda =
menceritakan tentang keindahan alam dalam perjalanan Rama mencari Dewi Sita
6)
Yudhakanda = menceritakan
tentang perang Rama dengan Rahwana
7)
Uttarakanda =
menceritakan kembalinya rama ke Ayodya dan proses penyelenggaraan upacara
Asuameda
8.4 Mahabrata
Mahabrata adalah bagian Itihasa yang
usianya lebih muda dari Ramayana, yang disusun oleh Bhagawan Walmiki. Mahabrata
adalah kitab terbesar yang dimiliki oleh Hindu baik dilihat dari segi isi dan
ukurannya. Mahabrata memiliki k.1 100.000 buah dan bagian 18 parwa. Bagian yang
terbesar adalah Parwa yang ke- 12 memiliki 14.000 stanza. Sedangkan yang terkecil parwa 17 memiliki 312
stanza. Mahabrta terjadi pada permulaan jaman kaliyuga berkisar 3101 SM menurut Prof. Dr. Pargiter. Adapun ke- 18
parwa itu adalah adi parwa, sabha parwa, wana parwa, wirata parwa, udyoga
parwa, drone parwa, karna parwa, salya parwa, sauptiak parwa, sentry parwa,
santi parwa, anusasana parwa, asuamedika parwa, asramawasika parwa, mausala
parwa, maha parasthanika parwa dan swarga rohana parwa.
BAB
IX PURANA
9.1 Pengertian
Purana
Kata purana berarti tua atau kuno. Kata
ini dimaksudkan sebagai nama jenis buku yang berisikan tentang cerita- cerita
dan keterangan mengenai tradisi yang berlaku pada jaman dahulu kala.
Berdasarkan bentuk dan isinya, purana adalah sebuah Itihasa karena di dalamnya
memuat catatan - catatan tentang berbagai kejadian yang bersifat sejarah.
Tetapi dilihat dari kedudukannya, Purana merupakan jenis kitab Upaweda yang
berdiri sendiri, yang sejajar dengan Itihasa. Purana adalah kitab yang memuat berbagai macam
tradisi atau kebiasaan yang menjadi keterangan – keterangan lainnya, baik itu
tradisi atau kebiasaan baik itu tradisi
local, tradisi keluarga, tradisi suku bangsa, gotra, dan prawara serta cerita
tentang metologi.
9.2 Pokok –
Pokok Isi Purana
Pada garis besarnya, hampir semua
Purana memuat cerita – cerita tentang kebiasaan tradisional yang dapat dikelompokkan dalam lima hal yaitu
:
1)
tentang kosmologi atau
mengenai tentang penciptaan alam semesta
2)
tentang hari kiamat
atau pralaya
3)
tentang silsilah raja –
raja atau dinasti Hindu yang terkenal
4)
tentang masa manu atau
jangka pergantian masa manu ke masa manu berikutnya(manwantara)
5)
tentang sejarah
perkembangan dinasti Surya atau Suryawangsa dan Chandarawangsa
kelima hal ini
dirumuskan di dalam kitab Wisnu Purana III.6.24, yang menegaskan sebagai
berikut:
sargaca
pratisargaca wamso manwantarani ca,
sarweswetesu kathyante
wamsanucaritam ca yat
9.3 Pembagian
Jenis Purana
Pembagian kitab purana berdasarkan
isinya yang dalam pembagiannya menunjukakan adanya aliran – aliran atau sekte
dari Tri Murti dan dapat dibagi menjadi
tiga bagian yaitu :
1)
kelompok Satwika adalah
kelompok Purana yang mengutamakan Wisnu sebagai Dewatannya atau dewa tertingi
juga diceritakan penjelmaan dewa Wisnu sebagai awatara. Kelompok ini dapat
dijabarkan menjadi enam buah buku yaitu : wisnu purana, narada purana, bhagawata
purana, garuda purana, padma purana, dan waraha purana.
2)
Kelompok rajasika
(rajasa) purana adalah kelompok kedua yang mengutamakan Dewa Brahma sebagai
Dewatanya. Adapun enam buah kitab dalam kelompok ini yaitu : brahmanda purana,
brahmawaiwasta purana, bhawisya purana, markandeya purana (merupakan bukti
bahwa di bali pernah terkenal madzad waisnawa dan bhagawata), wamana purana,
dan brahma purana. Terdapat juga wisnu dalam penjelasan wamana purana dalam
penjelmaan wisnu sebagai manusia cebol.
3)
Kelompok tamasika
(tamasa) purana adalah kelompok yang ketiga dan terdiri atas enam kitab juga
yaitu : matsya purana, kurma purana, lingga purana, siwa purana, skanda purana,
dan agni purana. Disini juga terdap penjelasan tentang penjelmaan dewa wisnu
sebagai awatara dalam kurma purana.
9.4 Kitab
Upapurana
Kitab upa purana merupakan jenis kitab
yang terkecil dan merupakan kitab sebagai suplementer. Upa purana ini ditulis
oleh Bhagawan Wyasa yang isinya sangat singkat dan pendek. Dengan ada beberapa
penemuan tentang awig –awig yang berlaku dibesakih baik dalam bentuk prasasti
atau catatan – catatan dalam lontar yang kesemuannya itu dapat dikategorikan
dalam upa purana. Upa purana ini banyak memberikan informasi dan manfaat kepada
kita mengenai ajaran keagamaan dan acara. Adapun nama – nama yang tercatat
dalam upa purana sanatpurana, narasimha, brhannaradiya, siswarahasiya, durwasa,
kapila, wamana, bhargawa, waruna, kalika, samba,nandi, surya, parasasra,
wasistha, dewi bhagawata, ganesa dan hamsa.
BAB
X AGAMA
Berdasarkan
ajaran teori relativitas dinyatakan bahwa tiap yuga ada kecendrungan tertetu
bahwa tiap jaman memiliki kitab yang berbeda – beda. Didalam jaman kerta yuga
kitab weda yang utama, dalam jaman
treta yuga kitab Dharmasastra yang
utama, di jaman dwapara yuga kitab purana sebagai pegangan utama dan pada jaman
kali yuga kitab Agamalah yang paling
utama. Dengan demikian pada jaman ini kitab agamalah yang mesti dijadikan
pegangan yang utama. Namun bukan berarti hindu menolak kitab Weda pada jaman kali yuga. Kitab agama tergolong mengajarkan
tentang mantrayana. Berdasarkan kitab Agama ada empat sistim pemujaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa yaitu :
1)
sistim jnana
2)
sistim yoga Semadhi
3)
sistim Kriya atau
ritual secara esotrisna
4)
sistim charya atau
pemujaan dalam bentuk sistim exotrisna
Berdasarkan madzad – madzad maka kitab
agama itupun dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu : kelompok Waisnawa,
kelompok Siwaisme dan kelompok Sakta. Sayangnya madzad – madzad ini memberi
dampak yang keliru sehingga terkesan negative. Karena adanya salah tafsir terutama
oleh penulis – penulis yang terlalu melebih – lebihkan penggambarannya.
10. 1 Kelompok
Kitab Agama Untuk Waisnawa
Isi dari kitab ini adalah mengajarkan
mengenai cara pemujaan terhadap Dewa Wisnu dan segala manifestasinya.
Berdasarkana penelitian kitab ini dapat dihimpun menjadi empat bagian yaitu :
1)
pancharatra sumber
utama yang ada dalam kitab ini adalah dalam santi parwa yang mana menyebutkan
ada tujuh nama – nama yang dikenal yaitu : brahma, saiwa, kumara, wasistha,
kapila, gautamiya, dan naradiya.
2)
pratisthasara
3)
waikhasana
4)
wijnanalalita
Adapun kitab yang tergolong dalam kitab
Waisnawa berdasarkan catatan k.k 214
naskah kitab Waisnawa yang kitabnya terdiri dariiswara, sattwata, brhad,
brahma, dll. Adapun madzad yang terkenal sekarang ini dari madzad waisnawa
adalah Harekrsna yang berpegang pada
kitab bhagawatam dan bhagawadgita.
10.2 Kelompok
Kitab Agama Untuk Siwaisme
Madzad siwa berpusat perhatian pada pemujaan
terhadap siwa dan segala manifestasinya. Agama adalah dasar perkembangan dari madzad siwa dimana saja. Adapun dalam
madzad ini mengakui 28 buah kitab agama yang mana kitab Kamika agama yang
dianggap paling penting. Perkembangan madzad siwa di kasmir disebut pratyabhijnha ini berkembang di daerah
utara, dan di daerah selatan disebut sebagai madzad siddhanta. Dalam madzad ini tidak hanya berpegang pada kitab weda
tetapi juga berpegang pada kita weda sruti dan dharmasastra. Dalam madzad ini
tidak memandang ada perbedaan status seperti catur warna.
10.3 Kelompok
Kitab Agama Sakta
Madzad ini merupakan bagian dari siwa
pada umunya hal ini terlihat dalam sakta dialog antara siwa dengan dewi parwati
dan lebih khusus disebut sebagai madzad tantra.
Tantrayana pada dasarnya berorientasi pada madzad Sakta dengan sakti atau dewi
sebagai segala pusat perhatian. Ada beberapa buku yang perlu diperhatikan untuk
memberi keterangan tentang madzad in adalah maha nirwana tantra, kutarnawa,
kulasara, prapanchasara, tantraraja, rudra yamala, brahma yamala, wisnu yamala,
todala tantra dll. Diantara yang paling terkenal ialah iswara samitha,
ahirbudhnyasamitha, sanatkumara samitha, narada samitha, pancharatra samitha,
sapanda pradipaka dan maha nirwana tantra. Adapun perwujudan dalam bentuk sakti
dewi ini terdapat pada jaman Hayam Huruk berbentuk candi.
BAB
XI BEBERAPA ATURAN DALAM MEMPELAJARI WEDA
11. 1 Cara
Belajar Dan Mengajar Membaca Weda
Bagi orang yang ingin belajar Weda umur
termuda adalah empat tahun dan paling lambat umur 22 tahun selebihnya dari umur
itu sudah tidak baik karena dalam sastra dikatakan Wratya dan tidak cocok
sebagai orang Arya. Adapun factor – factor yang mesti diperhatikan dalam
belajar Weda ialah : pengenalan huruf dan suaranya. Adapun huruf yang dimaksud
adalah huruf dewanagari. Menurut kelompok daerah artikulasinya pada waktu
pengucapan jenis huruf ini dabagi atas dua bagian yaitu:
1)
Kelompok huruf swara
(huruf hidup ) yang terdiri atas : a,a,i,i,u,u,e,ai,o,au,r,rr,lr,ll,rr
2)
Kelompok huruf wyanjana
(huruf mati) terdiri atas :
K,
kh, g,gh,,ng (n)
C,
ch, j, jh, n
T,
th, d, dh, n
P,
ph, b, dh,m
S,
s (sn), s (c), h
Ks,
(ksh), tra, jn
Jadi jelasnya
mengenal suara, mengucapkan dengan tepat dan memberikan tekanan secara tepat
itu hal yang perlu diperhatikan dalam membaca Weda dan jangan lupa selalu
berlindung dibawah Tuhan Yang Maha Esa.
Faktor yang kedua yang mesti
diperhatikan adalah pengenalan terhadap arti kata yang diucapkan atau disebut
Wyakarana. Berbeda cara membaca, berbeda juga artinya jadi harus benar – benar
diberikan perhatian khusus. Kapan kita memberi tekanan kuat, kapan melemah, kapan
panjang, dan kapan pendek. Kesemuanaya harus dijelaskan dalam belajar apakah
kepada anak kecil atau dewasa dan mereka harus tunduk terhadap aturan serta
cara – cara itu. Mulai dari sekarang kenalilah huruf itu dan mencoba
mengejanya, mengenal suaranya sehinga dengan itupun kita akan mendapat pahala.
11.2 Ketentuan –
Ketentuan Dalam Weda
Berdasarkan ketentuan dari kitab Smrti
bahwa bagi orang yang ingin belajar Weda yang pertama harus di upanayana atau
istilah Balinya disebut mawinten yang bertujuan untuk menyucikan orang itu
secara lahir dan bathin. Sehingga dalam proses belajarnya mudah memahami
pelajaran weda dengan baik setelah itu baru boleh membaca mantra. Upanayana ini
dimuat dalam Manawadharmasastra II.
37 bahwa “ upanayana dilakukan pada umur lima tahun dan paling lambat umur 24
tahun (M II.38) dan bila lewat dari itu disebut sebagai Wratya dan tidak boleh
diakui sebagai orang arya (M II.39)”. dan diwajibkan ketika mengucapkan mantra
harus didahului dengan Om dan diakhiri juga dengan Om hal ini ditegaskan dalam
Manusmrti Bab II.74.
Dalam pengucapan mantra harus disertai
dengan jasad yang suci lahir dan bathin dengan melakukan pranayama dan
pengucapan matra – mantra pawirta, setiap harinya kita harus membaca
Trisandhya, dan ketentuan lainnya bagi siswa agar selalu melatih dan
membiasakan diri dengan melakukan tapa brata. Dan hal – hal yang dilarang
ketika membaca mantra adalah jangan membaca mantra sambil tidur – tiduran,
ketika hujan, ketika gempa bumi, ketika angin ribut, dan dalam keadaan cuntaka
agar apa yang kita lakukan mendapat Pahala. Dan ketentuan ini tidak berlaku
bagi pendeta.
BAB
XII PENYEBARAN AJARAN WEDA
Penyebaran
weda berdasarkan ketentuan Rg weda X.71.3
telah tersebar luas dan popular melalui lagu yang disampaikan melalui
yajna. Dengan demikian maka Weda akan didengar oleh masyarakat umum tanpa
mengenal batas. Menurut Rg weda X.71.4 ada empat macam orang yang akan
menyebarkan weda yang sesuai dengan profesinya yaitu :Ahli kawisastra, seniman,
ahli – ahli yang akan mengubah dan membahas weda dan para pendeta yang
melakukan yajna.
Penyebaran menurut pustaka suci Yajur
Weda XVI. 1.2.3 dan Rg weda II. 23 yang pada intinya menyebutkan bahwa ajaran
weda harus dipopulerkan dan diajarkan kepada semua golongan tanpa membeda-
bedakan golongan mereka. Ajaran weda itu harus dihayati bukan hanya untuk
dwijati saja tapi juga oleh Sudra dan orang nonhindu pun dapat diajarkan weda
itu. Dengan demikian weda akan menjadi popular dan dapat merubah dunia dengan
menjadikan pembacanya menjadi orang yang baik.
Adapun pahala bagi orang yang
mempelajari Weda, Maha Rsi Manu di dalam Manawadharmasastranya menjelaskan hala
– hal sebagai berikut:
Manawadharmasastra
Bab II. 14
Srutidwaidam tu yatrasyatm tatra
dharmawubhau smrtau,
Ubhawapi hi tau dharmau samyag uktau
manisibhih
Terjemhannya:
Pengetahuan
smrti diwajibkan bagi mereka yang berusaha mempeloreh pahala material dan
kebahagiaan duniawi sedangkan mereka yang ingin memperoleh pahala rohani itu,
sruti adalah mutlak
Manawadharmasastra
Bab II.26
Waidikaih karmabhih punyair nisekadir
dwijan manam,
Karyah sarirasamskarah pawanah pretya
ceha ca
Terjemahan :
Dengan
melaksanakan upacara – upacara keagamaan yang diwajibkan oleh weda, upacara
praenatal dan samskara serta upacara – upacara lainnya akan mensucikan badan
serta membersihkan diri seseorang dari dosa – dosanya seteah mati
Manawadharmasastra
Bab III. 66
Mantrastu samrddhani kulanyalpa
dhananyapi.
Kulasamkhyam ca gacchanti karsanti ca
mahadyasah
Terjemahan :
Keluarga
yang kaya akan pengetahuan weda, walaupun hartanya sedikit mereka tergolong
diantara orang – orang besar dan terkenal
Manawadharmasastra
Bab XI.57
Brahmajjnata wedaninda kauta saksyam
suridwadah,
Garhitanadyayorjagdhih surapana samani
sat
Terjemahan :
Melupakan
weda, menentang weda, member kesaksian palsu pembunuhannteman sendiri, memakan
makanan yang dilarang, menelan makanan – makanan yang tal layak sebagai makanan
adalah enam macam kesalahan yang dosanya sama dengan minum sura
Manawadharmasastra
XI.246
Wedabhyaso nwaham saktya mahayajnakriya
ksama,
Nasayantyasu papani mahapataka janyapi
Terjemahan:
Mempelajari
weda setiap harinya, melakukan panca maha yajna sesuai kemampuannya, sabar
dalam menderita, semuanya itu cepat atau lambat akan meleyapkan semua dosa –
dosanya walaupu dosa besar sekalipun
Dalam hal ini juga ditegaskan dalan
Maitri Upanisad IV. 1.2.3 bahwa merupakan jaminan bagi seseorang akan mencapai
kesempurnaan melalui belajar weda serta melakukan kewajiban – kewajiban dengan
teratur. Disamping itu dalam Candogya Upanisad XXIII.1 yang menegaskan bahwa
“ada tiga kewajiban yang harus dilakukan yaitu melakukan kurban, mempelajari
weda dab berdana (bersedekah), itu adalah kewajiban utama. Hidup bertapa
merupakan kewajiban kedua sedangkan hidup berumah tangga dengan mengajarkan weda
merupakan tugas yang ketiga. Semua itu akan membawa kebajikan pada dunia. Ia
yang tetap berdoa akan mencapai kesempurnaan. Jadi sudah menjadi kewajiban kita
bersama untuk selau hidup berdasarkan ajaran weda dan penyebaran ajaran weda
kepada semua umat di dunia yang menunjukkan weda bersifat universal.
BAB
XIII PETUNJUK PENGGUNAAN WEDA
Dalam menghayati weda tidak cukup
melihat aspek Sruti atau Smrtinya saja tetapi seluruh produk Smrti dan wibandha
itupun perlu harus dihayati dan dikaji. Sebelum mempelajari weda harus
didahului dengan mempelajari kitab Itihasa dan Purana. Dari manusmrti II. 12
menegaskan bahwa kebajikan yang merupakan hakikat daripada Dharma diwujudkan
didalam dunia ini berdasarkan kaedah yang tertera dan tersirat dalam Sruti dan
Smrti, sadacara, serta Atmanastuti. Karena didalamnya menulis tingkah laku
manusia, lembaga – lembaga hindu dalam lingkungan masyarakat Hindu tidak dapat
lepas dari kaedah itu.
Sebagai gambaran perbandingan yang
mudah, Weda Sruti adalah merupakan UUD agama Hindu dan Weda Smrti adalah UUP
Agama Hindu. Dengan demikian peganglah kitab itu sebagai tuntutan hidup yang
sesuai dengan keadaan. Adapun sumber hokum yang dijadikan acuan oleh Lembaga
Agama Hindu yaitu : Manawadharmasastra
XII.108 yang menyatakan “kalau ditanya bagaimana hukunya sedangkan
ketentuan belum dijumpai secara khusus maka para sista (ahli) dalam bidang itu
akan menetapkan sebagai ketentuan yang mempunyai ketentuan hokum. Manawadharmsastra XII.109 yang
menyatakan bahwa “para brahmana tergolong sista menurut weda, adalaha mereka
yang mempelajari weda lengkap dengan bagian – bagiannya yang dapat membuktikan
pandangnya dari segi Sruti. Manawadharmasastra
XII.110 yang menyatakan bahwa “ apapun juga bentuk parisada itu jumlahnya
sekurang – kurangnya 10 orang atau tiga orang yang sesuai menurut fungsi
jabatannya, keputusannya dinyatakan sah yang tidak dapat diganggu gugat”.
Manawadharmasastra
XII. 111 yang menyatakan bahwa “ tiga orang yang ahli weda, seorang ahli
dibidang logika, seorang yang ahli bidang mimamsa, seorang ahli bidang nirukta,
seorang ahli bidang pengucapan mantra, dan tiga orang dari golongan pertama
merupakan anggota parisada ahli yang terdiri dari 10 anggota. Manawadharmasastra XII.112 yang
menyatakan bahwa “seorang yang ahli dibidang Rg weda, seorang yang mengerti
Yajur weda, dan seorang yang ahli samaweda dinyatakan sebagai anggota majelis
parisada yang mempunyai wewenang dalam memutuskan bila perumusan hokum Hindu
itu diragukan.
Mkasii banyak, berguna banget.. :)
BalasHapusAstungkare sangat berguna.
BalasHapus