Rabu, 18 Desember 2013

Bahasa Daerah Unsur-unsur Intrinsik pada Salah Tembang dan Prosa


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Di zaman ini pertumbuhan penduduk begitu melezat, hal ini dikarenakan dominan kelahiran dibandingkan dengan kematian. Dengan berkembangnya jumlah penduduk yang begitu tinggi tidak menutup kemungkinan juga ilmu pengetahauan pun ikut berkembang hal ini dikarenakan karena adanya persaingan untuk mendapatkan aktualisasi diri dan untuk mempertahankan kehidupan. Dari proses persaingan inilah manusia berlomba – lomba mencari ilmu pengetahuan dan dari itulah bermunculan berbagai ilmu – ilmu. Dari ilmu – ilmu itu, tentunya memiliki banyak manfaat salah satunya adalah untuk membantu manusia menghadapi dan memecahkan masalah – masalah hidupnya. Tentunya dari bermunculan ilmu pengetahuan baru, manusia tidak merasa bosan untuk mempelajari ilmu pengetahuan lama atau menganggap ilmu pengetahuan lama itu kadaluarsa. Karena pada hakekatnya yang lama adalah panutan atau pedoman untuk sesuatu yang baru.
Namun pada moderenisasi ini kebanyakan orang yang berilmu memiliki kelakuan yang tidak baik. Mereka lupa, sejatinya tidak hanya ilmu yang mesti dikejar tetapi ini juga diimbangi dengan pengetahuan spritual. Mengingat teori yang dimana antara IQ, EQ dan SQ itu harus seimbang dengan demikian akan tercipta manusia yang bijak dan merujuk pada konsep Albert Ainsten bahwa ilmu tanpa agama akan hancur dan agama tanpa ilmu akan buta.
Mengingat permasalah diatas tidak hanya menggerogoti penduduk Indonesia pada umunya tapi menggerogoti juga penduduk Bali pada khususnya. Bali yang dikenal sebagai  salah satu pulau yang memiliki penduduk yang  didominasi oleh masyarakat beragama Hindu. Dimana ada perpaduan antara budaya dan agama, secara sepintas memang sangat sulit membedakan antara agama dan budaya. Sehingga agama Hindu di Bali sangat unik yang mana kulitnya adalah budaya, isinya adalah agama. Dengan kata lain agama Hindu di Bali dibungkus dengan kemasan yang sangat cantik yaitu budaya. Untuk itulah jangan sampai hanya berlomba – lomba mencari ilmu untuk meningkatkan kualitas diri secara sekala, Sradha dan budaya yang kental ini sampai memudar.
Sekalipun masyarakat Bali didominasi oleh penduduk beragama Hindu tidak menutup kemungkinan adanya konflik sesama saudara. Baik itu sifatnya masalah pribadi, sosial ataupun yang lainya. Hal ini dipacu karena tidak melekatnya ajaran Tri Hita Karana dan Tri Kaya Parisudha ( ajaran dalam agama Hindu) pada setiap individu masyarakat. Tentunya ini menjadi sebuah permasalahan bagi kita semua, karena Tuhan menciptakan alam, binatang/hewan dan manusia tidaklah lain untuk saling melengkapi antara satu dengan lainnya bukan sebaliknya. Namun kadang – kadang manusia itu lupa akan jati dirinya dan semua yang ada disekitarnya, bahwa kita berasal dari satu sumber yang sama. Semestinya, dengan sadar akan keberadaan alam dan seisinya, manusia harus saling mengisi, memberi, menghargai agar tercipta dunia yang santih.
Dari itulah banyak pengawi karya sastra Bali, mendiskripsikan berbagai gaya kehidupan masyarakat Bali melalui karya sastranya dalam bentuk tembang,prosa dan lain - lain. Yang dimana dalam karya sastranya berisi cuplikan, kritik, saran ataupun amanat tentang masalah kehidupan masyarakat Bali. Sebagai generasi kita harus menjaga dan melestarikan warisan budaya dari leluhur salah satunya yaitu mengetahuai berbagai tembang dan karya – karya lainnya. Dan yang terpenting adalah bagaimana kita memetik ajaran atau amanatnya dan bagaimana  mewujudnyatakan amanat atau ajarannya itu.

1.2  Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, adapun rumusan - rumusan masalah ialah sebagai berikut :
1.        Apa itu unsur – unsur intrinsik ?
2.        Bagaimana unsur – unsur intrinsik yang terdapat dalam salah satu dari 3 tembang yaitu sekar rare, sekar madya dan sekar agung yang terkait bidang dalam keagamaan?
3.        Bagaimana unsur – unsur intrinsik dalam salah satu dari 2 prosa yaitu satua dan cerpen yang keterkaitannya dengan bidang keagamaan?

1.3  Tujuan Penulisan
Dalam setiap tindakan sudah barang tentu memiliki suatu tujuan, jadi dari rumusan masalah diatas adapun tujuan yang ingin dicapai oleh penulis adalah sebagai berikut :
1.        Untuk memahami unsur – unsur intrinsik
2.        Untuk mencari dan memahami unsur – unsur intrinsik pada salah satu sekar agung, sekar madya dan sekar rare yang ada hubungannya dengan bidang keagamaan
3.        Untuk mencari dan memahami unsur – unsur intrinsik pada salah satu satua dan cerpen yang ada hubungannya dengan bidang keagaman .

  

BAB II
PEMBAHASAN


2.1 Unsur-unsur Intrinsik
Unsur- unsur intrinsik ialah unsur- unsur yang membangun karya sastra dari dalam karya sastra itu sendiri. Maksud dari dalam yaitu unsur tersebut masuk di dalam karya sastra itu sendiri. Secara umum unsur intrinsik karya sastra mencakup tema, alur, penokohan, latar, , suasana, pusat pengisahan, dan gaya bahasa.
2.1.1        Tema 
Tema adalah ide atau gagasan pokok yang menjadi persoalan dalam sebuah cerita. Tema juga merupakan dasar cerita yaitu pokok permasalahan yang mendominasi suatu karya sastra (suharianto). Tema merupakan titik tolak pengarang dalam menyusun karya sastranya. Tema ini merupakan hal yang ingin disampaikan dan dipecahkan oleh pengarangnya melalui ceritanya. Tema menjadi dasar pengembangan seluruh cerita, maka tema pun bersifat menjiwai seluruh bagian cerita itu dari awal sampai akhir.

2.1.2   Plot atau alur
 Plot atau alur adalah hubungan cerita dari awal sampai akhir secara runtut sehingga menimbulkan cerita yang runtut. Alur bisa berupa maju, mundur, atau maju mundur.

2.1.3        Penokohan atau perwatakan
Penokohan adalah karakteristik watak pelaku dalam cerita tersebut. Cara penokohan dalam cerpen ada dua cara, yaitu: Penokohan secara langsung, yaitu watak tokoh-tokoh cerita itu disampaikan dengan cara menyebutkan wataknya. Penokohan secara tidak langsung, yaitu watak-watak tokoh dalam cerita itu disampaikan tidak secara terus terang, melainkan digambarkan dengan tindakan yang dilakukan tokoh tersebut dari cerita.
2.1.4        Latar atau setting
Latar atau setting cerita meliputi: Segala peristiwa yang terjadi dalam kehidupan manusia pasti tidak akan lepas dari ikatan ruang dan waktu. Begitu juga dalam cerpen ataupun novel yang mana itu merupakan penceritaan kehidupan manusia dan segala permasalahanya. Tempat kejadian dan waktu kejadian akan senantiasa menjalin setiap laku kehidupan tokoh dalam cerita. Dengan demikian dapat diartikan bahwa latar adalah tempat dan atau waktu terjadinya cerita.
Latar atau biasa juga disebut setting dalam karya sastra prosa (cerpen dan novel) tidak hanya berfungsi sebagai penunjuk tempat dan waktu cerita. Latar dalam karya sastra prosa ini juga dijadikan sebagai tempat pengambilan nilai-nilai yang ingin diungkapkan pengarang dengan ceritanya. Menurut Nurgiyantoro (2004:227—233) latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu latar tempat, latar waktu, latar sosial atau suasana. Latar tempat, yaitu tempat peristiwa itu terjadi, Latar waktu, yaitu kapan peristiwa itu terjadi, Latar suasana, yaitu suasana yang terjadi dalam cerita

2.1.5        Sudut pandang
Sudut pandang atau disebut juga point of view adalah cara pengarang menceritakan tokoh-tokohnya dalam suatu cerita. Penempatan posisi pengarang terhadap tokoh untuk menampilkan cerita mengenai perikehidupan tokoh dalam cerita itulah yang dinamakan pusat pengisahan (point of view) atau kadang disebut juga sudut pandang.  Secara umum pusat pengisahan dikategorikan dalam 4 jenis, yaitu Pengarang sebagai pelaku utama cerita, pengarang ikut bermain tetapi bukan sebagai tokoh utama, pengarang serba hadir, dan pengarang peninjau.
Atau beberapa macam sudut pandang atau cara atau cara bercerita:
a.       Sudut pandang orang pertama, pengarang memakai istilah aku untuk menghidupkan tokoh, seolah – olah dia menceritakan pengalamannya sendiri
b.      Sudut pandang orang ketiga, pengarang memilih salah satu seorang  tokohnya untuk menceritakan orang lain. Tokoh yang diceritakn tersebut adalah dia
c.       Sudut pandang pengarang sebagai pencerita,pengarang hanya menceritakan apa yang terjadi, seolah – olah pembaca berdasarkan kejadian, diaolog dan perbuatan para pelakunya karena pengarang tidak memberikan petunjuk atau tuntunan terhadap pembanca
d.      Sudut pandang serba tahu, ia dapat menceritakan apa saja pengarang seolah – olah serba tahu segalanya. Ia dapat menciptakan apa saja yang diperlukan untuk melengkapi ceritannya sehingga mencapai efek yang diinginkan. Pengarang bisa mengomentari kelakuan para pelakunya dan dapat berbicara langsung dengan pembaca

2.1.6        Diksi
Diksi atau gaya bahasa adalah Bahasa dalam karya sastra prosa (cerpen dan novel) memiliki fungsi ganda yaitu sebagai penyampai maksud pengarang dan sebagai penyampai perasaan. Pengarang dalam membuat karya sastra bukan hanya sebatas ingin memberitahu pembaca akan apa yang dialami tokoh, namun pengarang juga bermaksud mengajak pembaca merasakan apa saja yang dialami oleh tokoh dalam cerita. Karena keinginan inilah gaya bahasa yang digunakan dalam karya sastra sering berbeda dengan gaya bahasa pada kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain gaya bahasa dapat diartikan sebagai cara (berbahasa) yang ditempuh penulis untuk menyampaikan pikiran atau maksud. Gaya bahasa atau pilihan kata yang tepat yang digunakan biasanya indah dan mudah dipahami.

2.1.7        Amanat atau pesan
Amanat adalah pesan moral yang disampaikan oleh pengarang kepada pembaca dalam cerita tersebut. Amanat juga adalah hal yang hendak pengarang sampaikan kepada pembaca, yang berkaitan dengan tema. Amanat disebut juga hikmah cerita. Amanat bisa berupa paham – paham tertentu, nasihat – nasihat, ajakan, atau larangan. Anda bisa mengetahui  amanat yang disampaikan pengarang setelah membaca seluruh karangan.

2.2      Unsur – unsur Intrinsik Dalam Tembang
2.2.1 Sekar Alit ( Gending Rare )
Made Cerik
lilig montor ibi sanja 2x
Montor Badung ka Gianyar 2x
Gedebege muat batu
Batu Cina
Batis lantang cunguh barak 2x
Mangumbang-ngumbang I Codar 2x
I Codar matatulupan
Jangkak-jongkok
Manyaru  manyoncong jangkrik 2x
Jangkrik kawi Ni Luh Tama2x
Ni Luh Tama nunjung biru
1.      Temanya yaitu pertemuan antara Purusha dan Prakerti atau proses penciptaan
2.      Plot yang digunakan dalam sekar rare diatas adalah alur maju
3.      Sudut Pandang yang digunakan dalam sekar rare diatas adalah orang ketiga atau pengarang peninjau
4.      Gaya Bahasa atau Diksi adalah perumpamaan
5.      Amanat yang dapat dipetik dari sekar rare diatas adalah proses penciptaan akan berhasil bila adanya pertemuan antara pradana dan purusha. Begitu halnya proses yang terjadi pada kehidupan manusia, perlu adanya kerjasana antara pihak laki – laki dengan perempuan dimana kedudukan harus seimbang.

2.2.2 Kidung ( Sekar Madya )
Purwa kaning
Angripta rum
Ning wana wukir
Kahadang labuh
Kartika
Panedhenging sari
Angayon  tangguli ketur
Angring-ring
Jangga mure
           

Tersebutlah pada jaman dahulu
            Saat musim bersemi
Di hutan di kaki gunung
Ketika musim hujan
Bertepatan dengan sasih kapat
Ketika itu musim berbunga
Semua tumbuh-tumbuhan menjadi hidup
Dan tumbuh dengan baik
Bahkan rumput-rumput di batu padaspun tumbuh pula


1.      Temanya, hasil dari penciptaan berupa tumbuh – tumbuhan yang tumbuh subur pada musim semi
2.      Alur atau Plot yang digunakan adalah alur maju
3.      Latar tempat adalah di kaki gunung, latar waktu adalah musim hujan,
4.      Sudut Pandang yang digunakan adalah orang ketiga sebagai peninjau
5.      Gaya bahasa atau Diksi adalah bahasa kawi
6.      Amanat yang dipetik dalam cerita ini diatas bahwa varian tumbuh – tumbuhan akan tumbuh dan berkembang dengan subur pada musim hujan yang bertepatan pada bulan september hingga oktober, Tuhan telah menciptakan berbagai tumbuhan dan bunga sebagai bentuk kesuburan yang sangat membantu keberlangsunagn hidup manusia. Untuk itu manusia harus menanam dan memeliharanya pada musim semi ini

2.2.3 Kakawin ( Sekar Agung )
Kawit sarat samaya
Kalanirar parangka
Ton tang pradesa
Ri awanira kapwa Ramia
Kweh luah mageng
De nira tirta dibya
Udyana len talaga
Nirjara kapwa mahening

Ketika sasih katiga menjelang sasih kapat
Ketika itu Rama berkehendak bepergian
Melihat desa-desa, alam seluruh wilayah beliau
Ketika itu semuanya yang dilihatnya sangat menyenangkan hati
Banyak sungai-sungai besar dijumpai oleh beliau
Demikian juga tempat permandian yang indah ada di sana pula
Tetamanan dan kolam yang indah pula ada disana
Begitu pula air terjun yang airnya sangat jernih

1.      Temanya, keindahan alamiah
2.      Alur atau Plot yang digunakan adalah alur maju
3.      Latar tempat adalah pada bulan katiga yang berkisar bulan agustus hingga september dan sasih kapat berkisar bulan september hingga oktober, di sebuah desa
4.      Sudut Pandang yang digunakan adalah orang ketiga dan pengarang sebagai peninjau
5.      Gaya bahasa atau Diksi adalah bahasa kawi
6.      Amanat yang dapat dipetik dalam cerita diatas ialah bahwasannnya jika manusia mampu menjalankan hubungan baik dengan alam, maka alam akan memberi sejuta kebaikan, sesungguhnya dengan menyayangi alam sama halnya menyayangi diri sindiri. Sehingga memberikan feed back sendiri bagi manusia, sehingga keindahan alam ini mampu menyenangkan semua mahluk hidup dan kehidupan ini akan cantih. Dengan hal ini, dapat dikatakan manusia sadar bahwa dengan menjaga dan memelihara alam untuk semua mahluk yang ada di dunia ini adalah sama halnya memeberikan pelayanan kepada Tuhan.
Nyanyian Sekar Rare menggambarkan tentang purusa dan pradana sebagai 2 elemen benih kehidupan. Setelah 2 elemen tadi bersatu, maka lahir alam semesta beserta isi dan sistemnya  ( Sekar Madya ). Dan akhirnya alam ini membuat manusia sebagai mahluk tertinggi, punya wiweka merasa nyaman dan senang melihat ciptaan Tuhan ( Sekar Agung. Secara umum bertemakan keagamaan, dimana dari proses penciptaan alam sampai pada hubungan antara manusia dengan alam dan Tuhan

2.3 Unsur – unsur Intrinsik Dalam Prosa
2.3.1 Satua
Satua I Naga Basukih
Jani ada kone tutur-tuturan satua, Ida Batara Guru, Ida betara Guru totonan malinggih ring gunung Semeru, kairing olih putran idane mapesengan Inaga Basukih. Pesengan Idanae dogen suba ngarwanang, I Naga Basukih terang gati suba putran  Ida Batara Guru tototan maukudan naga
Nah jani sedek dina anu, kandugi enu ruput pesan  I Naga Basukih tangkil ring ajine. Baah tumben buka semengane I Naga Basukih tangkil, dadi matakon Ida Batara Guru ring putrane “ Uduh nanak bagus, dadi tumben buka semengane inanak nangkilin aji, men apa jenenga ada kabuatan I nanak ring aji, nah lautang inanak mabaos !” keto kone petaken Ida Batara Guru ring putrane I Naga Basukih.
Ditun lantas I Naga Basukih matur ring ajine, “ Nawegang aji agung titiangg kadi isenge ring sameton titiangge sane wenten ring jagat Bali, makadi Batara geni Jaya sane malinggih ring bukit Lempuyang, Batara Mahadewa kocap ring Gunung Agung, Batara Tumuwuh ring Gunung batukaru, batara Manik Umang ring Gunung Beratan, Batara Hyang Tugu di Gunung Andakasa, cutet ring sami semeton, nika makawinan titiangg nunasang mangda sueca ugi maicain titiangg lunag ke tanah bali, jaga ngrereh semeton titiangge sami.
Beh, mare keto kone aturne I Naga basukih, dadi di gelis Ida batara Guru ngandika, “ Uduh nanak bagus, nah dadi baan aji sampunang ja I nanak lunga ka Bali buate lakar ngalih pasemetonan I dewane. Nah apa lantas ngawinang dadi buka aji mialang pamargin I nanak, mapan gumi Baline totonan joh pesan uli dini. Buina yan lakar I nanak ngalih gumi Baline, pajalane ngeliwat pasih. Len teken totonan buat tongos sameton-sameton I nanak malinggih madoh-dohan, selat alas suket madurgama. Kaparna baan aji, minab lakar sengka baan I nanak indike jaga mamanggih sameton. Buine yan pade I nanak lunga, men nyen kone ajak aji nggawaspadain utawi nureksain dini di Gunung Semeru.” Dadi keto kone pangandikan Ida Batara Guru buka anake mialang pajalane I naga Basukih lakar luas ka tanah Bali.
Baan isenge teken sameton, mimbuh baan dotne nawang gumi Bali sing ye keto jenenga, mimbuh buin ngawawanin I Naga Basukih matur ring Ida Batara Guru, “ nunas lugra aji Agung, yening kenten antuk aji mabaos, minab aji ngandapang saha nandruhin kawisesan titiangge. I wawu Aji maosang jagat baline selat pasih, raris mialang pajalan titiangge ka Bali, beh elah antuk titiang ngentap pasihe wantah aclekidik. Raris aji malih mamaosang genah sameton titange madoh-dohan, maselat als suket madurgama, amunapi seh ageng gumin Baline punika aji ? kantun elah antuk titiangg aji. Yening aji maicayang, punika aji.” Dadi jeg keto kone aturne I Naga Basukih, jeg nyampahang gumi baline di ajeng Ida Batara Guru.
Nah mapan aketo kone aturne I Naga Basukih, Men Ida Batara Guru jog kadi blengbengan kayunidane mirage atur putrane. Dados jog nyampahang gumi Baline, buin sadah elah kone baan nguluih mapan tuah amu taluhe geden gumin Baline.Sakewala pamuput ngandika  Ida Batara Guru teken Inaga Basukih, “Nanak Bagus Naga Basukih, aji sing je buin mialang pajalan I nanak ka jagat Bali, nah majalan I nanak apang melah!” Mare keto kone pangandikan ajine, beh ngrigik kone kendelne I Naga basukih, jog menggal-enggalan nunas mapamit ring Ida batara Guru.
Nah jani madabdaban kone I Naga Basukih buate luas ka Bali. Yan buat pajalane uli gunung Semeru lakar ngojog Blambangan. Di benenge majalane I naga basukih, asing tomploka jog pragat dekdek remuk. Telah punyan-punyane balbal sabilang ane eke entasin baan I Naga Basukih. Sing baan geden lipine ngranaang sing keto jenenga? Buina telah patiangkeb kutun alase mare ninggalin I naga Basukih.
Gelisang satua tan ucap di jalan, jani suba kone neked di Blambangan pajalane I Naga basukih. Mapan enota apang enggal ja ninggalin gumi Baline, dong keto ya jenenga, jani menek kone I Naga Basukih kaduur muncuk gununge, ulil muncuk gununge totonan lantas I Naga Basukih ninjo Gumi Baline. Bes gegaen ninggalin uli joh lantasan, terang suba cenik tinggalina gumi Baline teken I naga Basukih. Payu ngrengkeng I naga Basukih kene kone krengkengane I Naga Basukih, “ Beh bes sanget baan I aji melog-melog deweke, suba seken gumi Baline amun taluhe dadi manahange lakar keweh kone deweke ngalih sameton di gumin Bali. Dadi buka anake sing nyager I Aji teken kasaktian deweke.”
Nah keto kone pakrengkengan I Naga Basukih. Dadi tusing pesan kone ia rungu wiadin naen pakrengkengane di ati totonan kapireng olih Ida Batara Guru. Ida anak mula maraga mawisesa, maraga sakti, sakedap dini sakedap ditu, cara angin tuara ngenah. Dadi dugas I Naga Basukih ngrengkengne , Ida Batara suba ada ditu, sakewala tusing tinggaline teken I Naga basukih, ditu lantas Ida Batara Guru jog nyeleg disampingne I Naga Basukih tumuli ngandika, “ Uduh nanak Naga Basukih nganti suba pindo pireng aji I nanak nyampahang gumi Baline I nanak ngorahang gumi Baline totonan tuah amul taluhe. Nah jani aji kene teken I nanak, yan saje gumin Baline tuah amun taluhe buka pamunyin I nanak. Nah ento ada muncuk gunung ane ngenah uli dini, yan buat gunununge ento madan gunung Sinunggal. Jani yan saja nanak sakti tur pradnyan, aji matakon teken I Dewa, nyidayang ke I nanak nguluh gununge totonan?. Yan suba saja mrasidayang I Dewa nguluh, nah kala ditu aji ngugu teken kawisesan I dewane.” Keto kone pangandikan Ida Batara Guru teken I Naga Basukih.”
Beh payu makejengan I naga Basukih, krana tusing naen-naen gati dadi jog nyeleg ajinne di sampingne, dadi mapan aketo bebaos Ida Batara Guru, dadi matur I Naga Basukih,” Inggih Aji Agung, yan wantah Aji nitah mangda nguluh gunung Sinunggale, maliha yan bantas amonika pakantenan jagat Baline, yaning aji maicayang jagat Baline jaga uluh titiang,” keto kone aturne I Naga basukih Kaliwat bergah.
Malih Ida Batara Guru ngandika, “Cening Naga Basukih, nah ene titah ajine ane abedik malu laksanayang!”
Jani madabdaban lantas I Naga Basukih lakar nguluh gunung Sinunggale ane ada di tanah Baline uli gunung Blambangane. Ditu Inaga Basukih ngentegang saha nuptupang bayu. Beh ngencorong paninggalane I naga basukih neeng gunung sinunggale, yan rasa-rasayang tulen je buka kedis sikepe dibenengan nyander pitike kagangsarane I Naga basukih ngepet-ngepetang muncuk gununge.
Nah jani disubane neked di bali, buin suba kacaplok gunung sinunggale, beh kalingke lakar ngulu, ajin bantes mare muncukne dogen suba sing nyidayang I naga Basukih ngepet-ngepetang muncuk gununge. Mapan kagedenan lelipine sadah sambilange maplegsagan mesuang bayu, dadi embed gunung Sinunggele ane paek bena kelodne. Yan rasaang, beh cara munyin keug sasih kaulu munyin doosane I Naga Basukih amah kenyeln, masih tonden ngidaang nguluh muncuk gunung Sinunggale.
Kacrita ne jani pelanan suba telah bayune I Naga Basukih. Undukne I Naga Basukih buka keto kaaksi olih Ida Batara Guru, mawanan digelis Ida ngandika, “ Nanak Naga Basukih, men kenken nyidayang apa tuara I nanak nguluh gunung Sinunggale?”
Mare keto kone patakon Ida batara Gurune, emeh kaliwat kabibilne madukan jengah kenehne I naga Basukih. Sakewala buin telung keto ja lakar ngaba jengah, lakar tuara ngidaang I Naga Basukih nguluh muncuk gunung Sinunggale. Dadi sambilange kabilbil matur I Naga Basukih ring Ida Batara Guru, “ Nawegang Aji Agung, kenak Aji ngampurayang indik titiangge bregah saha ngandapang jagat Baline. Mangkin kenak Aji ngenenin upadarwa padewekan titiangge baan titiang bregah!” Keto kone aturne I Naga Basukih , jegan pragat tinut teken sapatitah Ida Batara Guru.
Nah sasukat I Naga Basukih nongosin gunung Sinunggale, kapah ada linuh, kapah ada blabar, buina tusing taen nada angin slaung sajeroning Bali.
                                                                                                Olih : I Nengah Tinggen
1.      Temanya               : Perjalanan Naga Basukih ke Bali
2.      Plot atau alur        : yang digunakan dalam satua diatas adalah alur maju
3.      Penokohan           : I Naga Basukih sebagai pelaku utama yang bersifat tidak bisa dinasehati (protagonis) dan I Bhatara Agung sebagai pelaku penunjang sebagai ayah yang pintar nasehati (antagonis)
4.      Latar atau setting : di Gunung Semeru, Blambangan dan di Gunung Sinunggal Bali
5.      Sudut pandang     : orang ketiga sebagai peninjau
6.      Gaya bahasa         : alus singgih, gaya bahasa yang digunakan oleh pengarang adalah bahasa bali kepara
7.      Amanat                : amanat yang dapat dipetik dari satua diatas adalah jangan pernah gegabah dalam mengambil penilaian karena sesuatu yang tanpa dasar pemikiran yang cermat akan membawakan kita pada kehancuran. Penilaian terhadap sesuatu akan menjadi pasti apabila sesuatu itu telah didalami (don’t look just by cover). Berhati – hatilah ketika mengucapkan janji, pikirkanlah sebelum berjanji dengan pemikiran yang matang karena janji adalah hutang yang mutlak untuk dipenuhi yang sesungguhnya membuat hidup manusia terikat akan janji itu. Hendaknya percaya dengan apa yang dikatakan oleh orang tua sebagai suatu pengetahuan yang benar karena sejatinya tidak ada orang tua yang ingin menjerumuskan anaknya kedalam sumur kehancuran. Masyarakat bali zaman tradisional percaya bahwa gunung adalah simbol kesuburan, hal ini terwujud dalam bentuk pelinggih seperti meru yang menjadi simbol gunung itu. Masyarakat yakin bahwa gunung merupakan tempat bersemayam Dewa Siva sebagai Dewa tertinggi. Jika kaitkan dalam kehidupan masyarakat simbol Naga Basukih yang menjaga gunung agar tidak terjadi gempa, sebagai manusia kita mesti ambil alih dalam menjaga kesuburan alam untuk keberlangsungan hidup dan kesejahteraan hidup. Dengan memuja juga Tuhan dalam bentuk gunung sebagai tempat tinggal Hyang Widhi.

2.3.2 Cerpen

KUCIT MAKAMEN POLENG
Ri kala petenge karasa paek, marasa dadi jemak, tur dadi piak, meme tiang sane mawasta Ni Luh Ayu, Dekil Cuil nyorjor glogor kucit durin umah tiange. Kamenne tingtinga. Tindakane becat pisan. Napi sane wenten ring pamargine, kroboka. Dugas ento tiang maca koran ring tembok glogore. I meme madengokan ka tengah gelogore. la ngubuh kucit abesik, ane adanina i Kuciti. Dugas i meme madengokan ka tengah glogore, i Kuciti ngebonin i meme, ia ngencolang bangun nyorjor jalanan gelogor, matane nelik tur kijap-kijap, lantas mamunyi ngempengin kuping, ngantos neked ka banjarane. "Guek, guek"
I meme makesiab, ban kucitne maguekan. I meme ngusud-ngusud tenas kucite. "Be.......nah jani, lakar kagaenang tiang amah-amahan."
I meme ngencolang ngintuk gedebong, ngae api, tur nyemak dangdang. Dangdange isinina oot madukan yeh banyu, lantas tungguanga. I meme repot pisan. Nanging, kucitne tileh maguekan. I meme ngencolang ngaliang plapah biu anggone nyogok kucitne pang nyak siep. Plapah biune entunganga ka tengah glogore.
Sasubane gadebonge legit, adukanga di dangdange.
"Saje, nak mula ubuan, sing paicaine idep teken Ida Bhatara, buka sasenggakanne, Delem, Sangut, Merdah, Tualen. Setata ngewein pamekel, bisane tuah maguekan ngempengin kuping," i meme ngomong sambilanga limane maledokan tur nyingakin tiang maca koran. Tiang tuah makejitan tur anggut-anggut.
I meme mula sayang pisan teken kucit. Tusing ja sayang teken kulawarga manten. Nanging, tuah kucit manten ubuanne ane sayanganga. Uli pidan tan suud-suud ngubuh kucit. Kucitne ames-ames pangamahne. Yadiastun sube lingsir. Asal kucitne ba sedeng guling, ngencolang ngalih dewasa ayu. Kucitne anggona naur sesangi. Sing suud-suud i meme masesangi, diastun zamane ba modern care Jani.
Nyan yan suba telah anggona naur sasangi. Sing taen i meme nyak meli kucit anggone naur sasangi. Adenanga ngubuh padidi. Ngelekati ia nabung ring LPD, adenanga nabung di kucitne. Pang gedenan kucit ane aturanga tur liunan maan sampelan. Sing makeneh dipocolne.
Ne jani jelek nasibne. Ubuan ane pangamahne nyinyig bakatanga. I Kuciti tusing nyak adepa, ngemingkinang uratianne jak i Kuciti. Adenanga magerengan jak pianak Ian kurnan.
Sane mangkin amah-amahan kucite suba gebuh. Tusing ja benyek, tusing bes kentel.
"Kuciti sayang, ne pesananne. Sube kajangin oot. Selegang ngamah, pang encol jerone gede!," i meme mereokang amah-amahan ane busan gaena.
I meme makenyem lege mawinan i Kuciti suud maguekan. Limane i meme ane nu kaput dag-dag anggone ngusud kucite, uli tenas ngantos ikutne.
Tiang masaut di keneh. "Duh, meme, keto tresnan memene teken kucit. Tusing ken pianak Ian kurnan dogen meme tresna. Tiang demen pisan ningalin. Cocok meme tusing taen pocolange teken kucit ane ubuh meme."
I meme itep nlektekang i Kuciti. Disubane amah-amahane telah, basangne suba malenting, awakne i Kuciti siama teken i meme. I Kuciti siama ngantos awakne kedas, ia tusing ja malaib, nanging ia demen malempongan di clegongan glogore ane suba maan sampatanga teken i meme. Disubane suud malempongan, ubuane ento care biasane nagih usud-usud basangne sambilang gendingange Cening Putri Ayu teken i meme. I meme magending. "Cening putri ayu, ngijeng Cening jumah, meme luas malu, ka peken mablanja, apang ada darang nasi," batisne i Kuciti sekebesik kejes. I Kuciti nyalempoh. Matanne ngidem.
Sasuudne mademang i Kuciti, i meme nangkidang prabot ane anggone ngae dag-dag.
Tiang itep mace koran di tembok glogore. Tiang nepukin orti indik parindikan sane arang. Lantas baca tiang abedik. "Wenten jadma di Bali sane berinisial OP bersetubuh ngajak ubuan(gamya gamana)".
"Badah,duh dewa ratu,gawat ne,gawat," i meme megat munyin, tiange. Paningalane nelik nyingakin tiang.
Tan uning apa ane, ada di kenehne i meme. I meme ngadebros tur bantat-bintit mailehan. Tiang masi milu macebur tur ngenggalang nakonin i meme. "Sapunapi me? Wenten napi? Napi wenten? Nguda tengkejut ?"
"Mih cening, busan tan karesepang cening?"
"Karesepang napi me?"
I meme masaut sambilanga angkih-angkih Prajani nyemak sisa kain poleng ane, pejanga di raab glogor kucite. Lantas nyemak tiuk pangaeban godebong miwah ngalih kupas.
Tiang angob nyingakin i meme. Tiang sing ngerti teken i meme. Tan sue-sue tiang ningalin apa ane gaene teken i meme.
meme madengokan ka glogore. I meme nyelorang limane, ka tengah glogore tenasne i kucit colek-coleke teken i meme. "Kuciti, Kuciti, bangun, bangun sayang!"
I Kuciti ane matanne nu ngidem, batisne kribing-kribing tur matane kebit-kebit, inget-ingetan tuni ining-iningine teken I meme, jeg prajani matane nelik. Kupingne kebat. Ngencolang bangun nyorjor jelanan glogore lantas ningalin i meme. “Grok....Grok..Grok”
Saswnounej Kuciti maakin jelanan i meme adeng-adeng maakin i Kuciti. Tendasne i Kucit usud-usude satmaka lakar ngemaang amah. Ikutne i Kuciti kutal-kuil. Bungutne ngebonin limane i meme.
Paliatne meme ane tumben tawah ento, cara lakar ngejuk i Kuciti, tingalina jak i Kuciti. I Kuciti makakirig, nanging i meme terus maakin i Kuciti. I Kuciti terus makakirig, ngantos i Kuciti ka bucun glogore.
Ningalin paliatne i meme cara lakar nakep ibane, ikutne i Kuciti prajani leser. I Kuciti rengas paling ngalih rurung. "Gruekgruek," i meme ngencolang nakep, batisne, nanging keles. Lantas i meme nyemak ikutne. Bakatanga tur kedenga. Nanging ane madan ikut kucit, diastun ogal-ogel tur lemuh, nanging tekek yen bedeng.
I meme tan ngrasa takut. Ikut kucite tekekanga gati ngisi, ngencolang nyemak bangkiang kucite, geluta , lamas tegule, di patok glogore.
Malengok tiang ningalin. Di keneh tiange tiang matakon, "Kenkenanga ja jani kucite?"
Makesiab tiang nyingakin. I meme nyemak, gaen ane tawah gati. Kucite tangkeba adi kain poleng, bucun-bucun kainne tegula adi kupas.
Kuciti masih malengok. Tuah bangkiangne ane klisah-kliseh. I meme tan ngidih tulungan teken tiang. Peluhne i meme pacrekcek bales kadi yeh ujan. Kuciti makribeng. Tuah ikut, tenas, miwah jerijin batisne dogen ane ngenah. Kainne poleng nyrebet di batis kucite. Kucite makamen poleng. Tumben tiang nyingakin. Biasane ane makamen poleng ento jero gede petengen.
Apa kaden ane ada di kenehne i meme. To ngudiang kucit makribeng poleng. Takonin, i meme  sing masaut. Lantas koran tiange kapejang. Kabaniang tiang ngetok palane i meme. "Me, me, adi ketoang kucite? Ape teh pelih kucite?"
"Tusing ja ada pelih apa. Meme dados pamekelne patut nyaga tur ngawasin. apang kucit memene sing dadi korban selanturne"  keto pasautne i meme
"Tiang sing ngerti me," katlelktekang muane i meme mawinan pasautne judes pisan.
"Nah, siep malu! Yan ba suud meme ngamenin kucite, mare buin nutur. Kadong kucite jemet tur pang tusing enggalan peteng det-det. Cening itepang malu malajah maca."
Tiang tan ngelawan munyin memen tiange. Tiang negak di tembok glogore. Alis tiange mapecukan, kadi togog lolohin. Tusing mamunyi nyang abedik, tuah kijap-kijap dogen.
Sampun tengah jam tiang ngantosang i meme ngamenin kucit. Gumine ngangsan peteng, langite ngenahne puyung, sane mangkin makenyah luung. Padalem tiang i meme. Tiang ngendiang sembe mangda i meme tan kapetengan.
Sane mangkin i meme sampun sue ngamenin kucit. Tegulan kucite sube kalesanga. I Kuciti ngeleb makeribeng.
I meme nyagjagin tiang. I meme mareren negak di samping tiange. Tiang matakon magenep teken i meme.
I Kuciti jani lakar majalan kapedemane. "Guek, guek, guek," Kuciti nyalempoh. Batisne ngalengsot di kamene.
I meme Ian tiang makesiab. Prajani macebur uli tembok gelogore. Tiang lan i meme saling takonin. "Kenapa ento?"
Tiang jak i meme nengokin. Kucit amon gedene kabangunang jak i meme. Mimi dewa ratu, aeng baatne. Suba bangunang buin nyalempoh. Ya buin kabangunang, buin nyalempoh tur ngaengang maguekan. "Greek, gruek, gruik."
Ulesne kucite ngambul. I Kuciti sing demen makeribeng.. Bin sadah kamen poleng. Pantesne anggon wastra jero gede petengen, jani anggona ngamenin kucit.
I Kuciti ngerti, ia ento mawangsa ubuan. Tusing dadi nganggon wastra bhatara, apa buin matingkah negehin bhatara Ubuane i meme puniki mula ngerti pisan. Tiang lantas ngomong. "Me, amen tan patut makamen, sampunang kamenine kucite. Padalem anake. Yan meme bes nyakitin ubuan, bin pidan meme numadi kamercepada lakar aengan sakite ane lakar tepukin meme. Ubuan to masi paica ida bhatara ane milu ngisinin suka deka hidup di gumine. Baang ya bebas. Keles kamenne. Pang sing likad ia majalan. Apa teh keneh memene ngamenin i Kuciti?"

 “kene cening, i tunian cening ngorang ada berita anak bersetubuh ngajak ubuan, to kejadianne di Bali to ning. Sampun nampek pisan teken iraga. Meme takut nyan i Kuciti dadi korban selanturnya Jani meme malunin nyegah apang tusing. cara keto unduke buin. Meme dini ngelah ubuan ane kasayangang pesan teken meme, pang tusing nyan i Kuciti bersetubuh ngajak Jlema. Adenan malunin ngamenin, pang tusing orahange marangsang kucit memene.
"Mimi meme, to adi kemu keneh memene? Jani pirengang ja malu tiang. Kasuse ento adane kelainan. Tusing mekejang jelemane keto. la keto kerana dorongan seksual, to be adane  penyimpangan seksual. Manahne sampan kapetengan. Pateh yan gumine kapetengan, prasida iraga sunarin ngangge sembe. Nanging, yan manahne sane kapetengan, iraga patut mabakti ring Ida Bhatara. Mangda ragane sane nyunarin manahe ane buut. Pang tusing ubuan kat tingalin jegeg utawi bagus."
"Bihcening, cening to nu cerik, konden nawang apa. De ngajain meme ane sube tue kakene."
"Tusing ja tiang wanen teken, meme. Yadiastun meme malunan ngasanin uyah, nanging meme masih perlu mirengang pianak Apa ane konden tawang, palajahin. Buka gendinge De nganden awak bisa, depang anake ngadanin, gaginane buka nyampat, anak sai tumbuh luu, ilang luu, ebuk katah, yadin ririh, enu liu palajahin."
I meme ningalin tiang. Diastun i meme sayang pesan teken pianak, nanging i meme setata sing taen ngarunguang omong pianak. I meme buka besine ane sing dadi teglogang.
Boya tiang ngorain i meme, buka nyambehang uyah ka pasih. Sing resepange jak i meme. Lantas kakalain tiang malali ka timpale. Kucite tileh dogen makeribeng ngantos lemah. I Kuciti maguekan, masih tetep tusing kelesanga ken i meme.
Sampun apeteng kucite kamenine. Sane mangkin matan aine sampun masunar galang ring bucun semenge. Kuciti sampun dis ngamah. I meme nglablab gedebong, oot, lan tenas be pindang dadi besik.
Disubane dag-dage lebeng, i meme lantas nuruin amah-amahan kucite. Sane mangkin lian pesan bikasne i Kuciti. Tusing maguekan. Tuah nyalempoh. Kijap-kijap matane masuang yeh mata. "Kuciti,Kuciti sayang, ne amah-amahan demenan jerone. Selegang ngamah. Meme kar nyusut prabot malu.Yan ba telah maguekan men!"
I Kuciti tusing nyak bangun. Ia tileh dogen nyalempoh. Kalingke amahe, ebonine tusing. Kamen polengne telah kaput endut. Ia tuah kijap-kijap masuang yeh mata.
Sasuudne i meme nyusut prabot, tongos amah-amahane i Kuciti dengokine. Yan ba, telah lakar buin turuine. I meme ngon nyingakin i Kuciti adi tumben mabikas buka kakene. Tusing nyak nyagjag, tusing nyak ngamah, Ian tusing nyak maguekan. Ikut kucite tusing magejeran nyang abedik.
Adeng-adeng i meme ngusud tenas kucite nganggon limane ane telah kaput dag-dag. la tusing demen makamen, apa buin makamen poleng. la nawang kamen poleng punika wastra jero gede, petengen. Diastun ia ubuan sane tan paicame idep kapining Ida Bhatara, Hanging ia tan bans negehln Ida hhatara. la tusing ngedotang baju utawi kamen songket, Hanging yan ia prusida ban katurang majeng ring Ida Bhatara tur prasida bebasa sakadi ubuan sane lian, to mare ia ngarasa bagia
I Kuciti gosonga teken i meme. Batisne seke besik jeg-jegange. Nanging sabilang jeg-jegange, i Kuciti buin nyalempoh. Sing med-med i meme mangunang, Nanging i Kuciti tetep sing nyak bangun. Awakne i Kuciti lemet buka anake inguh mawinan idupne sing bebas, setata maiket, mabringkes.
"Cening putri ayu, ngijeng cening jumah, meme luas male, ka peken mablanja, apang ada darang nasi," i Kuciti gendinganga Cening  Putri Ayu ken i meme, Nanging yeh matane ngangsan ngaliunang pesu. "Duh jero, jero ubuan tiange ne sayang. Kenapa jerone? Nguda tumben jerone buka ka kene?"
I meme ngoraang i Kuciti sayang, Nanging i meme tan prasida ngertiang apa ane rasaanga teken i Kuciti. I meme bes kaliwat berlebihan teken kucit. I Kuciti dot hidup buka ubuane sane lianan.
I Kuciti nglejat buka lipine sambuin uyah. Puntag-pantigange ibane padidi. Nanging ia tusing maguekan. I Kuciti. tongosine Dogen teken i meme ngantos makatengai. Kanti telah akalne i meme ngrayu i Kuciti. Basangne i Kuciti ngangsan lembek, tusing malenting cara-biasane.
Sane mangkin i Kuciti malaib ka jalanan glogore. Tomplokanga tenasne ditu. Batisne maslimputan dikamene, Ditu lantas ia masuang bayu. "Guek, Guek."
I meme, makesiabpesan. I kuciti nyelempoh di jelanan glogore. Lantas i meme, ngencolang ngeles kamen kucite. I Kuciti tusing masuara. Ia tusing ngalejat. I meme ningalin matan kucite. "Kuciti, iba kenapa????”
Matanne i Kuciti neleh, is masuang yeh mata liu pisan. Bungutne nggang. Ia mati, tusing ulian matatu. I Kuciti tusing pesu getih nyang aketelan.
I meme maliin basangne i Kuciti. Matanne kabetanga jak i meme, I Kuciti tusing mangkian. Angkianne i Kuciti suba pegat. Atmane makeber malingser di duur glogore. I Kuciti tusing ngomong apa-apa teken i meme. Ia terus ngetelang yeh mata yadiastun suba mati.
Sing ngarasa lima lan batisne i meme ngebel. Bangun tusing ngidaang. I Kuciti jemaka, pejanga dipabinanne. Kain polenge ento bejeke. I meme nak mula tai tlembek, tai blenget. Yan suba keto, nyen kapelihang. Ulian belogne i meme padidi, jani mare mejek kainne poleng. I meme lantas makuuk, "Kuciti, Kuciti, Kuciti sayang, meme ngidih pelih. Sampunang magedi. Yan Kuciti magedi, dewek memene karasa tanpa isi, idup memene sepi."

Tema : kasih sayang yang berujung penyesalan
Alur atau plot : alur maju
 Penokohan : Ni Luh Ayu  alias I meme sebagai pelaku utama (protagonis) yang sifatnya tidak mau menerima nasehat dari orang yang lebih muda darinya, kasih sayangnya terlalu berlebihan terhadap binatang peliharaannya, rasa ketakutan yang terlalu besar terhadap binatang peliharaannya, Cening sebagai pelaku sampingan yang bersifat penasehat bahwa apa yang dilakukan I Meme itu terlalu berlebihan, dan I Kuciti
Latar atau Setting : latar tempat di rumah dan di kandang Babi, latar waktu sore, pagi dan siang
Sudut pandang : sudut pandang pelaku utama serba tahu
Gaya bahasa atau diksi : wewangsalan, bahasa kepara
Amanat :dari cerita diatas dapat hikmah bahwa sebelum manusia berbuat pikirkanlah hal itu dengan cermat  atau matang terhadap resiko atau konsekuensi yang diakibatkan oleh perbuatan itu agar tidak menyesal dikemudian hari.



BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Dari pemaparan tentang tembang sekar rare, sekar madya dan sekar agung dan tentang prosa yaitu satua dan cerpen diatas yang menggambarkan bahwa Tuhan menciptakan semua isi alam dengan yajna berupa bersatunya dua elemen dasar yaitu purusa dan pradana sehingga terciptanya alam semesta beserta sistemnya dan dari penciptaan ini muncullah suatu kehidupan dimana manusia sebagai yang tertinggi yang memiliki wiweka, merasakan keindahannya dan patut menjaga keutuhan alam itu sendiri dan tidak lepas dari rasa syukur kepada Tuhan, sehingga terciptalah hubungan yang harmonis yang disebut Tri Hita Karana. Hal  ini terdapat didalam pustaka suci Bhagavagita III. 14 dan 16 yang pada intinya menyatakan bahwa “ manusia hendaknya ikut memutar cakra yajna in sebagai sebuah wujud hubungan timbal balik dari Tuhan dan untuk ciptaanNya, karena Tuhan telah meciptakan segala hal ini untuk saling melengkapi”.
Para pengawi sastra Bali pun ikut terjun memberikan sebuah pelayanan terhadap sesama umat lewat karya sastranya yang mengandung ajaran – ajaran yang berbaur tentang keagaamaan. Sebagai wujud bhakti kita sebagai generasi muda untuk mau belajar dan mengamalkan ajaran – ajaran beliau lewat membaca karya sastranya. Dan ikut ambil alih untuk saling memelihara dan menjaga hubungan yang baik dengan Tuhan, sesama manusia, alam dan segala isinya (Tri Kaya Parisuddha) yang terrealisasikan lewat ajaran Tri Kaya Parisudha. Bagaimana berpikir yang positif untuk Tuhan, manusia dan alam, bagaimana berbicara yang benar terhapap Tuhan dan sesama serta yang terpenting bagaimana bertindak untuk menjaga hubungan dengan Tuhan, Manusia dan alam agar tetap harmonis. Sehingga dunia yang santih akan terealisasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar