EVOLUSI ROH
DAN PEMAKNAAN PANCA KLESA
I.
PENDAHULUAN
Terdapat dua kelompok filsafat India,
yaitu Astika dan Nastika. Nastika merupakan
kelompok aliran yang tidak mengakui kitab Weda, sedangkan kelompok Astika
sebaliknya. Dalam Astika, terdapat enam macam aliran filsafat. Keenam aliran
filsafat tersebut yaitu: Nyaya,
Waisasika,
Samkhya,
Yoga, Mimamsa,
dan Wedanta.
Ajaran filsafat keenam aliran tersebut dikenal sebagai Filsafat Hindu. Kelompok
Nastika umumnya kelompok yang lahir ketika Hindu masih berbentuk ajaran Weda
dan kitab Weda belum tergenapi. Hindu baru muncul setelah adanya kelompok Astika. Kedua kelompok
tersebut antara Astika dan Nastika merupakan kelompok yang sangat
berbeda (Nastika bukanlah Hindu).
Terdapat enam Astika (filsafat Hindu)
atau yang
disebut juga filsafat ortodok yang memandang Weda sebagai dasar kemutlakan dalam
pengajaran filsafat Hindu atau mengakui kewenangan weda yaitu: Nyaya, Vaisheshika,
Samkhya,
Yoga, Mimamsa
(juga disebut dengan purva Mimamsa), dan Vedanta (juga disebut dengan Uttara Mimamsa) ke-enam sampradaya ini
dikenal dengan istilah Sad Astika Darshana atau Sad Darshana.
Diluar keenam Astika diatas, terdapat juga Nastika atau sering disebut pandangan
Heterodok yang tidak mengakui otoritas dari Weda, yaitu: Buddha,
Jaina dan Carvaka.Meski demikian, ajaran
filsafat ini biasanya dipelajari secara formal oleh para pakar, pengaruh dari
masing-masing Astika ini dapat dilihat dari sastra-sastra Hindu dan keyakinan
yang dipegang oleh pemeluknya dalam kehidupan sehari-hari.
Sad Darsana kata Darsana berasal dari akar kata drs yang bermakna
"melihat", menjadi kata darsana yang berarti
"penglihatan" atau "pandangan". Dalam ajaran filsafat hindu,
Darsana berarti pandangan tentang
kebenaran.
Sad Darsana berarti enam pandangan tentang kebenaran, yang
mana merupakan dasar dari Filsafat Hindu.
Adapun
bagian – bagian dari sad darsana ini ialah :
1.
Nyaya
2. Waisesika
3. Mimamsa
4. Samkhya
5. Yoga
6. Wedanta
Kata yoga berasal dari akar kata yuj yang artinya menghubungkan dan yoga
itu sendiri merupakan pengendalian aktivitas pikiran dan merupakan penyatuan
roh pribadi dengan roh tertinggi (Maswinara: 1999:163). Sistem yoga adalah Hiranyagarbha, sistem yoga ini didirikan
oleh maharsi Patanjali yang merupakan
cabang tambahan dari filsafat Samkhya. Yoga memilki daya tarik sendiri bagi
para murid yang memilki temperamen mistis dan perenungan. Yoga secara langsung
mengakui keberadaan dari mahluk tertinggi (isvara).
Tuhan menurut Patanjali merupakan Purusha istimewa atau roh khusus yang tak
terpengaruh dari kerja, hasil, dan cara memperolehnya. Suku kata OM merupakan
symbol Tuhan, dan pengulangan kata OM dan bermeditasi pada OM, haruslah
dilakukan sebab hal itu akan membawa pada perwujudan Tuhan.
Yoga merupakan satu cara disiplin
yang ketat terhadap diet makan, tidur, pergaulan, kebinasaan, berkata dan
berpikir dan hal ini harus dilakukan dibawah pengawasan yang cermat dari
seseorang yogin yang ahli dan
mencerahi jiva. Yoga merupakan satu
sisitematis untuk mengendalikan pikiran dan memcepat kesempurnaan. Yoga juga
meningkatkan daya kosentrasi, mengendalikan tingkah laku, dan pengembaraan
pikiran, serta membantu mencapai keadaan supra sadar atau Nirvikalpa Samadhi. Tujuan yoga untuk mengajarkan roh pribadi agar
dapat mencapai penyatuan yang sempurna dengan ror tertinggi, yang dipengaruhi
oleh Vrtti atau gejolak pemikiran
dari pikiran, sehingga keadaannya menjadi jernih seperti Kristal, yang tak
terwarnai oleh hubungan pikiran dengan obyek – obyek duniawi.
Pikiran menjadi obyek utama dalam
pelatihan yoga karena pikiran amat sulit untuk dikendalikan. Maharaj Charan
Singh Ji “ menyatakan bahwa pikiran tidak pernah diam walaupun hanya sesaat.
Selama pekiran tidak menghentikan pengembaraannnya, maka pikiran tidak dapat
pulang ke sumbernya. Ada Sembilan celah pikiran itu mengalir yaitu : dua dari
lubang mata, dua dari lubang telinga, dua dari lubang hidung, satu lubang
mulut, satu lubang dubur, dan satu lagi dari lubang kemaluan. Meskipun
seseorang duduk dan diam dalam ruang yang gelap dan mengunci pintunya, dan
pikirannya tidak diam dalam ruang saja tetap saja pikiran itu mengembara ke hal
yang bersifat keduniawiaan.
II.
PEMBAHASAN
2. Evolusi
Roh
2.1 Prinsif
Evolusi Roh
Kenapa
kita dilahirkan? Pertanyaan seperti
ini tentu sering kita dengar, dan ilmu pengetahuan rohani memberi kita jawabaan
atas pertanyaan tersebut. Tidak hanya itu, kita senantiasa akan diberi
kesempatan untuk membuktikan kebenaran atas jawaban tersebut. Untuk tujuan pembuktian
itu, terlebih dahulu kita harus bekerja keras untuk dapat mengembangkan
kekuatan-kekuatan gaib indra-indra, sebagai sarana pribadi dalam meneliti
hal-hal yang berada di luar kemampuan indra normal sebagai biasa. Hal ini telah
dibuktikan melalui intensif para bijak, para yogi dan para rsi. Pengetahuan
rohsni ysng dibicarakan tentang evolusi jiwa (roh).
Untuk
menuju kepemahaman evolusi roh adalah mempertanyakan siapakah aku? Kita harus
bahwa sesungguhnya kita adalah roh atau jiwa. Sebagai roh, kita telah ada
sebelum kita memasuki badan seorang bayi untuk lahir sebagai manusia. Kita
adalah roh yang bersemayam sesosok badan. Sebagai roh, suatu saat akan
meninggalkan badan yang kita pakai ini dan saat itulah badan yang kita pakai
itu mati dan disebut mayat. Tetapi sang roh sendiri tetap abadi.

![]() |
Adanya
kesadaran merupakan bukti adanya kehidupan. Jika sang roh meninggalkan badan
jasmani, itu berarti bahwa kesadarannyalah yang meninggalkan badan jasmani itu
berarti bahwa kesadaran dan setelah itu badan jasmani tidak lagi memiliki
kedasaran dan disebut mayat. Jadi kita adalah suatu unit kesadaran yang disebut
roh. “Badan ini bukanlah aku, aku adalah
roh yang bersemayam dalam sesosok badan untuki sementara waktu”. Roh
merupakan unit kesadaran yang abadi. Seperti seberkas cahaya yang merupakan
bagian dari cahaya matahari yang gemilang, seperti setetes air laut yang
merupakan bagian dari lautan luas, maka sang unit kesadaran atau roh merupakan
percikan kesadaran kosmik semesta (Brahman).
Sri
krsna memberitahukan “ tidak ada kelahiran dan kematian bagi sang roh dia tak akan terbunuh manakala badan
terbunuh.” ( Bhagawad Gita II.20). Kalau sang roh tidak mati ketika badan
terbunuh, maka bagaimana nasib sang roh selanjutnys? Sang roh yang abadi dalam
menempuh waktu yang tak terbatas, akan mengalami kelahiran yang berulang-ulang.
Dan mengembangkan potensi rohani hingga mencapai bentuknya sempurna, dalam
ketuhanan.inilah yang menjadi sasaran terakhir yang akan dicapai sang roh
melalui kelahiran yang berulang-ulang. Setelah itu sang roh tak perlu lagi
mengalami penjelmaan kembali dan manunggal lebur dengan kesadaran ilahi.
“Seperti halnya
seseorang yang mengenakan pakaian baru dan melepaskan pakaian yang lama yang
telah usang, demikian juga sang roh menerima badan-badan baru dan meninggalkan
badan-badan lama yang telah usang”. (Bhagawad Gita II.22).
demikanlah kita semua terlibat dalam kelahiran dan kematian yang
berulang-ulang, berpindah dari satu badan kebadan yang lain. Semua kelahiran
dan kematian yang berulang tersebut tersimpan dengan rapi di lapisan jiwa yang
dikenal dengan nama lapisan karana
(penyebab). Pada setiap kelahiran kembali, hubungan antara lapisan Karana dengan organ otak badan yang baru
akan terputus. Itulah sebabnya kita bisa lupa dengan pengalaman hidup kita pada
penjelmaan sebelumnya. Tetapi ini bukan merupakan kelupaan total sama sekali,
karena rekamannya senantiasa akan tetap
terbawa pada kelahiran berikutnya. Untuk mengingat kembali pengalaman
penjelmaan kita yang terdahulu, dapat dilakukan dengan upaya rohanisedemikian
rupa yang dapat menghubungkan organ otak dengan rekaman pengalaman penjelmaan
kehidupan masa lalu di lapisan karana tersebut.
Bahkan secara tak sengaja hubungan tersebut mungkin akan berwujud dalam mimpi.
Pelaksanaan latihan yoga merupakan
salah satu cara dari upaya rohani tersebut.
Mahluk
tingkat rendah seperti tumbuh-tumbuhan, tingkat kesadaran rohnya masih sangat
rendah dan bersifat laten, belum semarak seperti halnya kesadaran manusia.
Semakin meningkat kecerdasannya, semakin meningkat pula potensi kesadaran
rohnya. Sebiji kecil buah pohon beringin yang ditanam di tanah yang subur,
suatu saat seiring dengan berjalannya waktu, akan tumbuh menjadi pohon beringin
besar yang rindang. Jadi pohon beringin yang besar dan rindang itu berasal dari
sebiji benih yang amat kecil. Roh juga seperti itu. Pada awalnya sang roh
merupakan suatu wujud yang amat sederhana, sebagai wujud kehidupan yang masih
laten. Seiring dengan perjalanan waktu kehidupan yang panjang melalui kelahiran
yang berulang-ulang dalam berbagai bentuk mahluk, sang roh akan semakin tumbuh
dan berkembang sampai akhirnya mencapai tingkat pertumbuhan yang paling tinggi.
Proses ini disebut evolusi roh.
Dengan demikian, kita semua sebagai roh yang berwujud manusia dan juga roh-roh
lain, tidak muncul begitu saja, tetapi melalui proses panjang pertumbuhan dan
perkembangan dari sang roh itu sendiri.
Hanya
satu kesadaran Tuhan yaitu Brahman, yang menembus atau meresapi segala
sesuatunya dengan kegemilangan-Nya. Bagaikan matahri dengan segala berkas
cahayanya, segala roh merupakan “berkas
cahaya” difrensiasi Tuhan semesta alam. Veda menyatakan “sarvam khalvidam brahma” isinya bahwa
segalanya ini adalah brahman. Mula-mula roh itu masih sangat laten dan
sederhana, yang bermanifestasi di alam halus dan berkembang. Dalam proses
pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya, roh sederhana tersebut meresap dan
menyatu dengan mineral-mineral bumi sebagai media pertumbuhannya. Di sini,
mineral merupakan badan fisik dari sang rohbyang laten itu. Setelah cukup
berkembang sebagai mineral, maka sang roh akan membutuhkan media lain untuk
melanjutkan perkembangannya yang lebih tinggi. Untuk itu sang roh kemudian lahir sebagai tumbuh-tumbuhan. Dalam
perkembangannya sebagai tumbuh-tumbuhan ini, aspek kehidupannya mulai mekar,
dengan menunjukkan daya hidup yang jelas (bayu).
Dengan bentuk tumbuh-tumbuhan,
tampak jelas bahwa sang roh telah mengembangkan suatu kwalitas naluri, walaupun
dalam bentuk yang sederhana. Daunnya bergerak menuju arah datangnya sinar matahari,
dan akrnya mencari sumber air dan makanan melalui badan tumbuh-tumbuhan.
Setelah
menyelesaikan perkembangan melalui tubuh tumbuh-tumbuhan, sang roh akan lahir
sebagai binatang untuk melanjutkan perkembangannya. Roh akan mengembangkan
nalurinya lebih hebat. Bahkan sang roh telah memiliki perasaaan dan emosi.,
walaupun pada tahap yang amat kasar. Setelah menyelesaikan perkembangan sebagai
binatang melalui penjelmaan yang berulang-ulang, selanjutnya sang roh
mengembangkan evolusinya melalui kelahiran sebagai manusia. Dengan wujud
manusia sang roh mengembangkan daya hidup, emosi, perasaan, naluri dalam
tingkat yang luhur dan untuk pertama kalinya mengembangkan kemampuan daya pikir
(intelektual). Mengenai daya pikir ini, diperlukan kelahiran berulangkali untuk
mencapai perkembangan daya pikir yang baik. Mula-mula pikiran itu amat kasar,
yang dikuasai oleh nafsu dan emosi yang amat kuat dan lambat laun melalui
pengalaman hidup akibat kelahiran berulang-ulang, pikiran akan semakin halus
dan dapat dapat dikendalikan oleh buddhi (daya kebijaksanaan). Semakin
berkembang buddhi itu, sifat-sifat mulai akan semakin berkembang. Akan tetapi
ini bukanlah tahapan yang akhir. Setelah melewati perkembangan buddhi yang
baik, maka akan dikembangkan tingkat kesadaran berikut yang lebih luhur, yang
dikenal sebagai kesadaran Ātman. Kesadaran Ātman merupakan berkah
tertinggi hasil evolusi sebagai manusia melalui banyak kelahiran tersebut.
Setelah itu, sang roh tak perlu lagi lahir kedunia ini. Dunia adalah sekolah, dan
pelajarannya sebagai manusia telah selesai, namun evolusi terus berjalan.
Setelah
bebas dari kelahiran sebagai manusia, sang roh dengan kegemilangannya akan
berevolusi di alam-alam yang lebih luhur dan berbagai wujud mahluk agung.
Demikianlah proses evolusi roh itu semakin meningkat melalui berbagai tahapan
alam dan berbagai tahapan mahluk yang semakin agung dan perkasa. Dan akhir dari
proses evolusi roh itu pasti tercapai. Dalam tingkatan yang paling tinggi itu,
kesadaran semesta ternyatakan dengan sempurna pada diri sang roh, lebur dalam
kesadaran tinggi (prabrahman). Disinilah perjalanan berakhir, bercahaya, ilahi
tak terlukiskan, damai, kuasa, penuh kasih, dan tak ada yang perlu dicari
lagi.
Rata-rata
manusia di bumi ini akan lahir berulangkali sebanyak tujuh ratus tujuh puluh
tujuh kali untuk mencapai manusia sempurna dan tidak perlu lagi lahir ke dunia
ini. Banyaknya jumlah kelahiran itu dapat berkurang atau semakin bertambah
tergantung karma seseorang. Kalau seseorang itu teken berbuat kebaikan dan
latihan rohani, maka ia lebih cepat mencapai tingkatan manusia sempurna yang
tak perlu lagi lahir dan belajar di bumi. (Terdapat dalam ajaran brahma
vindyā). Ada tiga tahap utama evolusi di atas manusia sebagai tahap
perkembangan lebih lanjut, sebagai mahluk supramanusia, setelah itu meningkat
menjadi mahluk kosmik, lalu mencapai tingkat yang absolut. (Bhagavan
Śrī sathya Nārāyana atau Sāī bābā).
Perlu
diketahui bahwa alur perkembangan evolusi yang kita bicarakan di atas bukanlah
satu-satunya alur evolusi. Masih banyak alur evolusi lain yang dalam
perkembangannya bahkan tidak memakai tubuh manusia atau lahir sebagai manusia
dalam mewujudkan rencana evolusinya, tetapi melalui alur evolusi mahluk halus
diantaranya adalah alur evolusi para jin dan dewa-dewa. Perlu di ketahui bahwa
tiap-tiap planet (brahmāņda) memiliki alur evolusinya
sendiri-sendiri. Tetapi di seluruh alam semesta ini, dari alam manapun evolusi
itu berasal, segalanya berkembang menuju sasaran agung yang sama yaitu
parabrahman, Tuhan Yang Mutlak. Evolusi terus berkembang sampai akhir mencapai
parabrahman. Sang roh kembali pulang kerumah sejati, asal sesungguhnya dari
sang roh. Ia pulang kembali dengan membawa ijasah kehidupan setelah mengembara
di alam evolusi untuk belajar dan mengembangkan diri. Sang bapak dan ibu
semesta menyambutnya dengan kehangatan cinta kasih-Nya.
Sesungguhnya
adalah penuh kemuliaan masa depan setiap mahluk, yang berkembang dan membentang
tanpa batas, melintasi keabadian. Tetapi “Engkau akan memasuki cahaya-Nya
tetapi tak akan pernah menyentuh nyala api-Nya” sumber dari segalanya itu tetap
mutlak, mengatasi segala yang ada. Ia tetap sebagai Tuhan dari segalanya.
Muliahlah Engkau wahai Tuhan, yang telah menggerakkan dan mendorong proses
evolusi yang sesungguhnya merupakan manifestasi-Mu sediri. Kekuatan daya dorong
evolusi itu secara perlahan-lahan dan pasti, membuat segala mahluk akan semakin
meningkat perkembangannya. Dengan demikian Yang Tertinggi itu. Inilah kekuatan
pendorong yang berasal dari Tuhan.
Tumbuhan
tidak pernah berpikir untuk lahir sebagai binatang, demikian juga binatang tak
pernah berpikir untuk meningkat lahir sebagai manusia. Siapakah perencana dan
kekuatan di balik proses itu? Itulah rencana evolusi dari Tuhan. Manusia juga
mendorong untuk semakin meningkat, hingga mencapai Yang Tertinggi. Proses ini
menjelaskan mengapa jumlah roh manusia bisa bertambah dan suatu saat bisa
berkurang, ini tergantung dari jumlah peralihan roh binatang menjadi roh
manusia dan peralihan dari roh manusia menjadi roh yang lebih tinggi.
2.2 Menuju
Perkembangan
Roh itu tak
pernah mati, tetap hidup, abadi dan tetap memiliki kesadaran selamanya. Setelah
melalui proses yang disebut kematian, roh meninggalkan badan fisik dan sang roh
melanjutkan kehidupannya di alam halus dengan memakai badan halus, sebelum
berinkarnasi (menjelma) kembali. Selama sang roh meninggalkan badan fisik yang
pernah dipakainya sebagai pelajaran hidup akan dibawanya dan tetap dimiliki
sebagai pembentuk watak atau kebiasaan yang baru, atau sebagai benih-benih
dasar dari sifatnya yang baru untuk diwujudkan kembali dalam penjelmaan
berikutnya.
Kalau
kita hanya memandang evolusi badan fisik seperti yang diungkapkan oleg Darwin,
maka kita hanya membicarakan satu sisi saja dari evolusi. Padahal di balik
badan fisik itu terdapat roh, sebagai kesadaran yang abadi. Sebatang tumbuhan
meskipun telah mati tetapi aza kehidupan yang terdapat pada tumbuhan tersebut
sama sekali tidak mati. Apabila sebatang pohon mawar mati, maka
pengalaman-pengalamannya yang mungkin berkaitan dengan sinar matahari dan
badai, ataupun perjuangan hidupnya, semua itu dipergunakan sebagai bekal bagi
perwujudan mawar pada kehidupan baru berikutnya yang lebih baik dan sanggup
untuk mempertahankan kehidupan itu.
Sesosok
manusia merupakan mahluk individual dan meskipun ada ikatan mistis antara dia
dengan sesamanya dalam persaudaraan semesta, namun setiap orang akan melangkah
maju pada jalannya sendiri dan juga menciptakan hari kemudiannya sendiri. Dalam
pribadinya tersimpan segala pengalaman yang diperoleh dari kehidupan demi
kehidupan, tanpa membaginya dengan orang lain. segala pengalaman hidup
merupakan dasar dari perwujudan dan nasib pada kehidupan berikutnya. Meskipun
kelahiran dan kematian dating berulangkali apa yang telah diperoleh sebagai
pengalaman hidup tak ada yang hilang.
Dalam
evolusi terdapat banyak tahapan. Pada tahap awal perkembangan evolusi berawal
di alam halus, alam non-fisik, di mana tahap kehidupan ini disebut tahap
kehidupan elemental. Secara bertahap bentu kehidupan yang masih laten tersebut
akan mengembangkan diri melalui media zat-zat mineral dan di sanalah perwujudan
roh yang masih amat muda itu berkembang. Setelah itu, misinya menyempurnakan
diri yang dilanjutkan dengan kelahiran sebagai protoplasma, lalu sebagai
tumbuhan. Dan diwaktu berikutnya, sang roh akan lahir sebagai manusia. Dalam
perwujudannya sebagai manusia, roh sudah menampakkan kedewasaannya, yang
merupakan roh yang sudah sangat berkembang, sebagai mahluk individual yang
dapat berpikir, yang memiliki cinta kasih, cita-cita mulia dan hal-hal lain
yang bersifat luhur. Tetapi sadarlah bahwa manusia bukanlah mata rantai
terakhir dari perjalanan evolusi. Evolusi sang roh adalah manifestasi dari
kepribadiannya. Evolusi hidup bukanlah semata-matahal mendapatkan atau
memperoleh sesuatu, sebab di balik kehidupan itu terdapat sesuatu yang lebih
agung, yaitu kesadaran sejati. Beliau yang Maha pengasih
akan menganugerahkan Maha Diri pribadinya sendiri, sebagai hasil dari
pencapaian evolusi tertinggi sang roh.
Ada
banyak jalur evolusi dalam perkembangan sang roh, yang di antara masing-masing
jalur tersebut saling terlepas bebas tidak saling bergantung. Dua di antara
banyak arus evolusi kehidupan manusia dan yang satunya lagi, sejajar dengan
arus kehidupan ini adalah arus kehidupan para dewa atau yang sering disebut
malaikat.
Seperti
sudah diuraikan, bahwa kehidupan manusia sebelumnya telah melewati perkembangan
sebgai binatang, tumbuhan, mineral, serta kehidupan elemental. Sejak tahapan
zat mineral tersebut, salah satu dari dua arus kehidupan tersebut menyimpang,
menempuh arus yang berbeda melalui rangkaian asru binatang, jin, arus kedewaan.
Masih terdapat banyak arus evolusi lain, tetapi kita kekurangan informasi
tentang segala sesuatunya dan ini merupakan lapangan penelitian rohani yang
baru.
Perkembangan
evolusi yang kita bicarakan di atas akan mencapai tingkat mahluk yang di Tibet
disebut sebagai Zhyan Chohan. Dan dari sini evolusi akan berjalan terus secara
bertahap untuk mencapai puncak evolusi tertinggi. Dari keenam macam arus evolusi
yang kami sampaikan melalui skema di atas hanya dua arus kehidupan saja
yangmemakai badan jasmani. Dan satu di antara dua arus itu akan mencapai
manusia. Sedangkan lima arus yang lain dalam evolusi yang sejajar itu berjalan
menuju arus kedewaan.
Dalam
tahap evolusi sebagai manusia, untuk tujuan pembahasan kerohanian maka watak
manusia dibagi menjadi tujuh tipe, yaitu:
1. Bhakti
: - Kecintaan pada
Tuhan
-
Biasanya menginginkan Tuhan dalam wujud
2. Cinta Kasih : - Cinta yang mendalam kepada seseorang
- Cinta kepada sesamanya
3.
Dramatik : - Kesahidan
- Pengarang filosofis
- Hal-hal yang dramatis
4.
Keilmuan : - Bersandar
pada percobaan
-
Teoritis
5.
Pelaksanaan : - Berpengaruh,
dramatis
6.
Kebijaksanaan : - Artistik,
kemanusiaa
- Merekam dan
menganalisa
7.
Ritualistik : - Suka dengan
upacara
- Suka dengan hal-hal
simbolik
Masing-masing
dari tipe ini memiliki tempramen yang berbeda-beda antara satu dengan yang
yainya. Bukan berati bahwa tipe yang satu lebih baik dibandingkan dengan tipe
yang lain. Didalam derama maha evolusi semuanya memiliki kemuliaan yang sama. Kalau
kita perhatikan orang-orang dengan tipe bhakti (devosi) yang terdapat disekitar
kita, maka kita akan tahu bahwa mereka merasa puas kalau Tuhan dipuja dalam
wujud tertentu, di mana tanpa melalui wujud itu ia akan sulit untuk menjadikan
Tuhan sebagai tambatan hati. Ada juga orang-orang dengan jiwa bhakti yang
dramatik. Oleh karena itu mereka sangat berhasrat dalam kesaidah. Hal ini
bukanuntuk gagah-gagahan semata, atau ingin dihormati, tetapi disebabkan oleh
hasrat bathin yang mengatakan bahwa hidup yang berbhakti itu tidak akan menjadi
kenyataan, tidak menjadi kehidupan yang sungguh-sungguh tanpa sesuatu yang
bersifat dramatis.
Kehidupan
dengan tipe cinta kasih itu
juga beraneka macam. Ada yang
seluruh hidupnya difokuskan untuk mencintai seorang saja, seperti Romeo dan
Juliet, yang siap meninggalkan segalanya demi untuk satu jiwa itu saja. Tetapi
ada yang tidak memiliki cinta semacam itu, namun akan berbahagia dengan
memperluas cinta kasihnya dengan orang-orang disekitarnya. Tipe dramatik yang
salah satu ragamnya telah diuraikan di depan memang merupakan tipe yang menarik
perhatian oleh karena sering menimbulkan salah pengertian terhadap sifat
mereka. Bagi tipe ini kehidupan dianggap tidak nyata dan sungguh-sungguh kalau
kehidupan itu tidak seperti cerita drama. Kebahagiaan tidak dianggap kebahagiaan,
kecuali itu merupakan drama yang di dalamnya ia memainkan “peran utama”.
Kesedihanpun baru merupakan kesedihan kalau hal itu telah menyebabkan cucuran
air mata yang menenggelamkannya. Bagi orang-orang dengan dasar jiwa dramatik
dan pelaksana maka kehidupan seorang pahlawan medan perang atau kehidupan
seorang pemimpin politik akan mempunyai daya tarik yang besar
Pada
tipe keilmuan, pembawaan dasarnya yang suka melakukan percobaan dan teoritik
mudah sekali dikenal. Sedangkan sarjana yang suka memamerkan atau suka
menonjolkan kemethodean itu dipengaruhi oleh tipe dramatik. Cara bertindak atau
tingkah laku yang demikian itu disebabkan oleh temperamen pemberian Tuhan atau
temperamen bawaan sebagai dasar emosi dalam dirinya yang akan dia nyatakan dan
terus menerus disempurnakannya melalui proses evolusi kehidupannya.
Tumbuhan,
binatang dan manusia memiliki kemampuan hidup yang berbeda, sebagai akibat dari
evolusinya. Tumbuhan memiliki kekuatan hidup melalui naluri yang amat sederhana
ia dapat mencari arah datangnya sinar matahari dan akarnya mencari sumber air.
Binatang memiliki kemampuan yang lebih tinggi, nalurinya sudah berkembang
dengan lebih hebat, dapat merasakan emosi seperti sedih dan takut, dan lain
sebagainya. Pada diri manusia setelah memiliki kekuatan hidup dan naluri yang
baik, akan berkembang kemampuan intelektual, kekuatan intuisi, sifat-sifat
luhur dan lain-lainnya. Melalui perwujudan mahluk yang lebih tinggi, maka
kemampuan-kemampuan lain akan semakin disempurnakan.
Evolusi
jiwa yang akan dibicarakan di sini tak ada hubungannya dengan evolusi badan
fisik yang diungkapkan oleh Charles Darwin. Dalam teori evolusi Darwin, suatu
mahluk akan memiliki keturunan yang semakin berbeda dengan induknya, karena
akan menyesuaikan diri dengan alam lingkungan di mana mahluk itu berkembang. Menurut teori
ini, nenek moyang gajah jutaan tahun lalu adalah binatang mamounth yang amat
besar. Binatang biawak merupakan garis keturunan dari binatang raksasa yang
amat besar sejenis dinosaurus. Dan konon manusia adalah garis keturunan jenis
kera tertentu. Jika hasil penelitian ilmiah membuktikan adanya mahluk-mahluk
yang amat besar jutaan tahun lalu, rupanya tidak salah kalau kitab suci juga
telah membicarakan tentang makhluk raksasa tersebut. Roh itu abadi dan tak
mengenal kematian, ia juga berevolusi menuju ke kesempurnaan.
2.3 Evolusi
Binatang
Ada beberapa prinsipil di antara tingkat
evolusi manusia dan binatang dalam proses pembentukan jiwa, yang terletak pada
pengertian “individualisasi” dan kita akan mencoba untuk memahaminya. Ada berbagai
jenis hewan tertentu sebagai jenjang untuk memasuki tingkat evolusi manusia.
Jenis-jenis tersebut antara lain anjing, kucing, kuda, gajah, dan yang lainnya.
Binatang peliharaan kita merupakan evolusi yang lebih maju dari kehidupan binatang
buas. Binatang peliharaan yang jinak itu merupakan persiapan untuk memasuki
tingkat evolusi kehidupan sebagai manusia. Semakin tinggi tingkat evolusi
binatang, semakin tinggi tingkat individualisasi binatang itu. Sebelum
“terindivudualisasi”, jiwa binatang itu berada pada tahap “kelompok jiwa
binatang”.
Gagasan
tentang kelompok jiwa ini tampaknya cukup sulit untuk dipahami. Kita akan
mencoba memahaminya melalui perumpamaan. Dikatakan bahwa kelompok jiwa itu
bagaikan air dalam sebuah ember, sedangkan jika mengendalikan segelas air penuh
diambil dari ember tersebut, maka kita memperoleh wakil dari satu jiwa
binatang. Air dalam gelas itu untuk sementara sama sekali terpisah dari air
yang ada dalam ember dan mengambil bentuk gelas yang membuatnya. Misalkan kita
memasukkan ke dalam gelas itu sejumlah zat warna tertentu, maka air dala gelas
itu akan memperoleh warna sendiri yang berbeda. Zat perwarna itu melambangkan
sifat-sifat yang dikembangkan dalam jiwa yang terpisah sementara oleh berbagai
pengalaman yang diperolehnya.
Kematian
binatang dilambangkan dengan penuangan kembali air dalam gelas ke dalam ember,
sedangkan zat pewarnanya menyebar keseluruh bagian air, yang secara menyeluruh
kemudian menyebabkan perubahan warna air sedikit. Dengan cara yang sama, sifat
apa pun yang telah dikembangkan selama kehidupan binatang terpisah akan
disebarkan keseluruh kelompok jiwa setelah kematiannya. Tak mungkin lagi untuk
mengambil segelas air yang sama dengan air awal tanpa warna dari ember
tersebut, tetapi setiap bagian yang diambil kemudian parti berwarna akibat zat
pewarna yang dimasukkan dalam gelas yangpertama. Andaikan mungkin dapat
mengambil persis sejumlah molekul air dari ember tadi untuk memperoleh segelas
penuh air awal dengan tepat, maka hal ini merupakan inkarnasi, tetapi karena
hal itu tak mungkin, maka sebaliknyakita memperoleh penyerapan kembali jiwa
sementara itu dalam kelompok jiwa, suatu proses yang walau bagaimana pun juga
dengan cermat dapat dipertahankan segala sesuatu yang telah diperoleh dalam pemisahan
sementara tersebut.
Bukan
satu gelas pada satu saat saja, tetapi bergelas-gelas secara serentak diisiskan
dari setiap ember, masing-masing akan mengembalikan bagiannya yaitu sifat-sifat
yang telah dikembangkan sendiri-sendiri ke dalam kelompok jiwa. Dengan demikian
pada gilirannya, sifat-sifat ini akan meluas turun sebagai pembawaan pada
setiap binatang yang memang merupakan ekspresinya. Lalu timbullah naluri-naluri
tertentu yang bersama dengan naluri tersebut binatang itu dilahirkan. Anak itik
pada saat menetas dari telurnya, mencari air dan dapat berenang dengan tanpa
rasa takut, walaupun ia ditetaskan oleh seekor induk ayam yang takut air. Namun
pecahan kelompok jiwa yang berfungsi melalui anak itik itu mengenal dengan baik
sekali, “ilmu berenang” dari pengalaman kelahiran-kelahiran sebelumnya, bahwa
air adalah unsur alaminya dan badan itik itu melaksanakan dorongan nalurinya
tanpa rasa takut.
Sementara
itu, dalam setiap kelompok jiwa terjadi kecenderungan untuk mengadakan
pembelahan terus-menerus. Ia membabarkan diri dalam suatu gejala yang mirip
dengan cara sel membelah diri. Dalam kelompok jiwa, yang dapat dianggap sebagai
yang menjiwai massa zat di alam mental, muncillah lapisan film yang
hampir-hampi tak terlihat, seperti yang dapat diumpamakan semacam rintangan
yang terbentuk perlahan-lahan melintas dalam ember tadi. Mula-mula air dapat
merembes terus melalui rintangan sampai batas tertentu, namun bagaimanapun juga
gelas-gelas air yang diambil dari satu belahan rintangan itu selalu dikembalikan
ke belahan yang sama, sehingga
lambat laun air pada satu bagian belahan itu menjadi berbeda dengan air pada
bagian belahan lainnya dan kemudian rintangan itu menebal dan tak dapat
ditembus. Sehingga pada akhirnya kita dapatkan bukan satu ember melainkan dua
ember.
Proses
ini terus menerus berulang, sampai saat dicapainya suatu taraf binatang yang
berderajat lebih tinggi. Inilah yang disebut proses individualisasi. Ternyata
bahwa individualisasi yang mengangkat suatu kesatuan hidup dari alam binatang
menjadi manusia, hanya dapat berlangsung pada jenis-jenis binatang tertentu. Individualisasi
ini dapat terjadi hanya pada binatang-binatang tertentu saja dan hukan pada
semua jenis binatang. Dengan sendirinya kita harus ingat bahwa kita baru
menempuh sedikit lebih dari separuh perjalanan mata rantai evolusi.
Hal
yang mirip dengan evolusi
jiwa dari binatang bisa kita dapatkan pada evolusi jiwa dari tumbuh-tumbuhan.
Pada tumbuh-tumbuhan tidak didapati satu jiwa untuk satu tumbuhan, tetapi satu
kelompok jiwa untuk sejumlah besar tumbuhan. Bahkan dalam beberapa kasus, satu
kelompok jiwa untuk seluruh jenis spesies tumbuhan tersebut. Pada alam binatang
pembagian ini telah berlangsung lebih jauh dan mungkin masih berlaku pada
beberapa jenis kehidupan serangga bahwa satu jiwa serangga menghidupi
berjuta-juta serangga. Tetapi, pada binatang yang berderajat lebih tinggi, satu
kelompok jiwa relatif menjiwai lebih sedikit badan binatang. Dengan demikian
dapat kita pahami bahwa pada mahkluk
tingkat rendah seperti mineral dan tumbuhan, belum terbentuk jiwa individual.
Semakin tinggi tingkat evolusi suatu mahluk, semakin sempurna proses
pembentukan individualitas ini. Kelak, pada tingkat kehidupan mahluk yang lebih
agung, individualitas ini akan ditransendensasi, dilebur dalam tingkat
kesadaran yang semakin agung.
2.4 Evolusi
Manusia
Di
depan kita telah membicarakan tentang evolusi tumbuh-tumbuhan dan binatang
dalam usahanya untuk berkembang menjadi mahluk yang lebih tinggi diantaranya
mahluk manusia. Bagi jiwa yang baru pertama lahir sebagai manusia atau telah
beberapa kali lahir sebagai manusia, tampak bahwa mereka memiliki sedikit
kemampuan untuk menguasai naluri dan nafsunya yang kuat dan kasar. Tingkat
intelektual mereka masih berada pada tingkat yang amat rendah, mereka tamak
primitif, walaupun lahir dan hidup di tengah-tengah masyarakat beradab, tetapi
mereka masih berwatak kasar, dungu, dengan intelektual yang rendah.
Pada
jiwa yang lebih maju, yang telah banyak mendapat didikan, pelajaran dan
pengamalan hidup melalui banyak kelahiran, tentu telah meninggalkan tingkat
kehidupan yang kasar dan jahat, akan tetapi belum terlalu maju, belum memiliki
kemampuan untuk memandang hal-hal yangbersifat mulia secara rohani. Kemudian, bagi jiwa yang
telah maju yang melanjutkan evolusinya, dimana berkas kebijaksanaan jiwanya
akan mencita-citakan kesempurnaan yang ideal dan dengan sadar berkemauan keras
untuk mencapai cita-cita kerohanian yang luhur.
Ada
sejumlah kecil jiwa-jiwa yang telah menginsyafi arti kehidupan ini, berbhakti
dan berkorban demi kemajuan ecolusi sesama mahluk. Mereka ini adalah jiwa-jiwa
yang sedang “melangkah dijalan rohani”. Selanjutnya, mereka yang bagaikan bunga
harum yang jarang dijumpai adalah para jiwa agung yang dikenal sebagai sad
guru, merupakan evolusi terdahulu dari manusia, yang merupakan wadah kesadaran
tuhan yang bermukim di dunia material dan dengan kemampuan rohaninya turut
membimbing evolusi menurutrencana tuhan. Mereka itulah yang merupakan
manusia-manusia sempurna.
Pada
manusia sempurna adalah mereka yanbg tidak perlu lagi menjelma sebagai manusia
untuk meningkatkan evolusinya. Namun tak jarang para roh agung ini memilih
untuk lahir kembali sebagai manusia. Dalam hal ini harus dipahami bahwa seorang
roh agung lahir hanya demi untuk kepentingan umat manusia secara keseluruhan,
untuk membimbing mereka sebagai guru sejati. Beliau lahir atas dasar
kehendaknya sendiri, bukan akibat dari hukum karma ataupun hukum inkarnasi.
Beliau berhak menentukan kapan dan dimana ia akan lahir, karena ia telah
memiliki kekuasaan atas nasibnya sendiri.
Bagi
manusia sempurna (para siddha), yang telah bebas dari proses reinkarnasi
sebagai manusia, ia akan melanjutkan evolusinya di alam-alam yang lebih halus
dan luhur, melalui salah satu jalur evolusi yang lebuh tinggi, di antaranya
jalur evolusi para dewa mulia (malaikat) ataupun jalur lain. Dari berbagai
jalur itu tak ada yang lebih tinggi antara yang satu dengan yang lainnya.
Manusia sempurna akan melangkah ke jalur evolusi tersebut sesuai dengan
temperamen masing-masing dan sesuai dengan kebutuhan rencana evolusi kosmik.
Sejumlah
roh sempurna mengambil keputusan untuk lebih menyempurnakan diri sebagai
Buddha, Manu (yang bertugas sebagai pemimpin mistis umat mnausia, di mana Manu
yang sekarang adalah Vaivasvata), atau jenis pengabdi lain yang membina evolusi
disuatu planit tertentu. Kadang-kadang dalam pengabdian itu ia lahir sebagai
manusia yang tinggal di alam gaib ataupun di lingkungan manusia sebagai
“nirmanakaya”. Beliau mencurahkan berkah rohani yang besar demi kemajuan evolusi
manusia. Untuk mengembangkan seluruh proses evolusi memerlukan waktu
berjuta-juta tahun manusia, di alam semesta raya yang luasnya diluar jangkauan
pemikiran manusia normal. Alam semesta raya ini tercipta, lalu dimusnahkan dan
tercipta lagi sebagai ajang berlangsungnya evolusi roh.
2.5
Evolusi Kesadaran
Sang
jiwa adalah objek dari proses evolusi. Melalui proses evolusi tingkat kesadaran
itu akan semakin disempurnakan untuk lebih memahami hal ini kami serrtakan
skema evolusi kesadaran. Melalui skema evolusi kesadaran dapat kita pahami
bahwa mineral hanya menunjukkan tingkat perkembangan pada badan fisik yang
padat, sedikit pada tingkat etherik dan amat minim pada tingkat kesadaran
astral. Adanya perkembangan yang amat minim pada tingkat astral berarti bahwa
mineral juga memiliki keinginan dalam tingkat yang amat rendah.
Bagi
kebanyakan orang mungkin agak janggal untuk mengatakan bahwa terdapat
unsurkeinginan dalam alam mineral. Namun setiap ahli kimia mengetahui
bahwasifat afinitas (daya gabung) unsur-unsur sangat jelas membuktikan
keinginan itu, bukankah itu titik permulaan dari keinginan? Satu unsur memiliki
keinginan demikian besar untuk berpasangan dengan unsur lain, sehingga ia dapat
meninggalkan setiap unsur yang kebetulan yang telah menjadi sekutunya
mula-mula.
ADI
|
|
ANUPADAKA
|
|
ATMA
|
![]() |
BUDDHI
|
|
MENTAL
|
![]() |
ASTRAL
|
![]() |
ETHERIS
|
![]() ![]() |
FISIK
|
|
Mengenai
tumbuh-tumbuhan pada skema diatas dapat kita lihat bahwa bagian yang aktif
tidak hanya dibadan fisik, tetapi juga pada bagian etherik. Tumbuhan juga
berkembang dalam kesadaran tingkat astral yang menunjukkan adanya perkembangan
yang lebih nyata dari keinginan. Mereka yang telah mempelajari ilmu botani
(tumbuhan) akan menyadari bahwa sifat suka dan tidak suka (yaitu bentuk-bentuk
keinginan) sudah menonjol di antaranya, daunnya sudah dapat mencari arah
datangnya cahaya matahari akarnya dapat mencari arah air, dan
kemampuan-kemampuan lain.
Pada
binatang tampak kemajuan yang jauh lebih maju dibandingkan dengan tumbuhan
dapat kita lihat perkembangan yang hebat tidak hanya pada badan fisik tetapi
juga pada tingkat astral hal ini menunjukkan bahwa binatang itu sudah
sepenuhnya bisa menghayati hasrat-hasrat rendah meskipun pada bagian yang lebih
atas sangat menyempit sebagai pertanda akan keterbatasan terhadap penguasaan
keinginan-keinginan yang lebih murni. Tetapi toh keinginan itu sudah ada.
Demikianlah kadang-kadang terjadi hal-hal luar biasa pada binatang yang dapat
menunjukkan rasa kasih sayang dan bhakti yang sangat tinggi nilainya.
Juga
dapat terlihat bahwa skema yang menggambarkan alam binatang itu berakhir pada
lapisan terbawah dari tingkat mental. Berarti bahwa sampai saat ini telah
berlangsung pengembangan kecerdasan yang menggunakan bahan mental untuk
perwujudannya jika hal ini dikaitkan dengan binatang peliharaan, seperti anjing
dan kucing pasti mengetahui bahwa mahluk kesayangan itu tidak di sangsikan lagi
sungguh-sungguh dapat mempergunakan akalnya meskipun daya berpikirnya baru pada
tingkat yang amat terbatas dan kesanggupannya sangat kurang kalu di bandingkan
dengan manusia.
Kalau
itu perhatian skema tersebut, pada manusia akan kita dapatkan bahwa tidak hanya
perkembangan fisik saja yang terjadi, tetapi juga perkembangan kesadaran astral
yang cukup tinggi. Ini menandakan bahwa manusia dapat memiliki segala macam
nafsu keinginan, nafsu yang paling tinggi maupun nafsu yang paling rendah. Kita
dapat juga bahwa manusia memiliki kemampuan mental dari tingkat rendah, yang
menandakan daya berpikir manusia pada tingkat itu telah berkembang sepenuhnya.
Namun, perkembangan mental pada tingkat yang lebuh tinggi belum sempurna. Pada
manusia kebanyakan tingkat mental luhur biasanya belum berfungsi secara optimal
Pada
manusia golongan primitif, nafsu jelas merupakan sifat yang paling menonjol,
meskipun perkembangan mentalnya juga telah berkembang hingga tahap tertentu
saja. Kesadaran manusia pada tingkat ini pasti berpusat pada bagian bawah badan
astralnya, dan kehidupannya terutama dikuasai oleh sensasi-sensasi yang
berhubungan dengan badan jasmani. Pada umumnya kita hampir seluruhnya hidup
atas dasar sensasi, sehingga pendorong utama atas kebanyakan sikap kita
bukanlah apa yang benar atau pantas dilakukan, tetapi semata-mata apa yang
ingin dan tidak ingin dilakukan. Manusia yang lebih beradab dan maju diantara
kita dapat mengendalikan keinginan dengan pikiran, yang berarti bahwa pusat
kesadaran secara bertahap beralih dari alam astral yang lebih tinggi menuju
alam mental yang lebih rendah. Perlahan-lahan mengikuti kemajuan evolusi
manusia, pusat kesadaran itu meningkat lebih lanjut dan manusia mulai dikuasai
oleh suatu prinsip dari pada hanya oleh minat atau nafsu keinginan semata.
Para
manusia super, yang tingkat evolusinya sudah tinggi, kesadaran spiritualnya
telah berkembang. Kesadarannya telah berpusat pada buddhi, bahkan pada
kesadaran Atman. Pada tingkat itu manusia akan dituntun oleh kebijaksanaan
bahkan oleh kesadaran ketuhanannya manusia bisa membantu mempercepat proses
evolusi kesadaran itu hingga dengan lebuih cepat dapat mencapai kesadaran
luhur. Ini dapat dilakukan dengan hidup bermoral dan melakukan latihan
spiritual. Dengan moralitas dan latihan spiritual anda telah ikut
berpartisipasi dalam mempercepat
terwujudnya rencana Tuhan, yaitu evolusi. Itulah yang dimaksudkan dengan
pengabdian atau bhakti.
2.6 Makhluk
Supra Manusia
Keterangan
dari setiap agama besar telah menunjukkan adanya manusia agung atau supra
manusia. Para manusia agung ini menaruh perhatian tidak saja pada pembangkitan
pada sifat kerohanian manusia, tetapi juga pada semua urusan yang menyangkut pada
kesejahteraan dunia. Umat Hindu memiliki perwujudan Ilahi agung seperti Sankaryacarya, Vyasa, Gautama Buddha dan para Rsi
serta Sadguru lainnya. Dan beberapa
agama lama (sekali pun beberapa diantaranya mengalami dekadensi sehubungan
dengan berjalannya waktu), bahkan agama suku primitif menunjukkan adanya supra
manusia sebagai sifat khususnya, yang dengan segala cara menjadi penolong
bangsa yang masih belia dalam masalah peradabannya.
Dunia
dan perkembangannya dikemudikan dan dipimpin dengan sangat tertib dan penuh
perhitungan oleh suatu bentuk organisasi kekuasaan kosmik yang bertingkat.
Sepanjang pengemudian itu mungkin dilakukan, penghuni-penghuninya diberikan
kebebasan untuk menggunakan kemauannya sendiri. Walaupun evolusi bumi ini
dipimpin, karma setiap makhluk
diperhatikan dan dihormati. Seorang mahaguru mengatakan, “Tentu saja dengan mudah akan dapat mengatakan setepat-tepatnya kepada
anda, tentang apa yang harus anda lakukan dan tentu anda dapat melakukannya,
tetapi karma dari tindakan itu milik saya dan bukan milik anda, dan andda hanya
akan memperoleh karma dari kepatuhan yang luar biasa.”
Para
orang agung itu adalah manusia seperti kita, tetapi pada tingkatan yang jauh
lebih tinggi. Mereka berada di puncak tangga kemanusiaan. Para manusia agung itu
memiliki kebijaksanaan, kekuasaan, cinta kasih yang seimbang. Fakta penting
yang menyangkut kemajuan mereka adalah keseimbangannya. Di antara kita
mempunyai banyak bakat ilmiah dan kemajuan akal, tetapi kekurangan rasa bhakti dan kasih sayang. Yang lain
diliputi kebhaktian mendalam, tetapi kosong dalam kemajuan intelektual. Seorang
manusia agung atau sadguru, memiliki
kesempurnaan dalam semua hal tersebut. Mereka telah mematahkan berbagai
belenggu, diantaranya belenggu kebodohan (avidya).
Dan sering dikatakan bahwa agar orang bebas dari kebodohan, ia harus memperoleh
segala pengetahuan. Seorang siswa rohani yang berkesempatan hidup di
tengah-tengah para manusia agung itu mengatakan bahwa, keunggulan memiliki
semua pengetahuan itu hendaknya dipahami dengan suatu cara, jangan diartikan
kata perkata. Misalnya ada di antara mereka tidak mengenal semua bahasa, yang
lain bukan seniman dan bukan ahli musik dan begitu seterusnya. Melepas belenggu
ketidaktahuan itu bagi mereka dimaksudkan memiliki kekuasaan yang setiap saat
dapat mereka pergunakan untuk mendapatkan segala pengetahuan yang ada, yang
menyangkut pokok apapun yang mereka perlukan pada saat itu.
Jika
seorang dari kita bertemu dengan salah seorang dari manusia agung itu, beliau
tampak agung dan mulia, selalu riang dengan ketenangan yang penuh cinta kasih.
Beliau adalah orang yang luar biasa. Tetapi untuk mengetahuinya dengan pasti
bahwa ia manusia yang teah maju, adalah dengan melihat badan karana (penyebab) nya dan meneliti badan
itu, tetapi hal ini tentu hanya bisa dilakukan oleh orang-orang tertentu saja
yang memiliki pandangan waskita. Wajah mereka selalu diliputi kesan kegembiraan
yang agung, penuh keriangan, kedamaian yang berada di luar batas pemahaman. Karma mereka telah musnah, yang membuat
mereka mampu mempertahnkan tubuh fisik mereka jauh lebih lama dari kita.
Seorang yogi, Blavatsky, bertemu pertama kali bertemu dengan gurunya pada waktu
ia berumur lima tahun dan setelah enam puluh tahun kemudian mahagurunya tampak
tidak bertambah tua seharipun (waktu itu Blavatsky sudah berumur enam puluh
lima tahun). Siapa pun yang telah membaca buku ‘Autobiography of a Yogi’ yang ditulis oleh svami Yogananda, akan mengenal nama agung dari Herakhan Baba, guru
dari kakek gurunya. (Yogananda adalah
murid Yuktesvar, Yuktesvar adalah murid Lahiri Mahasaya yang juga merupakan
murid dari Herakhan Baba). Dalam buku itu disebutkan bahwa Herakhan Baba kini
berusia lebih dari seribu tahun dan Yogananda sendiri beberapa kali telah
bertemu dengan Herakhan Baba. Perwujudan tubuh fisiknya tampak seperti orang
berusia dua puluh lima tahun, dengan rambut yang terurai panjang. Bhagavan Sai
Baba mengatakan kepada Hislop beberapa nama manusia super yang masih hidup
hingga sekarang ini dengan umur beratus-ratus tahun dan Hislop tampak kaget
mendengan hal itu.
Tetapi
perlu dipahami bahwa hanya sedikit dari manusia super ini yang masih hadir di
bumi kita ini demi evolusi itu sendiri. Keseluruhan tatanan hidup itu merupakan
suatu evolusi hidup yang bertingkat, yang senantiasa menanjak, masih jauh lagi
dari yang kita ikuti, bahkan hingga pada Tuhan sendiri. Dengan cara yang sama
kita menyadari adanya tingkat evolusi yang sedang kita jalani sekarang ini.
Dengan tumbuh-tumbuhan berada di atas dunia material, dunia binatang di atas
dunia tumbuh-tumbuhan, dunia manusia di atas dunia binatang. Dengan demikian
dunia manusia juga mempunyai akhir tertentu sebagai batas peralihan ke dalam
dunia yang jelas lebih tinggi daripada dunia manusia, yaitu dunia manusia
super. Apabila manusia sempurna sudah mengakhiri kehidupannya dalam badan
fisik, biasanya beliau meninggalkan badan fisiknya, tetapi dia tetp memiliki
kekuasaan untuk mengambil kembali badan-badan ini bila mereka memerlukannya.
Pada banyak peristiwa, seseorang yng telah mencapai ketinggian ini tidak
memerlukan lagi badan fisik, bahkan tidak lagi memerlukan badan astral, badan
mental dan badan karana, tetapi hidup
menetap pada tahapan yang lebih tinggi. Jika ia berkepentingan terhadap alam
rendah untuk suatu tujuan, maka ia harus mengambil atau menciptakan suatu badan
dengan kekuatan ciptanya (sankalpa sakti)
untuk sementara waktu, sesuai dengan alam mana yang ingin dihubunginya. Jika ia
bermaksud berbicara secara jasmaniah dengan salah seorang umat manusia, maka ia
harus mengambil atau menciptakan badan fisik. Dengan cara yang sama ia harus
mengambil badan mental manakala ia bermaksud untuk mempengaruhi daya pikir
kita. Setelah pekerjaannya selesai maka badan itu dilenyapkan lagi ke asalnya.
Proses ini disebut materialisasi dan dematerialisasi.
Kemampuan
para manusia super ini banyak dan menakjubkan kita, tetapi semua itu tumbuh
teratur secara wajar dari sifat-sifat yang kita miliki, hanya saja mereka
memiliki sifat-sifat ini dengan kadar yang lebih tinggi. Para manusia itu tidak
memiliki apa yang disebut pamrih atau pikiran mementingkan diri sendiri. Dia
telah mencapai tingkatan yang tidak ada kesalahan sedikitpun dalam sifat-sifat,
tanpa pikiran atau perasaan tentang pribadi yang terpisah. Satu-satunya
pendorong bagi dia adalah hidup serasi dengan Tuhan yang mengendalikannya.
Mungkin sifat berikut yang sangat menyolok dan khas adalah perkembangan yang
menyeluruh. Kita semua memiliki benih dari segala macam kemuliaan, tetapi
selalu hanya sebagian yang berkembang. Tetapi manusia agung telah maju dalam
segala segi, sebagai orang yang keikhlasan, rasa simpati dan belas kasihannya
sempurna. Sedangkan inteleknya sekaligus merupakan sesuatu yang terlalu tinggi
untuk dapat kita pahami. Sukmanya menakjubkan penuh ke-Ilahi-an. Dia berada
tinggi di atas dan jauh di luar kemampuan manusia yang kita kenal.
Beliau
adalah perwujudan berkekuasaan agung hasil evolusi dari tatanan lain dari luar
bumi. Jutaan tahun yang lalu beliau datang ke bumi ini atas kehendak penguasa
cakrawala untuk memikul tanggung jawab memimpin evolusi bumi. Kitab Srimad Bhagavatam yang ditulis oleh rsi Vyasa, menyebutnya Sanatkumara, seorang remaja amat muda
yang tidak lahir dari rahim seorang wanita. Di situ disebutkan bahwa beliau
merupakan salah seorang putra dari Brahma
yang menjelmakan diri atas kehendak pikiran kosmik (kriyasakti). Sanatkumara
juga dikenal sebagai guru devarsi Narada
dan Narada adalah guru dari maharsi Vyasa. Sanatkumara memiliki
kasih sayang bagaikan lautan tak terbatas. Dalam menjalankan kegiatannya beliau
dikelilingi oleh empat dewa raja agung atau para penguasa unsur yang mengatur karma manusia. Aura beliau meliputi
seluruh bumi. Bumi tempat hidup kita ini bagi beliau berada dalam genggamannya
dan sesungguhnya tak seekor burung pun yang jatuh tanpa diketahui olehnya.
Beliau juga mempunyai tiga pembantu utama yang dalam sastra Hindu dikenal
sebagai Sanandana, Sanaka dan Sanatana. Beliau dibantu dengan
organisasi rohani yang rapi dan bertingkat memimpin serta mengendalikan segala
evolusi yang berlangsung di bumi ini.
Bhagavan Satya Narayana
(Sai Baba) telah memberi anjuran kepada seorang calon
spiritual untuk melakukan tapa di sebuah gua di pegunungan Himalaya dan
mengatakan bahwa kekuatan cinta kasih dari tapanya akan menembus dinding gua
tempat dia melakukan meditasi. Dan kekuatan memberikan bantuan kejiwaan dan
inspirasi kepada umat manusia tentang hal-hal mulia. Hormat yang mendalam
kepada Yang Mulia Sanatkumara, yang
menaklukkan segala pikiran. Dengan demikian beliau juga telah menaklukkan sang
waktu, yang baginya jutaan tahun tak ada artinya sama sekali, namun beliau juga
menyadari pentingnya waktu bagi kita manusia awam.
2.7 Cakra Pada Berbagai Tingkat Evolusi Manusia
Kita
memiliki berbagai badan, dari badan jasmani yang paling kasar sampai pada badan
penyebab yang paling halus. Badan jasmani kita ini memiliki berbagai
organ-organ, seperti jantung, paru-paru, ginjal dan lain-lainnya. Badan halus
juga demikian, yang memiliki peralatan halusnya sendiri. Salah satu organ halus
tersebut disebut dengan cakra, yaitu
organ yang terletak di badan etheris. Cakra
merupakan pusat energi yang merupakan titik-titik penghubung yang mengalirkan
energi dari satu tingkatan badan ketingkatan badan lainnya. Seseorang yang
cukup waskita dengan mudah dapat melihat cakra-cakra
ini, di mana cakra itu berupa
suatu cekungan atau pusaran di permukaan badan etheris. Mungkin agak mirip
dengan corong minyak atau bunga matahari. Bila masih belum berkembang, rupanya
seperti lingkaran kecil dengan diameter sekitar dua inchi, dengan cahaya redup
pada orang biasa. Tetapi bila berkembang dan aktif, maka bentuknya seperti
pusaran yang menyala cerah dengan ukuran lebih besar dan mirip matahari kecil.
Kita sering mengatakan ada hubungan dengan organ fisik tertentu yang sebenarnya
cakra menempel pada permukaan badan
etheris, yang berada sedikit di atas permukaan badan fisik. Bila kita
membayangkan diri sedang melihat ke dalam bunga cekung dari sebelah atas, maka
kita akan memperoleh gambaran umum tentang cakra.
Tangkai dari cakra-cakra tersebut kebanyakan berpangkal di
beberapa tempat dari tulang punggung.
Cakra-cakra itu bergerak bolak-balik
secara ritmis untuk menyerap dan melepaskan berbagai tingkat energi prana. Di seluruh tubuh kita terdapat
banyak sekali cakra, ada yang
berukuran besar sebagai cakra utama
dan ada pula yang kecil-kecil sebagai cakra
bawahan.
Ukuran
rata-rata dari cakra utama berlain-lainan tergantung pada tingkat perkembangan
evolusi orangnya.
Tingkat
perkembangan evolusi
|
Ukuran garis
tengah
|
Mental
terkebelakang, primitive
|
2 inchi atau
kurang
|
Di bawah
rata-rata
|
![]() |
Orang
kebanyakan
|
![]() |
Superior
|
![]() |
Yogi atau
santo ulung
|
![]() |
Manusia Super
(para Arhat, jagadguru, dll)
|
![]() |
Menjadi
yogi atau menjalani praktek spiritual selama lebih dari 10-20 tahun belum tentu
berarti bahwa seseorang sudah sangat berkembang. Choa Kok Sui, seorang praktisi spiritual, menceritakan bahwa ia
pernah bertemu dengan beberapa orang yang disebut “yogi” atau ahli spiritual, di mana diameter rata-rata cakra utamanya hanya sekitar 4 atau 5
inchi saja. Tanpa bermaksud untuk merendahkan, orang-orang ini memiliki rasa
bangga yang sangat besar dan menderita khayalan mengalami superioritas
spiritual. Mereka bertindak seolah-olah mereka sudah sangat maju. Mereka menipu
dirinya sendiri. Pengetahuan esoteriknya masih dangkal dan dengan tercemari
demikian banyak ketahayulan yang tak masuk akal. Tali spiritual Antahkarana mereka tidak lebih dari
setebal rambut dan ukurannya tidak sampai satu inchi. Berdasarkan standar
spiritual atau yogi, mereka baru dalam tahap taman kanak-kanak.
Memiliki
kemampuan pandangan mata waskita tidak selalu bahwa orangnya sudah sangat
berkembang atau mempunyai ukuran cakra yang
besar. Bahkan beberapa orang pewaskita yang biasa sangat emosional dan ukuran
rata-rata dari cakra-cakra utama
mereka hanya sekitar 4 sampai 5 inchi saja.
2.8
Makhluk Cakrawala dan Sang Absolut
Dalam
perjalanan evolusi yang semakin meningkat, bahkan sang penguasa jagat raya itu
sendiri akan terus berevolusi. Adapun makhluk cakrawala adalah hasil evolusi
berikutnya dari sang peguasa jagat. Salah satu makhluk cakrawala itu adalah
sang penguasa tata surya kita ini, yang memimpin segala evolusi di alam seluas
wilayah dari matahari dengan seluruh planet-planetnya. Oleh kaum mistikus dar
beberapa tradisi yoga, beliau disebut sang Logos Surya atau dewa matahari, dewa
Surya. Satu tata surya terdiri dari satu bintang utama yang diorbit oleh satu
atau beberapa buh satelit. Satu galaksi terdiri dari banyak tata surya,
bermilyar-milyar bintang. Bintang kita bernama matahari, planet kita bernama
bumi dan satelitnya adalah bulan. Planet lainnya adalah Merkurius, Venus, Mars,
Yupiter, Saturnus, Uranus, Naptunus, Pluto (planit yang baru diketahui), yang
masing-msing memiliki satu atau beberapa buah satelit. Di seluruh alam semesta
raya ini terdapat bermilyar-milyar galaksi. Setiap bintang mengorbit bintang
lain yang lebih kuat dan setiap galaksi mengorbit galaksi lain yang lebih kuat.
Jadi,
kita telah memahami betapa adanya keteraturan di seluruh alam semesta raya ini,
yang menunjukkan adanya suatu keberadaan Mahacerdas, yang mendasari semuanya
ini. Dan lebih halus dari semuanya ini masih ada alam-alam lain yang jauh lebih
memukau dan dahsyat dari pada alam fisik ini. Alam-alam yang lebih halus itu
diantaranya: alam astral, alam mental, alam buddhi, alam Atma (nirvana), alam anupadaka (parinirvana), alam adi (mahaparinirvana).
Masing-masing dari alam itu mempunyai partikel-partikelnya sendiri yang semakin
halus, seperti cahaya matahari yang menembus air yang bening, seperti gelombang
radio yang menembus dinding tembok. Alam-alam halus itu juga berada di sini
menembus alam fisik kita ini.
Masih
ada alam semesta yang lebih halus lagi, yaitu alam semesta yang tak
termanifestasikan, di mana para logos kosmis berevolusi. Seluruh semesta raya
ini beserta seluruh makhluk termasuk seluruh logos adalah percikan atau
diferensiasi Tuhan Mahaagung Yang Mutlak (parabrahman).
Yang Mutlak merupakan sumber dari segalanya, sumber dari yang termanifestasi
dan yang tak termanifestasi. Dengan demikian, logos merupakan keberadaan yang
perkembangan potensi kerohaniannya telah membuatnya dapat mewaspadai satu
tatanan tata surya beserta makhluk penghuni di dalamnya, yang auranya
membentang seluas tata surya itu sendiri.
Seluruh
planet dan satelit serta semua bentuk kehidupan pada satu tata surya,
bereksistensi melalui sang logos, seolah-olah sebagaimana halnya semua warna
pelangi yang bereksistensi melalui lensa prisma dari cahaya putih. Semuanya
tetap bersumber pada Yang Mutlak. Sebagaimana halnya seluruh anak-anak
bereksistensi secara jasmaniah maupun rohaniah, tetap bersumber pada Tuhan.
Demikian pula halnya roh kita masing-masing bereksistensi melalui sang logos
tata surya kita walaupun setiap roh kita masing-masing termasuk roh
logos-logos, semuanya tetap merupakan percikan sang Maha Mutlak. Pembentangan
potensi kesadaran sang logos di alam semesta yang termanifestasi sedang
mencapai puncaknya. Evolusi berikut bagi sang logos adalah di alam-alam yang
tidak termanifestasi.
Telah
dijelaskan bahwa melalui proses evolusi, setiap mahkluk termasuk manusia pada suatu
ketika juga pasti mencapai tahap evolusi tingkat logos. Tetapi cepat atau
lambatnya manifestasi pencapaian itu langsung ditentukan oleh penerapan akal
sehat kita pada setiap tahap evolusi. Kemurnian, kecerdikan dan kecerdasan
serta efisiensi kita masing-masing di dalam menjalani kehidupan kita
sehari-hari di keabadian saat ini demi saat berikutnya. Evolusi yang dinaungi
dan dibimbing oleh hukum reinkarnasi (punarbhava)
dan hukum karma (karmaphala) memastikan kita bahwa masing-masing dari kita pasti
akan mencapai tahap evolusi tersebut. Tetapi, jika kita keliru menjalani
kehidupan kita maka pencapaiannya menjadi lebih lama nantinya. Hal yang keliru
ini diantaranya adalah kehidupan yang tak bermoral. Tetapi perlu disadari
bahwa: “Engkau akan memasuki cahaya-Nya
(cahaya mutlak), namun tak akan pernah menyentuh nyala api-Nya (sang mutlak).”
Yang
Absolut (parabrahman) selamanya
mutlak, walaupun seluruh kehidupan dalam kesejatian-Nya merupakan kehidupan
tunggal sang Mutlak itu sendiri, seperti halnya tak tersentuhnya ketenangan air
di dasar lautan oleh deburan ombak di permukaan lautan, walaupun air di dasar
dan dipermukaan adalah satu, yaitu lautan itu sendiri. Di antara misi sang
logos yang dapat kita pahami adalah menyediakan dan memimpin medan evolusi
seluas satu tata surya pada pembentangan potensi kesadaran Ilahi setiap
makhluk, termasuk manusia, dewa-dewa dan makhluk-makhluk lainnya. Dalam
kegiatannya, logos surya dibantu oleh organisasi pemerintahan gaibnya yang
rapi. Utamanya adalah oleh tujuh keberadaan agung yang menjadi saluran
utamanya. Dalam Hinduisme, beliau dikenal sebagai tujuh prajapati (penguasa makhluk). Kaum Zoroster menyebutnya tujuh
Amesha Spenta. Kaum Ibrani menyebutnya tujuh malaikat di muka tahta Tuhan.
Sang
logos membimbing setiap partikel dan setiap makhluk menuju kesempurnaannya
masing-masing, terserap melalui sang logos menuju kepeleburan setiap roh ke
dalam sang Mutlak. Ini berarti pula membimbing kesadaran roh yang pada suatu
ketika memakai mineral sebagai badan jasmaninya hingga roh tersebut
berkesadaran logos. Inilah yang dipelajari siswa dan setiap orang yang memahami
misi ketuhanan ini akan serta merta melupakan kepentingan pribadinya sendiri
dan melibatkan seluruh kehidupannya pada pelayanan rencana Tuhan. Karena itu
seharusnya kita mengembangkan semangat alturisme yaitu menginginkan kebahagiaan
makhluk lain. Setiap orang harus melepaskan sifat mementingkan diri sendiri dan
menyadari bahwa setiap makhluk lain apa pun, betapa pun baik atau buruknya,
dalam tahapan evolusi sementara ini, ia bersama-sama mereka berbagi hidup
tunggal, yaitu kehidupan sang Mutlak itu sendiri. Semuanya merupakan percikan
sang Mutlak. Ini merupakan dasar persaudaraan universal, persaudaraan yang tak
bisa dihancurkan. Jadi kita harus menyadari dengan seluruh eksistensi kita
bahwa kita perlu menyatu dengan kasih, bukan untuk mengasihi atau pun dikasihi
melainkan untuk menjadi kasih itu sendiri dalam nama Tuhan, sebagaimana halnya
matahari yang menyatu dengan cahaya.
2.
Pemaknaan Panca Klesa
Dalam
tujuan dari kriya-yoga atau yoga pendahuluan bahwa ada dua macam tujuan yaitu :
1)
Tujuan yang pertama
adalah ditinjau dari segi positifnya yaitu memungkingkan menghantarkan para
yogin menuju tercapainya Samadhi
2)
Tujuan dari segi
negatifnya adalah untuk menghilangkan atau memperkecil rintangan yang dikenal
dengan sebutan klesa
Kata
klesa atau klesas (majemuk) berasal dari kata Sanskerta yang pada mulanya
berarti “sakit, percobaan, penderitaan”. Akan tetapi lambat laun menjadi
penyebab penderitaan. Atau juga rintangan atau malapetaka yang menyerang
pikiran oleh Patanjali dalam yoga darsana. terdiri atas :
2.2.1
Avidya yang berarti
kebodohan atau ketidaktahuan (dalam arti paling luhur)
2.2.2
Asmita yang berarti
mengindentifikasi badan atau juga keakuan dan kesombongan
2.2.3
Raga yang berarti
ketertarikatan pada sesuatu karena cinta atau juga keterikatan
2.2.4
Dvesa yang berarti daya
tolak yang menyertai rasa sakit
2.2.5
Abhinivesah yang
berarti yang berarti dengan sekuat tenaga berusaha mempertahankan hidup dalam
suatu badan atau takut akan kematian.
Penyebab
dari klesa ini adalah kebodohan (avidya) dan empat lainnya yang merupakan
akibat dari kebodohan ini, maka dari itu keadaannya adalah saling berhubungan.
Keadaan dari klesa ini dapat dibagi menjadi empat tingkat :
1)
Laten (tertidur)
2)
Lembut
3)
Berselang seling
4)
Aktif (mengembang
2.2.1 Avidya
Di
dalam filosofi yoga dijelaskan bahwa kesadaran murni, dengan sifat yang abadi
dan maha tahu, akan tetapi hal itu belum sepenuhnya terapresiasikan. Untuk
mengembangkan kesadaran ini maka kesadaran murni (purusaha) dipersatukan dengan
prakerti dengan jalan menyelimutinya dengan maya atau ilusi. Dengan demikian ia
lupa akan sifat sejatinya dan keadaan ini disebut avidya yang paling luhur. Penyatuan purusha dengan prakerti ini
dimaksudkan agar purusha ini mengembangkan kekuatan – kekuatan dan kekuasaan
yang masih laten di dalam dirinya, dan pada akhir evolusi menjadi pribadi kaivalya, moksa, atau mencapai
penerangan. Sedangkan bagi prakerti tujuannya adalah untuk mengembangkan
kemampuan – kemampuan-nya dari keadaan statis menjadi dinamis, yaitu secara
maksimal dapat memberi respon atas semua yang dikehendaki oleh kesadaran yang
menggunakannya.
2.2.2 Asmita
Asmita
berasal dari kata asmi (aku ada), dalam artian kita menyadari eksistensi diri
pribadi secara murni atau juga disebut kesadaran purusha. Karena kesadaran
diselimuti oleh maya (ilusi), maka ia akan lupa sifat sejatinya dan mulai menyatakan
diri dengan badan – badanya, dan dengan demikian “aku ada” menjadi “aku adalah
ini”(asmita). Kata “ini” dapat menunjukkan badan yang paling halus dan dapat
berkembang sampai yang paling kasar, yaitu badan jasmani. Selagi kesadaran
turun dari badan yang satu ke badan yang lainnya, selubung avidya bertambah tebal dan cendrung untuk menyatukan diri dengan
badannya menjadi kuat. Dan mulailah perjalanan dari involusi yang panjang dan
penuh penderitaan. Sebaliknya di dalam siklus yang naik disebut evolusi, kesadaran
mulai melepaskan diri dari keterikatan – keterikatannya. Di dalam tingkatan ini
dimulailah pengalihan dari badan yang kasar ke yang halus.
Masih
sedikit sekali yang menyadari betapa kuatnya kita menyatukan diri dengan badan –
badan kita. Sebagai contoh:
1)
Asmita dengan badan : fisik
:aku duduk, aku berdiri
2)
Asmita dengan astral :
aku marah, aku sedih, aku gembira
3)
Asmita dengan badan
mental : aku berfikir, aku berpendapat
Pada
ketiga contoh
diatas jelas sekali masih menunjukan berfungsinya alat – alat kita dan bukannya
purusha.
2.2.3 Raga dan Dvesa
Raga
adalah daya tarik yang menyertai kesenangan. Mengapa kita tertarik pada
seseorang atau sesuatu ? cewek sangat tertarik dengan laki – laki tampan,
tinggi, pintar. Dan tidak menutup kemungkinan juga laki – laki sangat tertarik
dengan wanita cantik, ramping, bodynya ala gitar spayol. Jiwa yang sudah
terbungkus dalam badan – badannya sampai yang paling kasar, mengakibatkan
hilangnya ananda (kebahagiaan sejati) di dalam dirinya dan mulai rindu dan
mencari kebahagiaan di luar dirinya. Dan apa saja yang memberi bayangan yang
menyerupainya (dari kebahagiaan sejati itu) diterima dengan senang hati dan
dicoba digenggam seerat – eratnya, dan tidak menyadari bahwa itu hanya bayangan
saja.
Dvesa
adalah daya tolak yang menyertai sakit. Mengapa kita menolak seseorang atau
obyek – obyek yang menjadi sumber sakit atau ketidaksenangan pada kita ? sifat
sebenarnya dari jiwa sejati adalah penuh kebahagiaan, maka apa saja di dunia
luar yang menimbulkan sakit atau ketidaksenangan akan ditolak. Apa yang
dikatakn diatas tentang raga, secara sebaliknya didapatkan pada dvesa, karena
raga dan dvesa tidak lain merupakan pasangan yang berlawanan.
Dua
klesas ini merupakan bagian yang paling menonjol dari pohon panca- gandha yang mengakibatkan banyak
sekali buah penderitaan dan kesenangan bagi manusia. Lihat contoh – contoh
berikut ini :
1)
Rasa tertarik dan
menolak mengakibatkan :
(1) Hidup kita
menjadi penuh prasangka, dengan demikian kita sukar berfikir maupun bertindak
obyektif
(2) Kita
senantiasa hidup dalam tingkatan – tingkatan rendah dari kesadaran, karena
hanya disinilah mereka dapat bekerja dengan bebas
(3)
Penolakan sama
mengakibatkan seperti halnya rasa tertarik. Lihat saja bilamanan kita sangat
membenci seseorang, perhatian kita terus menerus kepadanya secara negative
(4)
Jangan pernah lupa
bahwa dua klesa ini merupakan peran utama sebagai penyebab terjadinya
reinkarnasi
Sebernarnya
rasa tertarik dan menolak itu menyangkut badan – badan kita, karena kita
mengindentifikasikan diri dengan badan itu, maka seolah – olah kitalah tertarik
atau menolak. Bilamana hidup kita sudah mulai tenang perlahan – lahan kita akan
menyadari insyaf bahwa raga dan dvesa di dalam bentuknya yang kasar
bertanggngjawab atas banyak kesengsaraan dan penderitaan manusia.
2.2.4 Abhinivesah
Abhinivesah
adalah keinginan kuat tetap hidup dan merupakan kepalsuan terakhir dari avidya.
Perlu diketahui, bahwa klesa ini adalah akibat rentetan klesa sebelumnya dan
juga naluri untuk mempertahankan hidup yang telah dikembangkan dalam kehidupan
sebelumnya sebagai mineral, tumbuh – tumbuhan, binatang sampai menjadi manusia.
Jadi kita tidak perlu merasa rendah diri bilamana berusaha mempertahankan hidup
kita, akan tetapi pada tahap –tahap akhir evolusi, kita dituntut untuk tidak
terikat hidup dalam suatu badan yang sudah diketahui hanya merupakan alat
belaka.
Patut
disebut juga bahwa tidak hanya manusia biasa saja yang masih melekat pada
hidupnya, akan tetapi para cendikiawan sampai para ahli filsafat pun masih
belum dapat mengatasi kecendrungan ini. Jadi walaupun termasuk klesa yang
terakhir, perannya tidak dapat diabaikan. Semua klesa yang
disebut diatas, adalah hal – hal yang memperlambat evolusi karena klesa itu
menyertai manusia sebagai warisan, manusia membawanya dari kehidupannya
terdahulu, sehingga kita harus menekan pertumbuhannya yang subur itu. Klesa
sepenuhnya tidak bisa dimusnahkan, sehingga klesa yang sepenuhnya tidak dapat
dimusnahkan dapat menimbulkan tiga akibat yaitu Jati, Ayu dan Bhoga.
Akibat
yang pertama yang paling penting adalah jati,
yaitu cara bagaimana orang akan dilahirkan kembali dalam kehidupan yang
berikutnya, yakni dari lingkungan apa diantara jenis mahkluk apa, dengan status
(kedudukan) apa. Bilamana jenis (golongan biologis) sudah ditentukan maka
ditetapkan pula jangka waktu kehidupannnya: periode ini disebut ayu, lamanya kehidupan atau periode
kehidupan yang mungkin. Ayu ditetapkan
bagi Jati , untuk spesies- spesies
dan bukan untuk orang tertentu. Maksudnya bukan ditakdirkan pada tanggal berapa
dan pukul berapa seseorang akan mati dengan tepatnya untuk tiap menit dan tiap
detik. Bilamana seseorang dilahirkan sebagai manusia, maka harapannya yang
normal untuk hidup adalah kira – kira seratus tahun, tetapi bilamana ia
dilahirkan menjadi seekor anjing maka harapannya adalah hidup delapan atau
sepuluh tahun.
Seekor
sapi dapat hidup dua puluh tahun dan ada mahkluk tertentu dan serangga yang
hidup hanya beberapa bulan. Dalam arti demikian tiap jenis spesies mempunyai
suatu jangka waktu tertentu untuk hidup. Nyamuk akan hidup lebih lama dari
beberapa bulan. Sebagaimana pembatasan jangka waktu kehidupan atau ayu ditentukan dengan sendirinya setelah di ambil keputusan tentang
jati, maka demikianlah pula bhoga ditentukan bilamana jati telah ditetapkan.
Bhoga yaitu
kesenangan – kesenangan. Bhoga tergantung
dari pembatasan yang dekenakan pada alat – alat kenikmatan dan pengamatan.
Bhoga atau kepuasan maksimal tergantung pada alat – alat inderia yang diberikan
kepada mhkluk dalam jenis tertentu. Alat – alat persepsi dan kepuasaan maksimal
pada kekelawar atau kucing berbeda dengan alat – alat yang diberikan kepada
lembu, kuda atau manusia. Kambing tidak dapat menikmati music sebagaimana
manusia menikmatinnya. Manusia dan semut keduanya menyukai gula, tapi kesan
perasaan manis mungkin berlainan pada manusia dan semut. Juga jarak pendengaran
dan pengelihatan amat berbeda untuk tiap jenis. Kekelawar dapat menangkap dan
menerbitkan gelombang bunyi yang tidak didengar oleh manusia. Kucing dan burung
hantu masih dapat melihat dalam keadaan yang oleh kita gelap. Untuk anjing
indera mencium begitu halusnya, sehingga polisi dapat menggunakannya dengan
amat baik. Karena alat – alat persepsi berbeda, maka perasaan senang dan sakit
yang berhubungan dengan alat – alat inderia itu berbeda pula. Dalam artian
demikianlah ditentukan kesenangan maksimal, bilamana sesuatu mahkluk lahir dari
jenis tertentu. Dan dengan demikian bilamana jati ditentukan untuk jiwa yang memasuki badan jasmani, maka
ditentukan pula ayu dan bhoga
sesuai dengan itu.
Ingatlah
bahwa harapan, yang berhubungan dengan pembatasan alamiah, ditetapkan sesuai
dengan akar – akar klesa yang tak terpelihara dari kelahiran terdahulu. Dan
seseorang tidak ditakdirkan untuk mati pada saat tertentu atau ditakdirkan
untuk menikmati makanan tertentu atau kesenangan khusus lainnya. Di dalam
batasan – batasan yang diadakan oleh jati, kehidupan mahkluk yang
bersangkutan dapat diperpendek oleh kelakuannya sendiri atau oleh perbuatan
mahkluk lainnya. Bilamana
seorang hidup dengan seksama, ia dapat memperpanjang kehidupannya tergantung
kepada orang itu sendiri apakah dia ingin hidup sebagai pahlawan yang
gugur di garis depan, dengan sendirinya
secara normal ia tidak akan mati pada saat itu, kematian ini dipilih olehnya
dan tidak dibebankan oleh nasib. Demikian juga halnya orang yang mati terkena
tipu – muslinat seseorang lawan.
Tetapi
jangan berpikiran bahwa anda ditakdirkan untuk mati pada saart tertentu, tempat
tertentu, atau dengan cara tertentu. Seandainya anda menelan obat tertentu pada
saat yang seharusnya, mungkin kehidupan anda diperpanjang oleh pengobatan medis
itu. Anggapan – anggapan yang menyesatkan tentang nasib mempunyai arti athies. Tuhan telah menentukan bagi kita
suatu jati tertentu. Tuhan telah menentukan batas – batas
alamiah bagi ayu dan bhoga
dalam rangka susunan badan menurut jati
itu. Kita semua bergerak dalam jangkauan yang kebebasan yang terbatas. Itu
merupakan pelatihan dari pelaksanaan kemauan bebas yang dikombinasikan dengan determinisme (pembatasan). Kita tidak bebas seluruhnya dan juga tidak
terikat seluruhnya. Demikianlah Tuhan menentukan bagi kita, karena Tuhan Maha
Pengasih dan Penyayang. Disinilah letak belas kasih dari Tuhan (Swami Satya :
2004 :28 – 30)
Seperti
yang telah dikatakan terdahulu bahwa untuk melunakan kelima mala petaka diatas
yang menyerang pikiran ini, maka dilaksanakan disiplin yoga kriya-yoga adalah
jalan keluarnya yang sekaligus membawa pikiran pada keadaan Samadhi. Kriya-yoga ini berisikan beberapa aktivitas antara lain : tapas (kesederhanaan), svadhyaya (mempelajari dan memahami
kitab suci), dan isvara pranidhana (pemujaan
pada Tuhan dan penyerahan hasilnya pada Tuhan). Seseorang dapat mencapai Samadhi melalui kepatuhan kepada Tuhan
yang memberi kebebasan. Dengan isvara
pranidhana siswa yoga memperoleh
karunia Tuhan. Abhiyasa (membiasakan
sifat yang baik) dan vairagya (kesabaran,
tanpa terikat) membantu dalam memantapkan dan mengendalikan pikiran. Pikiran
hendaknya dikengkang berkali – kali dan dibawa ke pusat meditasi, ketika
pikiran mengarah keluar menuju obyek duniawi. Pikiran merupakan berkas trisna (kerinduan), dan pelaksanaan vairagya akan melunakkan trisna (Sivananda, 2003 : 210 – 212). Vairagya memutar pikiran untuk menjauhi
obyek – obyek duniawi. Vairagya tidak
mengijinkan pikiran untuk mengarah keluar (bahirmuka)
tetapi mengarahkan pada kegiatan dalam (antarmuka)
(Maswinara :1999:168).
Dengan
demikian bahwa pada dasarnya manusia memiliki kelima mala petaka pikiran
tersebut, yang mana kelima itu tidak dapat seketika dimusnahkan dalam diri
manusia namun setidaknya gerak dari klesa harus dipersempit dalam kehidupan.
Hal ini dapat dijalankan dengan bantuan Kriya-yoga
yang dapat memurnikan pikiran (tapas,
svadhyaya dan isvara pradhana) melunakan
5 klesa dan membawa ke keadaan Semadhi.
Mengusahakan persahabatan (maîtri)
terhadapa sesama, kasih sayang (karuna)
terhadap yang lebih rendah, kebahagiaan (mudita)
terhadap yang lebih tinggi, dan ketidakacuhan (upeksa) terhadap orang – orang kejam, menghasilkan ketenangan
pikiran (citta prasada).
3
PENUTUP.
Kesimpulan
Dari
pemaparan diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa jiwa (roh) itu abadi tak
mengenal mati. Seperti Krsna memberitahukan kepada Arjuna “tiada kelahiran dan
kematian bagi sang roh…..Roh tidak mati apabila badan terbunuh”. Tetapi roh itu
mengalami reikarnasi seperti yang ada dalam Bhagavad Gita dikatakan “seperti
halnya seseorang mengenakan pakaian baru dan melepaskan pakaian yang telah
using, begitu pula sang roh menerima badan – badan baru dan meninggalkan badan
yang lama”(Kamajaya :1998 :3). Dalam perjalanan hidup yang tak terbatas, jiwa
(roh) itu akan semakin berkembang ke arah yang lebih sempurna. Tumbuh –
tumbuhan jika sudah berkembang maka dalam perkembangan berikutnya, ia akan
lahir menjadi binatang untuk penyempurnaan dirinya. Setelah sempurna menjadi
binatang melalui kelahiran yang berungkali, maka jiwa dari binatang itu akan
lahir menjadi manusia. Setelah sempurna sebagai manusia, maka jiwa itu tak
perlu lahir kembali sebagai manusia dan akan berkembang di alam yang lebih luhur dan meningkat sampai mencapai yang tertinggi,
di mana proses evolusi berakhir, mencapai tingkat Ilahi (kamajaya, Evolusi roh
:1999 :4)
Tujuan
kehidupan adalah keterpisahan mutlak dari Purusha
dengan Prakerti. Kebebasan dalam
yoga merupakan kaivalya atau kebebasan mutlak tersebut, dimana roh terbebas
dari belenggu Prakerti dan Purusha berada dalam wujud yang
sebernarnya atau svarupa (maswinara:1999:168).
Sang jiwa (roh) telah melepaskan avidya
melalui pengetahuan pembedaan (Vivekakhyati)
dan 5 klesa terbakar oleh apinya ilmu pengetahuan sang diri tak terjamah oleh
kondisi dari Citta, dimana Guna seluruhnya terhenti dan sang diri
berdiam pada intisari Ilahinya sendiri. Walaupun seseorang telah mencapai mukta
(roh bebas), namun prakerti dan
perubahan – perubahannya tetap ada bag orang lainnya dan hal ini dalam
perjanjian dengan sistem filsafat Samkhya,
tetap dipegang oleh sistem yoga ini.
DAFTAR PUSTAKA
Donder, I Ketut. 2006. Brahmavidya Teologi Kasih Semesta. Surabaya
: Paramita
Kamajaya, I Gede. 1998. Yoga Kundalini . Surabaya : Paramita
Kamajaya,
I Gede. 1998. Yoga Kundalini (cara untuk mencapai Siddhi
dan Moksa) .
Surabaya : Paramita
Kamajaya,
I Gede. 1999. Hukum Evolusi Roh (Brahma
Cakra). Surabaya : Paramita
Maswinara, I Wayan. 1999. Filsafat Hindu. Surabaya : Paramita
Nurkancana, Wayan. 2011. Hukum Evolusi Roh. Surabaya : Paramita
Swami
Satya Sarasvati. 2004. Patanjali Raja
Yoga Alih Bahasa JBAP. Mayor Polak. Surabaya : Paramita
Tapasyananda, swami. 2008. Wejangan filosodis dan
keagamaan swami vivekananda. Surabaya: Paramita
http://putuyoga-putuyoga.blogspot.com/2010_12_01_archive.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar