BARONG KET
1.
Pengertian
Barong Ket
Barong
berasal dari kata bahruang yang
merupakan nama sejenis binatang dan sangat populer di Bali. Pengertian ini
tampak begitu populer, padahal jika kita simak secara bersama binatang sejenis bahruang tidak
pernah kita temukan hidup di Bali. Penulis Bali tidak tahu menahu akan nama
yang telah sedemikian populer di Bali ini. (sasana Budaya Bali. 1975/1976 :1).
Bila ditinjau dari terminologi Barong,
arti Barong secara Nominatif bersal dari sejenis binatang beruang dst.
Arti riil adalah personifikasi atau wujud penyelamat dan seni
spectakuler/sekuler. Pada jaman kerajaan Bali, kalau terjadi wabah maut (gering
agung) barong akan diarak keluar mengusir roh – roh jahat. Sedangkan barong
berasal dari bahasa kawi. Ba (h) rwang selanjutnya berarti beruang mengalami
metatetis atau sandi barwang menjadi Barong (sasana
Budaya Bali. 1975/1976 :26). Jika ditinjau dari etimologi
katanya bersal dari bahasa sanskerta b (h) arwang. Dalam hal ini kata barong
bervariasi dengan kata barwang menjai baruang, yang bersinonim
dengan kata beer yang berarti beruang (Dr. R. Goris)
(sasana Budaya Bali. 1975/1976 :26).
Beberapa jenis Barong yang dikenal atau populer di
kalangan Umat Hindu Bali ada Barong Ket
atau Ketet (mengambil rupa singa), Barong
Bangkung (mengambil rupa Celeng atau Babi, biasanya digunakan pula untuk
tradisi ngelawang), Barong Macan (mengambil rupa Harimau), Barong Brutuk (mengambil rupa Lembu, biasanya
ditarikan di daerah Trunyan) dan ada juga Barong Kadingkling
atau yang dikenal pula dengan Barong
Blasblasan (mengambil rupa wayang wong). Dua jenis Barong yang disebutkan terakhir bisa dikatakan sangat jarang kita
temui dalam kegiatan adat sehari-hari.
Dari beberapa jenis Barong
diatas, salah satunya Barong Ket atau Barong Keket (hal ini
tergantung dari kebiasaan setempat) adalah tari Barong yang paling banyak terdapat di Bali dan paling sering
dipentaskan serta memiliki pebendaharaan gerak tari yang lengkap. Dari
wujudnya, Barong Ket ini merupakan perpaduan antara singa, macan, sapi
atau boma. Badan Barong ini dihiasi
dengan ukiran-ukiran dibuat dari kulit, ditempel kaca cermin yang berkilauan
dan bulunya dibuat dari perasok (serat dari daun sejenis tanaman mirip pandan),
ijuk atau ada pula dari bulu burung gagak. Untuk menarikannya Barong Ket ini, diusung oel du aorang yang disebut dengan juru saluk atau juru Bapang, yang mana salah satu penari bagian kepala dan yang
satunya lagi di bagian pantat dan ekor. Tari Barong ini melukiskan tentang pertarungan kebajikan (dharma) dan
keburukan (adharma) yang merupakan dua sifat berlawanan yang disebut dengan rwabineda. Tari Barong Ket ini diiringi dengan gamelan Semar Pagulingan (http://www.babadbali.com/seni/drama/dt-barong-ket.htm).
Barong Ket ini, merupakan Barong yang amat populer di Bali Selatan
dan tengah, termasuk daerah Badung, Gianyar, Klungkung dan Tabanan (sasana
Budaya Bali. 1975/1976 :29).
2.
Asal
– Usul Barong Ket
Barong
Ket dianggap sebagai manifestasi dari
banaspati raja atau raja hutan. Orang Bali menganggap seekor singa sebagai raja
hutan yang paling dasyat. Konsep yang sama juga terdapat di India, Cina, dan
Indonesia. Di Jawa, figur Barong Ket
seperti di Bali disebut Barong Singa,
dan Reog Ponorogo. Jika diteliti secara mendalam mengenai ikonografinya, memang
bentuk dasar dari topeng Kala itu ialah muka singa. Di India penggambaran ini
disebut Shimamukha, atau Khirtimukha. Dalam hal ini singa dipilih sebagai figur
Barong adalah karena singa memiliki
kemampuan untuk menghancurkan kekuatan jahat. Di Bali Barong Ket dianggap sebagai simbol kebaikan. Dalam pementasan tari Barong di Bali, figur Barong Ket dijadikan simbol kemenangan
dan Rangda merupakan simbol pihak yang kalah. Namun di luar konteks seni
pegelaran, kedua figur itu duduk sejajar sebagai pelindung masyarakat.
Barong menurut I Made
Bandem, adalah topeng yang berwujud binatang,
mitologi yang memiliki kekuatan gaib dan dijadikan pelindung masyarakat
Bali. Dilihat dari ikonografi topeng-topeng Barong
yang ada di Bali, nampak adanya perpaduan antara kebudayaan Bali Kuna dengan
kebudayaan Hindu, khususnya kebudayaan Hindu yang bercorak Budha. Topeng-topeng
Barong seperti itu terdapat pula di
negara-negara penganut agama Budha seperti Jepang dan Cina. Di Cina, tradisi
mengenai kepercayaan terhadap naga yang dianggap memiliki kekuatan gaib sudah
tua umurnya. Contoh, naga-naga dalam kebudayaan Zaman Batu Baru (Neolithic)
dilukis pada vas-vas bunga dan diukir pada batu giok. Pada Zaman Perunggu
(Bronze Age) di Cina, naga-naga diasosiasikan dengan kekuatan dan manifestasi
alam semesta, seperti angin, kilat dan petir.
Masih menurut I
Made Bandem, ada versi lain mengenai munculnya Barong di Bali. Banyak para sarjana memastikan bahwa asal mula Barong adalah tari singa Cina yang
muncul selama dinasti Tang (abad ke 7-10) dan menyebar ke berbagai negara
bagian di Asia Timur. Nampaknya pertunjukan tari singa ini pada awalnya
merupakan suatu bentuk pengganti dan pertunjukan singa asli oleh para penghibur
keliling profesional (sirkus) yang tampil di setiap pasar malam atau festival
musiman. Bila dihubungkan dengan Sang Budha,tari singa Cina memiliki konotasi
sebagai pengusir bala yang hidup sampai masa sekarang. Dilihat dan fungsinya Barong-Barong di Bali juga melakukan perjalanan ke luar desanya,
berkeliling mengunjungi desa-desa lain, mengadakan pementasan di jalan raya
atau dirumah orang secara profesional, memungut uang untuk kepentingan
kesejahteraan sekaa (group/kelompok) yang disebut ngalawang. Barong Ket yang keberadaannya tidak
asing lagi bagi masyarakat Bali. Kabarnya ngelawang
ini bertujuan untuk mengusir roh jahat yang berkeliaran di desa setempat,
menyucikan desa hingga sebagai antisipasi pertama ketika desa diserang wabah
penyakit.
Ngelawang
Barong merupakan tradisi masyarakat
Bali yang biasanya digelar menjelang perayaan Hari Raya Kuningan. Namun
anak-anak sekolah kerap memanfaatkannya untuk mencari uang tambahan. Ngelawang memiliki makna melanglang
lingkungan. Pada awalnya ngelawang
adalah sebuah ritus sakral magis yang disangga oleh psiko-religi yang kuat.
Benda-benda keramat seperti Barong
dan Rangda, misalnya, diusung ke luar pura berkeliling di lingkungan banjar
atau desa yang dimaknai sebagai bentuk perlindungan secara niskala kepada
seluruh masyarakat. Kehadiran benda-benda yang disucikan itu ditunggu dan
disongsong dengan takzim oleh komunitasnya. Penduduk yang dapat memungut
bulu-bulu Barong atau Rangda yang
tercecer, dengan penuh keyakinan, menjadikannya obat mujarab atau jimat
bertuah.
Tradisi ngelawang dalam konteks sakral magis
sebagai persembahan penolak bala itu juga bermakna sama pada pentas ngelawang Galungan. Namun dalam
perjalanannya, masyarakat Bali yang kreatif tak hanya ngelawang mengusung benda-benda sakral namun dibuat tiruannya untuk
disajikan sebagai ngelawang tontonan.
Itu merupakan sedikit dari asal muasal dan fungsi dari ngelawang
Anak-anak di
Kabupaten Tabanan, Bali, memiliki kegiatan unik yang mendatangkan uang untuk
mengisi libur sekolah mereka. Mereka mengamen, namun dengan menggunakan
alat-alat musik tradisional dan sejenis barongsai
yang kerap disebut Ngelawang Barong. Hampir sebagian anak-anak
sekolah di Tabanan,Kerambitan , Bali, selama liburan galungan dan kuningan,
memanfaatkan hari-harinya untuk mencari tambahan jajan dengan mengamen
keliling.
Uniknya kegiatan
mengamen yang mereka lakukan, tidak menggunakan alat musik gitar, melainkan
musik tradisional khas Bali, berupa seperangkat gamelan sederhana,yang terdiri
dari kendang,kecek,kempul,serta beberapa perangkat tambahan lain dan barong. Dalam bahasa Bali kegiatan ini
disebut Ngelawang Barong. Tanpa malu anak-anak ini
mendatangi rumah warga satu persatu. Setelah menemukan rumah berpenghuni,
barulah mereka beraksi. Diiringi bunyi kentongan, barong yang dibawa dua anak menari mengikuti irama musik kentongan.
Mereka mendapatkan
imbalan berupa sejumlah uang dari warga. Bagi anak-anak ini, inilah yang
menjadi daya tarik kegiatan Ngelawang
Barong. Sebab uang bisa mereka
gunakan untuk menambah uang jajan hingga membeli buku sekolah. “Ikut Ngelawang untuk ngisi liburan. Sebentar
lagi kan mau Hari Raya Kuningan,” kata seorang anak yang ikut Ngelawang Barong (http://www.pandebaik.com/about/).
Selain itu ada
juga beberapa teori tentang munculnya Barong
Ket yaitu :
3.1 RELEGIOUS INSTINCT
Menurut teori
ini, kemunculan dari Barong Ket karena
terlihat binatang yang bersikap aneh, binatang kadang – kadang tidak mungkin
ada dalam fauna Bali yang terkadang dilihat bersembunyi ke sebuah pura.
Masyarakat Bali sering menyaksikan binatang yang berwujud ajaib dan misterius,
masyarakat menyebutnya sebagai due
(binatang milik Dewa – dewa). Pengalaman ini membuat masyarakat berkesan dan
mengagap Dewa – dewa memelihara binatang. Konsepsi secara kasar bagi masyarakat
bahwa Dewa – dewa adalah personifikasi dari humanisme. Dewa – dewa ini dianggap
demi gods (dewa setengah manusia,
manusia setengah dewa) yang hobby memelihara binatang layaknya manusia biasa.
Binatang ini
secara mithologi misalnya visnu menunggangi garuda, indra menunggangi gajah
dll. Binatang tunggangan ini secara umum disebut unen – unen. Unen - unen ini dijadikan miniatur menjadi sebuah
patung yang disimpan bersama dengan pratima (simbul dewa) dalam sebuah pura,
setelah melalui proses penyakralan (mensucikan) atau yang disebut sakralisasi. Unen – unenan ini otomatis memiliki
sifat keDewaan. Maasyarakat Bali tidak pernah mengalami masa, dimana mungkin
toteisme merupakan gejala kemasyaraktan, sehingga menyucikan binatang atau
simbulnya merupakan tokoh utama dari praktis keagamaan. Namun betapapun harus
diakui bahwa dalam konteks itu terjadi antara Dewa – dewa dengan binatang,
adanya binatang suci ini karena manusia memiliki naluri keagamaan (relegious
instinct) (sasana Budaya Bali. 1975/1976 :6-7).
3.2 PLAY INSTINCT
Pendapat lain
tentang penciptaan Barong Ket dimulai dari play instinct (naluri permainan). Bagi anak – anak bermain adalah
salah satu kebutuhan vital yang mutlak terpenuhi. Dari bermain anak- anak belajar berimajinasi, menirukan dan
menciptakan bentuk sederhana dari pengalaman apa yang dilihatnya untuk
dijadikan sebuah permainan. Binatang i hewan peliharaannya yang dekat dengan
kehidupannya misalnya babi, kucing, anjing, sapi, lembu dan sebagainya. Bentuk
kucing ini kemudian berkembang menjadi sebuah permainan anak – anak tidak hanya
meniru bentuknya saja tetapi juga tingkah lakunya yang kadang – kadang
menggelitik hatinya. Anak – anak dalam meniru tingkah laku binatang
peliharaannya berusaha sebagai operator (nyalukin) untuk menghidupkan jenis
permainannya itu. Maka dari sinilah tercipta Barong – Barongan.
Menurut teori ini Barong Ket
merupakan lanjutan (survibel) dari permainan Barong – Barongan
itu. Tidak ada yang tahu kelanjutan dari
teori ini, kecuali pengalaman – pengalaman kontemporer tentang pemain –pemain
yang kerauhan (didatangi dewa – dewa
dalam keadaan kesurupan) (sasana Budaya Bali. 1975/1976 :8).
3.3 VITALITY INSTINCT
Teori vitalty
instinct atau juga disebut dengan naluri kehidupan, yang secara negatif
berarti naluri takut akan kematian. Misanya takut keluar malam sendiri karena
takut dengan setan, leak, yang merupakan
suatu apresiasi dari takut akan kematian. Dalam sasana Budaya Bali. 1975/1976 :
9 dinyatakan bahwa “manusia sering mengalami kematian massal akibat dari
penyakit yang menular atau epidemic (disentri, typhus, kolera dll)”. Di Bali
dikenal dengan istilah gerubug atau
juga gering. Penyakit ini muncul
diluar dari daya nalar manusia atau bersifat nonmedis. Manusia mencari kambig
hitam bahwa penyebabnya tidaklah lain murka dari roh – roh jahat. Kematian ini
tidak mungkin diatasi oleh kecerdikan manusia duniawi, sementara sumbernya
bersifat supernatural (adi kodrati). Dalam keputusan ini manusia mengarahkan
perhatiannya kepada Dewa – dewa yang baginya dalam watak praktisnya merupakan
kharisma. Bagi masyarakat gerubug adalah
suatu gejala nyata. Agar para Dewa mungkin diperankan dalam hubungnya dengan
dunia atau tujuan praktis, maka peran itu haruslah dimaterialisir dalam wujud
tertentu, atau lewat pelantara pendeta yang bersumber dari para Dewa. Agar
sebanding dengan wujud musuhnya yang mengerikan maka beliaupun mengambil wujud
yang angker dan mengerikan pula. Maka dari sinilah tercipta Barong Ket yang wujudnya merupakan
tiruan dari binatang (sasana Budaya Bali. 1975/1976 :9).
3.4 AKULTURASI
Teori ini dikemukaka dari kalangan pelajar,
yang ada kolerasinya dengan mata pelajaran Sejarah. Penganut – penganut teori
ini merujuk beberapa contoh : yang pertaman gaya lukisan tradisional Ubud dan
sekitarnya yang dipengaruhi oleh walter
speis dan Bonnet. Kedua candi
dari simbul kerajaan Belanda yang berupa kostum penari kecak dari pemain pemain
komidi-stambul atau marinir asing dan sebagainya. Dinyatakan bahwa barong sae adalah sumber barong ket yang diadopsi oleh Bali dari
Tiongkok Cina. Bali dan Tiongkok pernah bergaul baik secara langsung atau tidak
langsung melalui jalur perdagangan. Kazanah budaya assosiatif bersifat keCinaan
misalnya uang kepeng (pis bolong, bentuk
arsitektur Taman Ujung (Karangasem), beberapa alat upacara pura Batur
Kalanganyar-Bangli, ornamen pintu raja Bangli, hasil – hasil seni keramik yang
disebut jun dan sebagainya. Cukup masuk akal bahwa Barong Ket adalah tiruan atau duplikat dari barong sae. Akulturasi ini tidak saja fenomenologis tetapi juga
assosiational. Dewasa ini Barong sae
sebagaimana di Bali juga berfungsi sebagai penolak roh – roh jahat dan hiburan.
(sasana Budaya Bali. 1975/1976 :14) Menjejaki
mula cipta Barong Ket berdasarkan
teori naluri keagamaan dan teori bermain, betapapun kesannya sangat ilmiah,
namun tidak sedikitpun mengandung analogi. Oleh kedua teori ini diserahkan daya
khayal , seolah – olah pulau Bali adalah sebuah negeri tertua dan terasing.
Teori ini mengingkari kebenaran sejarah, karena sesungguhnya Bali tidak pernah
mengalami masa yang dimaksud. Yang memberi pandangan bahwa manusia Bali memulai
hidupnya dengan situasi naivete dan kekanak – kanakan belum menganut agama
tertentu. Teori naluri bermain cukup bertentangan dengan aktuil. Kalau
permainan barong – barongan tidak
berkembang menjadi Barong ket di
pegunungan. Karena seni rupa hampir tidak berkembang dan tidak lahir di desa –
desa. Anak – anak tidak pernah mengenal permainan barong – barongan, mereka lebih karib bergaul dengan binatang
peliharaannya. Permainan mereka dikenal dengan sebutan gembala – gembala, yang dimana mereka mengikat tali pada tangan
kawannya kemudian menarik – nariknya.
Demikian permaian diperoleh atas
pengalaman kehidupannya sehari – hari, mereka meniru tingkah laku orang tuanya
dan dirinya sendiri . Permaianan barong – barongan
hanya dilakukan oleh anak – anak kota karena disekelilinya banyak barong ket.
Dan permaianan ini hanya populer ketika masanya selama 42 hari sejak hari raya
Galungan. Sehingga tidak mungkin Barong Ket ada karena naluri bermain
(sasana Budaya Bali. 1975/1976 :14 - 15).
Demikian juga halnya dengan
naluri keagamaan, di desa – desa kuno masyarakat masih sempit mendapat pengaruh
Hinduisme hanya sebatas praktek kecil saja. Masyarakat ini tidak memuliakan
binatang meskipun percaya akan adanya unen – unenan ini. Melaiankan
patung nenek moyanglah yang disucikan sebagai mana halnya di desa Truyan yaitu
dengan adanyatopeng – topeng Brutuk (sasana
Budaya Bali. 1975/1976 :15)
Kemudian hubungannya dengan teori
instinct kehidupan. Beberapa jenis Barong ket memiliki fungsi
yang berbeda – beda, ada yang hanya sebatas hiburan meski ada yang berfungsi
sebagai unsur religion. Di Tabanan misalnya dalam masa – masa grubug
mereka tidak mengeluarkan benda seni untuk mengusir roh – roh jahat. Barong
Ket tetap tersimpanrapat agar jauh dari kekotoran masyarakat (sebel) akibat
kematian masal sasana Budaya Bali. 1975/1976 :16).
Kini tinggallah satu –satunya
alternatif, yakni barong Ket timbul karena adanya akulturasi budaya.
Sesuai dengan azas – azas adaptasi, kebudayaan Bali memang luwes menerima,
menyaring kebudayaan Tiongkok. Mengingat kedua bangsa ini pernah hidup harmonis
dengan Budhisme. Namun tetap sulit suatu prospek maupun spekulasi dimana, dan
bagaimana cara adaptasi ini berlangsung (sasana
Budaya Bali. 1975/1976 :16).
3.
Bentuk
Barong Ket
Kini tibalah
kita membicarakan bentuk dari Barong Ket.
Bentuk Barong Ket umumunya seperti
apa yang kita lihat keseharian. Bentuk Barong Ket ini merupakan perpaduan antara
singa, macan, sapi atau boma. Badan Barong
ini dihiasi dengan ukiran-ukiran dibuat dari kulit, ditempel kaca cermin yang
berkilauan dan bulunya dibuat dari perasok (serat dari daun sejenis tanaman
mirip pandan), ijuk atau ada pula dari bulu burung gagak serta janggutnya
biasanya terbuat dari rambut manusia (sasana Budaya
Bali. 1975/1976 :28). Barong
Ket memiliki gigi yang runcing – runcing, memiliki kumis dan berbulu lebat,
hal ini diasosiasikan dari kombinasi antara macan, singa ataupun sapi(sasana
Budaya Bali. 1975/1976 :29).
Barong
Ket dianggap sebagai manifestasi dari
banaspati raja atau raja hutan. Orang Bali menganggap seekor singa sebagai raja
hutan yang paling dasyat. Konsep yang sama juga terdapat di India, Cina, dan
Indonesia. Di Jawa, figur Barong Ket
seperti di Bali disebut Barong Singa,
dan Reog Ponorogo. Jika diteliti secara mendalam mengenai ikonografinya, memang
bentuk dasar dari topeng Kala itu ialah muka singa. Di India penggambaran ini
disebut Shimamukha, atau Khirtimukha. Dalam hal ini singa dipilih sebagai figur
Barong adalah karena singa memiliki
kemampuan untuk menghancurkan kekuatan jahat. Di Bali Barong Ket dianggap sebagai simbol kebaikan. Dalam pementasan tari Barong di Bali, figur Barong Ket dijadikan simbol kemenangan
dan Rangda merupakan simbol pihak yang kalah(sasana Budaya Bali. 1975/1976 :29).
Namun di luar konteks seni pegelaran, kedua figur itu duduk sejajar sebagai
pelindung masyarakat.
4.
Fungsi
Barong Ket
Segala
sesuatu yang manusia ciptakan, oleh cipta , rasa dan karyanya hingga menjadi
benda seni dan mengalami sakralisasi, Seperti halnya Barong Ket ini tentu memiliki suatu fungsi. Secara umum Barong Ket mungkin hanya berfungsi
sebagai bebalihan atau pertunjukan
hal ini sesuai dengan teori asal mula yaitu teori play instinct diatas. Seperti
yang kita ketahui, Bali adalah obyek wisata yang sudah terkenal diberbagai
belahan dunia. Tak heran jika banyak wisatawan datang berbondong – bondong
untuk berkunjung ke Bali. Sehingga tidak jarang pementasan Barong Ket hanya sebagai sebuah pertunjukan belaka untuk menghibur
para wisatawan sekaligus berfungsi untuk memperkenalkan kebudayaan Barong yang berada di Bali (sasana Budaya
Bali. 1975/1976 :23).
Namun
jika ditinjau dari segi sakralisasi, jelas Barong
Ket ini berfungsi sebagai pelindung, dengan wujud mengusir roh jahat pada
proses ngelawang. Sesuai dengan makna
dari wujud Barong Ket sebagai simbol
kebajikanyang memiliki kekuatan white
magic yang mengalahkan kejahatan(rangda) black magic. Kekuatan white magic ini dipusatkan pada punggalan
(mukanya), khususnya pada matanya, gigi atau janggutnya (sasana Budaya Bali.
1975/1976 :28) .
Fungsi lain, jika sebuah desa diserang wabah kematian
massal, maka pemangku Barong itu
dengan cepat merendam janggut dengan secangkir air bersih, kemudian air suci
ini dipergunakan sebagai obat untuk menyelamatkan masyarakat tersebut. Di
banjar Kebon (Singapadu) konon ada barong
yang mengeluarkan minyak dari matanya dan minyak ini telah menyembuhkan
penyakit kudis (koreng) yang
menyerang anak kampung tersebut (sasana Budaya Bali. 1975/1976 :28). Namun di
Tabanan misalnya dalam masa – masa grubug mereka tidak mengeluarkan
benda seni untuk mengusir roh – roh jahat. Barong Ket tetap
tersimpanrapat agar jauh dari kekotoran masyarakat (sebel) akibat
kematian masal sasana Budaya Bali. 1975/1976 :16). Karena
setiap desa memiliki kebudayaan, tradisi yang berbeda – beda. Jadi sebuah suatu
yang wajar jika fungsi Barong Ket di masing – masing daerah memilki
fungsi yang berbeda, hal ini disesuaikan dengan Desa, kala dan patranya.
5.
Makna
Barong Ket
Makna
dari keberadaan Barong Ket ini
diambil dari keberadaan dua sifat yang bertolak belakang yang berada pada setiap
mahluk. Dua sifat ini sering kita sebut sebagai Rwabineda. Dari keberadaan Barong
Ket inilah untuk menggambarkan tentang dualisme tersebut, yang dimana
kebajikan (dharma,)(Barong) akan
selalu menang di dunia ini dan mengalahkan kelajahatan (rangda). Barong Ket
dianggap sebagai simbol kebaikan. Dalam pementasan tari Barong di Bali, figur Barong
Ket dijadikan simbol kemenangan dan Rangda merupakan simbol pihak yang
kalah. Namun di luar konteks seni pegelaran, kedua figur itu duduk sejajar
sebagai pelindung masyarakat.
Dalam pementasan
calonarang, Barong dimana Barong bertentangan dengan musuh
bebuyutannya rangda, maka Barong Ket disebut
dengan banaspatiraja. Dr. R. Goris mengatakan banaspati berarti woud beer atau beruang hutan (sasana
Budaya Bali. 1975/1976 :26).
6.
Gambar
– gambar

Gambar kiri
Rangda simbol black magic dan kanan barong
ket simbol white magic.




Sumber : http://www.google.co.id/search?q=barong+ket&hl=en&client=firefoxa&sa=G&rls=org.mozilla:enUS:official&channel=s&prmd=imvns&tbm=isch&tbo=u&source=univ&ei=sPrWT9PHIrNrQeFy8D8Dw&ved=0CFEQsAQ&biw=1116&bih=468.
Disearch tanggal 12 juni 2012, pukul 16 : 19.
Daftar Pustaka :
Proyek Sasana Budaya Bali. 1975/1976. Barong Di Bali Ditinjau dari Segi Rituil dan Perkembangannya Sebagai
Seni Pertunjukan. Denpasar : Sasana Budaya Bali
918kiss online wow i love 918kiss login t hat SO much.918kiss register can i cut and 918kiss agent paste it into my 918kiss app blog?? but give u credit, of course 918kiss kiosk???
BalasHapusYou made some good quality points there. I did a search on the rollex casino online malaysia topic and found many people will agree with your blog.
BalasHapusThere is a lot of info on mega 888 Download
BalasHapusthis blog: very helpful
Gambling must be outdated, as a result the culture of the community his explanation often falls into religious infringements like gambling, but in certainty this does not guard social gambling. Gambling is one thing, there are many regulations and clear regulations in the law, even those obvious people who handily prove that gambling will receive criminal punishment, but the reality is that the knack of gambling is not just the veto of the law.
BalasHapus