BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di zaman
ini pertumbuhan penduduk begitu melezat, hal ini dikarenakan dominan kelahiran
dibandingkan dengan kematian. Dengan berkembangnya jumlah penduduk yang begitu
tinggi tidak menutup kemungkinan juga ilmu pengetahauan pun ikut berkembang hal
ini dikarenakan karena adanya persaingan untuk mendapatkan aktualisasi diri dan
untuk mempertahankan kehidupan. Dari proses persaingan inilah manusia berlomba
– lomba mencari ilmu pengetahuan dan dari itulah bermunculan berbagai ilmu –
ilmu. Dari ilmu – ilmu itu, tentunya memiliki banyak manfaat salah satunya
adalah untuk membantu manusia menghadapi dan memecahkan masalah – masalah
hidupnya. Tentunya dari bermunculan ilmu pengetahuan baru, manusia tidak merasa
bosan untuk mempelajari ilmu pengetahuan lama atau menganggap ilmu pengetahuan lama
itu kadaluarsa. Karena pada
hakekatnya yang lama adalah panutan atau pedoman untuk sesuatu yang baru.
Namun pada
moderenisasi ini kebanyakan orang yang berilmu memiliki kelakuan yang tidak
baik. Mereka lupa, sejatinya tidak hanya ilmu yang mesti dikejar tetapi ini
juga diimbangi dengan pengetahuan spritual. Mengingat teori yang dimana antara
IQ, EQ dan SQ itu harus seimbang dengan demikian akan tercipta manusia yang
bijak dan merujuk pada konsep Albert Ainsten bahwa ilmu tanpa agama akan hancur
dan agama tanpa ilmu akan buta.
Mengingat
permasalah diatas tidak hanya menggerogoti penduduk Indonesia pada umunya tapi
menggerogoti juga penduduk Bali pada khususnya. Bali yang dikenal sebagai salah satu pulau yang memiliki penduduk
yang didominasi oleh masyarakat beragama
Hindu. Dimana ada perpaduan antara budaya dan agama, secara sepintas memang sangat
sulit membedakan antara agama dan budaya. Sehingga agama Hindu di Bali sangat
unik yang mana kulitnya adalah budaya, isinya adalah agama. Dengan kata lain
agama Hindu di Bali dibungkus dengan kemasan yang sangat cantik yaitu budaya. Untuk
itulah jangan sampai hanya berlomba – lomba mencari ilmu untuk meningkatkan
kualitas diri secara sekala, Sradha dan budaya yang kental ini sampai memudar.
Sekalipun
masyarakat Bali didominasi oleh penduduk beragama Hindu tidak menutup
kemungkinan adanya konflik sesama saudara. Baik itu sifatnya masalah pribadi,
sosial ataupun yang lainya. Hal ini dipacu karena tidak melekatnya ajaran Tri
Hita Karana dan Tri Kaya Parisudha ( ajaran dalam agama Hindu) pada setiap
individu masyarakat. Tentunya ini menjadi sebuah permasalahan bagi kita semua,
karena Tuhan menciptakan alam, binatang/hewan dan manusia tidaklah lain untuk
saling melengkapi antara satu dengan lainnya bukan sebaliknya. Namun kadang –
kadang manusia itu lupa akan jati dirinya dan semua yang ada disekitarnya,
bahwa kita berasal dari satu sumber yang sama. Semestinya, dengan sadar akan
keberadaan alam dan seisinya, manusia harus saling mengisi, memberi, menghargai
agar tercipta dunia yang santih.
Dari itulah
banyak pengawi karya sastra Bali, mendiskripsikan berbagai gaya kehidupan
masyarakat Bali melalui karya sastranya dalam bentuk tembang,prosa dan lain -
lain. Yang dimana dalam karya sastranya berisi cuplikan, kritik, saran ataupun
amanat tentang masalah kehidupan masyarakat Bali. Sebagai generasi kita harus
menjaga dan melestarikan warisan budaya dari leluhur salah satunya yaitu
mengetahuai berbagai tembang dan karya – karya lainnya. Dan yang terpenting
adalah bagaimana kita memetik ajaran atau amanatnya dan bagaimana mewujudnyatakan amanat atau ajarannya itu.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, adapun rumusan - rumusan
masalah ialah sebagai berikut :
1.
Apa itu unsur – unsur intrinsik ?
2.
Bagaimana unsur – unsur intrinsik
yang terdapat dalam salah satu dari 3 tembang yaitu sekar rare, sekar madya dan
sekar agung yang terkait bidang dalam keagamaan?
3.
Bagaimana unsur – unsur intrinsik
dalam salah satu dari 2 prosa yaitu satua dan cerpen yang keterkaitannya dengan
bidang keagamaan?
1.3 Tujuan Penulisan
Dalam
setiap tindakan sudah barang tentu memiliki suatu tujuan, jadi dari rumusan
masalah diatas adapun tujuan yang ingin dicapai oleh penulis adalah sebagai
berikut :
1.
Untuk memahami unsur – unsur
intrinsik
2.
Untuk mencari dan memahami unsur –
unsur intrinsik pada salah satu sekar agung, sekar madya dan sekar rare yang
ada hubungannya dengan bidang keagamaan
3.
Untuk mencari dan memahami unsur –
unsur intrinsik pada salah satu satua dan cerpen yang ada hubungannya dengan
bidang keagaman .
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Unsur-unsur Intrinsik
Unsur- unsur intrinsik ialah unsur-
unsur yang membangun karya sastra dari dalam karya sastra itu sendiri. Maksud
dari dalam yaitu unsur tersebut masuk di dalam karya sastra itu sendiri. Secara
umum unsur intrinsik karya sastra mencakup tema, alur, penokohan, latar, ,
suasana, pusat pengisahan, dan gaya bahasa.
2.1.1
Tema
Tema adalah ide atau gagasan pokok yang menjadi
persoalan dalam sebuah cerita. Tema juga merupakan dasar cerita yaitu pokok
permasalahan yang mendominasi suatu karya sastra (suharianto). Tema merupakan
titik tolak pengarang dalam menyusun karya sastranya. Tema ini merupakan hal
yang ingin disampaikan dan dipecahkan oleh pengarangnya melalui ceritanya. Tema
menjadi dasar pengembangan seluruh cerita, maka tema pun bersifat menjiwai
seluruh bagian cerita itu dari awal sampai akhir.
2.1.2
Plot atau alur
Plot atau alur adalah hubungan cerita dari
awal sampai akhir secara runtut sehingga menimbulkan cerita yang runtut. Alur
bisa berupa maju, mundur, atau maju mundur.
2.1.3
Penokohan atau perwatakan
Penokohan
adalah
karakteristik watak pelaku dalam cerita tersebut. Cara penokohan dalam cerpen
ada dua cara, yaitu: Penokohan secara
langsung, yaitu watak tokoh-tokoh cerita itu disampaikan dengan cara
menyebutkan wataknya. Penokohan secara
tidak langsung, yaitu watak-watak tokoh dalam cerita itu disampaikan
tidak secara terus terang, melainkan digambarkan dengan tindakan yang dilakukan
tokoh tersebut dari cerita.
2.1.4
Latar atau setting
Latar
atau setting
cerita meliputi: Segala peristiwa yang terjadi dalam kehidupan manusia pasti
tidak akan lepas dari ikatan ruang dan waktu. Begitu juga dalam cerpen
ataupun novel yang mana itu merupakan penceritaan kehidupan manusia dan segala
permasalahanya. Tempat kejadian dan waktu kejadian akan senantiasa menjalin
setiap laku kehidupan tokoh dalam cerita. Dengan demikian dapat diartikan bahwa
latar adalah tempat dan atau waktu terjadinya cerita.
Latar atau biasa juga disebut setting dalam karya sastra
prosa (cerpen dan novel) tidak hanya berfungsi sebagai penunjuk tempat dan
waktu cerita. Latar dalam karya sastra prosa ini juga dijadikan sebagai tempat
pengambilan nilai-nilai yang ingin diungkapkan pengarang dengan ceritanya.
Menurut Nurgiyantoro (2004:227—233) latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur
pokok, yaitu latar tempat, latar waktu, latar sosial atau suasana. Latar tempat, yaitu tempat peristiwa
itu terjadi, Latar waktu, yaitu
kapan peristiwa itu terjadi, Latar
suasana, yaitu suasana yang terjadi dalam cerita
2.1.5
Sudut pandang
Sudut pandang atau
disebut juga point of view adalah cara pengarang menceritakan tokoh-tokohnya dalam suatu
cerita. Penempatan posisi pengarang terhadap tokoh untuk menampilkan cerita
mengenai perikehidupan tokoh dalam cerita itulah yang dinamakan pusat
pengisahan (point of view) atau kadang disebut juga sudut pandang. Secara
umum pusat pengisahan dikategorikan dalam 4 jenis, yaitu Pengarang sebagai
pelaku utama cerita, pengarang ikut bermain tetapi bukan sebagai tokoh utama,
pengarang serba hadir, dan pengarang peninjau.
Atau beberapa macam sudut pandang atau cara atau
cara bercerita:
a. Sudut
pandang orang pertama, pengarang memakai istilah aku untuk menghidupkan tokoh,
seolah – olah dia menceritakan pengalamannya sendiri
b. Sudut
pandang orang ketiga, pengarang memilih salah satu seorang tokohnya untuk menceritakan orang lain. Tokoh
yang diceritakn tersebut adalah dia
c. Sudut
pandang pengarang sebagai pencerita,pengarang hanya menceritakan apa yang
terjadi, seolah – olah pembaca berdasarkan
kejadian, diaolog dan perbuatan para pelakunya karena pengarang tidak
memberikan petunjuk atau tuntunan terhadap pembanca
d. Sudut
pandang serba tahu, ia dapat menceritakan apa saja pengarang seolah –
olah serba tahu segalanya. Ia dapat menciptakan apa saja yang diperlukan
untuk melengkapi ceritannya sehingga mencapai efek yang diinginkan. Pengarang
bisa mengomentari kelakuan para pelakunya dan dapat berbicara langsung dengan
pembaca
2.1.6
Diksi
Diksi atau gaya bahasa
adalah
Bahasa dalam karya sastra prosa (cerpen dan novel) memiliki fungsi ganda yaitu
sebagai penyampai maksud pengarang dan sebagai penyampai perasaan. Pengarang
dalam membuat karya sastra bukan hanya sebatas ingin memberitahu pembaca akan
apa yang dialami tokoh, namun pengarang juga bermaksud mengajak pembaca
merasakan apa saja yang dialami oleh tokoh dalam cerita. Karena keinginan
inilah gaya bahasa yang digunakan dalam karya sastra sering berbeda dengan gaya
bahasa pada kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain gaya bahasa dapat diartikan
sebagai cara (berbahasa) yang ditempuh penulis untuk menyampaikan pikiran atau
maksud. Gaya bahasa atau pilihan kata yang tepat yang digunakan biasanya indah
dan mudah dipahami.
2.1.7
Amanat atau pesan
Amanat adalah pesan moral yang disampaikan oleh
pengarang kepada pembaca dalam cerita tersebut. Amanat
juga adalah hal yang hendak
pengarang sampaikan kepada pembaca, yang berkaitan dengan tema. Amanat disebut
juga hikmah cerita. Amanat bisa berupa paham – paham tertentu, nasihat –
nasihat, ajakan, atau larangan. Anda bisa mengetahui amanat yang disampaikan pengarang setelah
membaca seluruh karangan.
2.2 Unsur – unsur Intrinsik Dalam Tembang
2.2.1 Sekar Alit
( Gending Rare )
Made
Cerik
lilig
montor ibi sanja 2x
Montor Badung ka Gianyar 2x
Gedebege
muat batu
Batu
Cina
Batis lantang cunguh barak
2x
Mangumbang-ngumbang I Codar 2x
I Codar matatulupan
Jangkak-jongkok
Manyaru manyoncong jangkrik 2x
Jangkrik
kawi Ni Luh Tama2x
Ni Luh Tama nunjung biru
1. Temanya
yaitu pertemuan antara Purusha dan Prakerti atau proses penciptaan
2. Plot
yang digunakan dalam sekar rare diatas adalah alur maju
3. Sudut
Pandang yang digunakan dalam sekar rare diatas adalah orang ketiga atau
pengarang peninjau
4. Gaya
Bahasa atau Diksi adalah perumpamaan
5. Amanat
yang dapat dipetik dari sekar rare diatas adalah proses penciptaan akan
berhasil bila adanya pertemuan antara pradana dan purusha. Begitu halnya proses
yang terjadi pada kehidupan manusia, perlu adanya kerjasana antara pihak laki –
laki dengan perempuan dimana kedudukan harus seimbang.
2.2.2 Kidung ( Sekar
Madya )
Purwa kaning
Angripta rum
Ning wana wukir
Kahadang labuh
Kartika
Panedhenging sari
Angayon tangguli ketur
Angring-ring
Jangga mure

Tersebutlah pada
jaman dahulu
Saat
musim bersemi
Di hutan di kaki
gunung
Ketika musim
hujan
Bertepatan
dengan sasih kapat
Ketika itu musim
berbunga
Semua
tumbuh-tumbuhan menjadi hidup
Dan tumbuh
dengan baik
Bahkan
rumput-rumput di batu padaspun tumbuh pula
1. Temanya,
hasil dari penciptaan berupa tumbuh – tumbuhan yang tumbuh subur pada musim
semi
2. Alur
atau Plot yang digunakan adalah alur maju
3. Latar
tempat adalah di kaki gunung, latar waktu adalah musim hujan,
4. Sudut
Pandang yang digunakan adalah orang ketiga sebagai peninjau
5. Gaya
bahasa atau Diksi adalah bahasa kawi
6. Amanat
yang dipetik dalam cerita ini diatas bahwa varian tumbuh – tumbuhan akan tumbuh
dan berkembang dengan subur pada musim hujan yang bertepatan pada bulan
september hingga oktober, Tuhan telah menciptakan berbagai tumbuhan dan bunga sebagai
bentuk kesuburan yang sangat membantu keberlangsunagn hidup manusia. Untuk itu
manusia harus menanam dan memeliharanya pada musim semi ini
2.2.3
Kakawin ( Sekar Agung )
Kawit sarat samaya
Kalanirar parangka
Ton tang pradesa
Ri awanira kapwa Ramia
Kweh luah mageng
De nira tirta dibya
Udyana len talaga
Nirjara kapwa mahening

Ketika sasih katiga menjelang sasih
kapat
Ketika itu Rama berkehendak
bepergian
Melihat desa-desa, alam seluruh
wilayah beliau
Ketika itu semuanya yang dilihatnya
sangat menyenangkan hati
Banyak sungai-sungai besar dijumpai
oleh beliau
Demikian juga tempat permandian
yang indah ada di sana pula
Tetamanan dan kolam yang indah pula
ada disana
Begitu pula air terjun yang airnya
sangat jernih
1. Temanya,
keindahan alamiah
2. Alur
atau Plot yang digunakan adalah alur maju
3. Latar
tempat adalah pada bulan katiga yang berkisar bulan agustus hingga september dan
sasih kapat berkisar bulan september hingga oktober, di sebuah desa
4. Sudut
Pandang yang digunakan adalah orang ketiga dan pengarang sebagai peninjau
5. Gaya
bahasa atau Diksi adalah bahasa kawi
6. Amanat
yang dapat dipetik dalam cerita diatas ialah bahwasannnya jika manusia mampu
menjalankan hubungan baik dengan alam, maka alam akan memberi sejuta kebaikan,
sesungguhnya dengan menyayangi alam sama halnya menyayangi diri sindiri.
Sehingga memberikan feed back sendiri
bagi manusia, sehingga keindahan alam ini mampu menyenangkan semua mahluk hidup
dan kehidupan ini akan cantih. Dengan hal ini, dapat dikatakan manusia sadar
bahwa dengan menjaga dan memelihara alam untuk semua mahluk yang ada di dunia
ini adalah sama halnya memeberikan pelayanan kepada Tuhan.
Nyanyian Sekar
Rare menggambarkan tentang purusa dan pradana sebagai 2 elemen benih kehidupan.
Setelah 2 elemen tadi bersatu, maka lahir alam semesta beserta isi dan
sistemnya ( Sekar Madya ). Dan akhirnya
alam ini membuat manusia sebagai mahluk tertinggi, punya wiweka merasa nyaman
dan senang melihat ciptaan Tuhan ( Sekar Agung. Secara umum bertemakan
keagamaan, dimana dari proses penciptaan alam sampai pada hubungan antara
manusia dengan alam dan Tuhan
2.3 Unsur – unsur Intrinsik Dalam Prosa
2.3.1 Satua
Satua
I Naga Basukih
Jani ada kone
tutur-tuturan satua, Ida Batara Guru, Ida betara Guru totonan malinggih ring
gunung Semeru, kairing olih putran idane mapesengan Inaga Basukih. Pesengan
Idanae dogen suba ngarwanang, I Naga Basukih terang gati suba putran Ida Batara Guru tototan maukudan naga
Nah jani sedek dina
anu, kandugi enu ruput pesan I Naga
Basukih tangkil ring ajine. Baah tumben buka semengane I Naga Basukih tangkil,
dadi matakon Ida Batara Guru ring putrane “ Uduh nanak bagus, dadi tumben buka
semengane inanak nangkilin aji, men apa jenenga ada kabuatan I nanak ring aji,
nah lautang inanak mabaos !” keto kone petaken Ida Batara Guru ring putrane I
Naga Basukih.
Ditun lantas I
Naga Basukih matur ring ajine, “ Nawegang aji agung titiangg kadi isenge ring
sameton titiangge sane wenten ring jagat Bali, makadi Batara geni Jaya sane
malinggih ring bukit Lempuyang, Batara Mahadewa kocap ring Gunung Agung, Batara
Tumuwuh ring Gunung batukaru, batara Manik Umang ring Gunung Beratan, Batara
Hyang Tugu di Gunung Andakasa, cutet ring sami semeton, nika makawinan titiangg
nunasang mangda sueca ugi maicain titiangg lunag ke tanah bali, jaga ngrereh
semeton titiangge sami.
Beh, mare keto
kone aturne I Naga basukih, dadi di gelis Ida batara Guru ngandika, “ Uduh
nanak bagus, nah dadi baan aji sampunang ja I nanak lunga ka Bali buate lakar
ngalih pasemetonan I dewane. Nah apa lantas ngawinang dadi buka aji mialang
pamargin I nanak, mapan gumi Baline totonan joh pesan uli dini. Buina yan lakar
I nanak ngalih gumi Baline, pajalane ngeliwat pasih. Len teken totonan buat tongos
sameton-sameton I nanak malinggih madoh-dohan, selat alas suket madurgama.
Kaparna baan aji, minab lakar sengka baan I nanak indike jaga mamanggih sameton.
Buine yan pade I nanak lunga, men nyen kone ajak aji nggawaspadain utawi
nureksain dini di Gunung Semeru.” Dadi keto kone pangandikan Ida Batara Guru
buka anake mialang pajalane I naga Basukih lakar luas ka tanah Bali.
Baan isenge
teken sameton, mimbuh baan dotne nawang gumi Bali sing ye keto jenenga, mimbuh
buin ngawawanin I Naga Basukih matur ring Ida Batara Guru, “ nunas lugra aji
Agung, yening kenten antuk aji mabaos, minab aji ngandapang saha nandruhin
kawisesan titiangge. I wawu Aji maosang jagat baline selat pasih, raris mialang
pajalan titiangge ka Bali, beh elah antuk titiang ngentap pasihe wantah
aclekidik. Raris aji malih mamaosang genah sameton titange madoh-dohan, maselat
als suket madurgama, amunapi seh ageng gumin Baline punika aji ? kantun elah
antuk titiangg aji. Yening aji maicayang, punika aji.” Dadi jeg keto kone
aturne I Naga Basukih, jeg nyampahang gumi baline di ajeng Ida Batara Guru.
Nah mapan aketo
kone aturne I Naga Basukih, Men Ida Batara Guru jog kadi blengbengan kayunidane
mirage atur putrane. Dados jog nyampahang gumi Baline, buin sadah elah kone
baan nguluih mapan tuah amu taluhe geden gumin Baline.Sakewala pamuput
ngandika Ida Batara Guru teken Inaga
Basukih, “Nanak Bagus Naga Basukih, aji sing je buin mialang pajalan I nanak ka
jagat Bali, nah majalan I nanak apang melah!” Mare keto kone pangandikan ajine,
beh ngrigik kone kendelne I Naga basukih, jog menggal-enggalan nunas mapamit
ring Ida batara Guru.
Nah jani
madabdaban kone I Naga Basukih buate luas ka Bali. Yan buat pajalane uli gunung
Semeru lakar ngojog Blambangan. Di benenge majalane I naga basukih, asing
tomploka jog pragat dekdek remuk. Telah punyan-punyane balbal sabilang ane eke
entasin baan I Naga Basukih. Sing baan geden lipine ngranaang sing keto
jenenga? Buina telah patiangkeb kutun alase mare ninggalin I naga Basukih.
Gelisang satua
tan ucap di jalan, jani suba kone neked di Blambangan pajalane I Naga basukih.
Mapan enota apang enggal ja ninggalin gumi Baline, dong keto ya jenenga, jani
menek kone I Naga Basukih kaduur muncuk gununge, ulil muncuk gununge totonan
lantas I Naga Basukih ninjo Gumi Baline. Bes gegaen ninggalin uli joh lantasan,
terang suba cenik tinggalina gumi Baline teken I naga Basukih. Payu ngrengkeng
I naga Basukih kene kone krengkengane I Naga Basukih, “ Beh bes sanget baan I
aji melog-melog deweke, suba seken gumi Baline amun taluhe dadi manahange lakar
keweh kone deweke ngalih sameton di gumin Bali. Dadi buka anake sing nyager I
Aji teken kasaktian deweke.”
Nah keto kone
pakrengkengan I Naga Basukih. Dadi tusing pesan kone ia rungu wiadin naen
pakrengkengane di ati totonan kapireng olih Ida Batara Guru. Ida anak mula
maraga mawisesa, maraga sakti, sakedap dini sakedap ditu, cara angin tuara
ngenah. Dadi dugas I Naga Basukih ngrengkengne , Ida Batara suba ada ditu,
sakewala tusing tinggaline teken I Naga basukih, ditu lantas Ida Batara Guru
jog nyeleg disampingne I Naga Basukih tumuli ngandika, “ Uduh nanak Naga
Basukih nganti suba pindo pireng aji I nanak nyampahang gumi Baline I nanak
ngorahang gumi Baline totonan tuah amul taluhe. Nah jani aji kene teken I
nanak, yan saje gumin Baline tuah amun taluhe buka pamunyin I nanak. Nah ento
ada muncuk gunung ane ngenah uli dini, yan buat gunununge ento madan gunung
Sinunggal. Jani yan saja nanak sakti tur pradnyan, aji matakon teken I Dewa,
nyidayang ke I nanak nguluh gununge totonan?. Yan suba saja mrasidayang I Dewa
nguluh, nah kala ditu aji ngugu teken kawisesan I dewane.” Keto kone
pangandikan Ida Batara Guru teken I Naga Basukih.”
Beh payu
makejengan I naga Basukih, krana tusing naen-naen gati dadi jog nyeleg ajinne
di sampingne, dadi mapan aketo bebaos Ida Batara Guru, dadi matur I Naga
Basukih,” Inggih Aji Agung, yan wantah Aji nitah mangda nguluh gunung
Sinunggale, maliha yan bantas amonika pakantenan jagat Baline, yaning aji
maicayang jagat Baline jaga uluh titiang,” keto kone aturne I Naga basukih
Kaliwat bergah.
Malih Ida Batara
Guru ngandika, “Cening Naga Basukih, nah ene titah ajine ane abedik malu
laksanayang!”
Jani madabdaban
lantas I Naga Basukih lakar nguluh gunung Sinunggale ane ada di tanah Baline
uli gunung Blambangane. Ditu Inaga Basukih ngentegang saha nuptupang bayu. Beh
ngencorong paninggalane I naga basukih neeng gunung sinunggale, yan
rasa-rasayang tulen je buka kedis sikepe dibenengan nyander pitike kagangsarane
I Naga basukih ngepet-ngepetang muncuk gununge.
Nah jani disubane
neked di bali, buin suba kacaplok gunung sinunggale, beh kalingke lakar ngulu,
ajin bantes mare muncukne dogen suba sing nyidayang I naga Basukih
ngepet-ngepetang muncuk gununge. Mapan kagedenan lelipine sadah sambilange
maplegsagan mesuang bayu, dadi embed gunung Sinunggele ane paek bena kelodne.
Yan rasaang, beh cara munyin keug sasih kaulu munyin doosane I Naga Basukih
amah kenyeln, masih tonden ngidaang nguluh muncuk gunung Sinunggale.
Kacrita ne jani
pelanan suba telah bayune I Naga Basukih. Undukne I Naga Basukih buka keto
kaaksi olih Ida Batara Guru, mawanan digelis Ida ngandika, “ Nanak Naga
Basukih, men kenken nyidayang apa tuara I nanak nguluh gunung Sinunggale?”
Mare keto kone
patakon Ida batara Gurune, emeh kaliwat kabibilne madukan jengah kenehne I naga
Basukih. Sakewala buin telung keto ja lakar ngaba jengah, lakar tuara ngidaang
I Naga Basukih nguluh muncuk gunung Sinunggale. Dadi sambilange kabilbil matur
I Naga Basukih ring Ida Batara Guru, “ Nawegang Aji Agung, kenak Aji
ngampurayang indik titiangge bregah saha ngandapang jagat Baline. Mangkin kenak
Aji ngenenin upadarwa padewekan titiangge baan titiang bregah!” Keto kone
aturne I Naga Basukih , jegan pragat tinut teken sapatitah Ida Batara Guru.
Nah sasukat I
Naga Basukih nongosin gunung Sinunggale, kapah ada linuh, kapah ada blabar,
buina tusing taen nada angin slaung sajeroning Bali.
Olih
: I Nengah Tinggen
1. Temanya : Perjalanan Naga Basukih ke Bali
2. Plot
atau alur : yang digunakan dalam
satua diatas adalah alur maju
3. Penokohan
:
I Naga Basukih sebagai pelaku utama yang
bersifat tidak bisa dinasehati (protagonis) dan I
Bhatara Agung sebagai pelaku penunjang sebagai
ayah yang pintar nasehati (antagonis)
4. Latar
atau setting : di Gunung Semeru, Blambangan dan di Gunung Sinunggal Bali
5. Sudut
pandang : orang ketiga sebagai
peninjau
6. Gaya
bahasa : alus singgih, gaya bahasa yang digunakan oleh pengarang
adalah bahasa bali kepara
7. Amanat
: amanat yang dapat dipetik
dari satua diatas adalah jangan pernah gegabah dalam mengambil penilaian karena
sesuatu yang tanpa dasar pemikiran yang cermat akan membawakan kita pada
kehancuran. Penilaian terhadap sesuatu akan menjadi pasti apabila sesuatu itu
telah didalami (don’t look just by cover). Berhati – hatilah ketika mengucapkan janji, pikirkanlah sebelum berjanji dengan pemikiran yang matang
karena janji adalah hutang yang mutlak untuk dipenuhi yang sesungguhnya membuat
hidup manusia terikat akan janji itu. Hendaknya percaya dengan apa yang
dikatakan oleh orang tua sebagai suatu pengetahuan yang benar karena sejatinya
tidak ada orang tua yang ingin menjerumuskan anaknya kedalam sumur kehancuran. Masyarakat bali zaman tradisional percaya bahwa gunung
adalah simbol kesuburan, hal ini terwujud dalam bentuk pelinggih seperti meru
yang menjadi simbol gunung itu. Masyarakat yakin bahwa gunung merupakan tempat
bersemayam Dewa Siva sebagai Dewa tertinggi. Jika kaitkan dalam kehidupan
masyarakat simbol Naga Basukih yang menjaga gunung agar tidak terjadi gempa,
sebagai manusia kita mesti ambil alih dalam menjaga kesuburan alam untuk
keberlangsungan hidup dan kesejahteraan hidup. Dengan memuja juga Tuhan dalam
bentuk gunung sebagai tempat tinggal Hyang Widhi.
2.3.2
Cerpen
KUCIT MAKAMEN POLENG
Ri
kala petenge karasa paek,
marasa dadi jemak, tur dadi piak,
meme tiang sane mawasta
Ni Luh Ayu, Dekil Cuil nyorjor
glogor kucit durin umah tiange. Kamenne tingtinga. Tindakane becat pisan. Napi
sane wenten ring pamargine, kroboka. Dugas ento tiang maca koran ring tembok
glogore. I meme madengokan ka tengah gelogore. la ngubuh kucit abesik, ane
adanina i Kuciti. Dugas i meme madengokan ka tengah glogore, i Kuciti ngebonin
i meme, ia
ngencolang bangun nyorjor jalanan gelogor, matane nelik tur
kijap-kijap, lantas mamunyi ngempengin kuping, ngantos neked ka banjarane.
"Guek, guek"
I
meme makesiab, ban kucitne maguekan. I meme ngusud-ngusud tenas kucite.
"Be.......nah jani, lakar
kagaenang tiang amah-amahan."
I
meme ngencolang ngintuk gedebong, ngae api, tur nyemak dangdang. Dangdange
isinina oot madukan yeh banyu, lantas tungguanga. I meme repot pisan. Nanging,
kucitne tileh maguekan. I meme ngencolang ngaliang plapah biu anggone nyogok
kucitne pang nyak siep. Plapah biune entunganga ka tengah glogore.
Sasubane
gadebonge legit, adukanga di dangdange.
"Saje, nak mula ubuan, sing
paicaine idep teken Ida
Bhatara, buka sasenggakanne, Delem, Sangut, Merdah, Tualen. Setata ngewein pamekel, bisane tuah maguekan
ngempengin kuping," i meme ngomong sambilanga limane maledokan tur
nyingakin tiang maca koran. Tiang tuah makejitan tur anggut-anggut.
I
meme mula sayang pisan teken kucit. Tusing ja sayang teken kulawarga manten.
Nanging, tuah kucit manten ubuanne ane sayanganga. Uli pidan tan suud-suud ngubuh kucit.
Kucitne ames-ames pangamahne. Yadiastun sube
lingsir. Asal kucitne ba sedeng guling, ngencolang ngalih dewasa ayu. Kucitne
anggona naur sesangi. Sing suud-suud i meme
masesangi, diastun zamane ba modern care
Jani.
Nyan
yan suba
telah anggona naur sasangi. Sing
taen i meme nyak meli kucit anggone naur sasangi. Adenanga ngubuh padidi. Ngelekati
ia nabung ring LPD, adenanga nabung di kucitne. Pang gedenan kucit ane aturanga
tur liunan maan sampelan.
Sing makeneh dipocolne.
Ne
jani jelek nasibne. Ubuan ane pangamahne nyinyig
bakatanga. I Kuciti tusing nyak adepa, ngemingkinang uratianne jak i Kuciti.
Adenanga magerengan jak pianak Ian kurnan.
Sane
mangkin amah-amahan kucite suba gebuh. Tusing ja benyek, tusing bes kentel.
"Kuciti
sayang, ne pesananne. Sube kajangin oot. Selegang ngamah, pang encol jerone
gede!," i meme mereokang amah-amahan ane busan gaena.
I
meme makenyem lege
mawinan i Kuciti suud maguekan. Limane i meme ane nu kaput dag-dag anggone
ngusud kucite, uli tenas ngantos ikutne.
Tiang
masaut di keneh. "Duh, meme, keto tresnan memene teken kucit. Tusing ken
pianak Ian kurnan
dogen meme tresna. Tiang demen pisan ningalin.
Cocok meme tusing taen pocolange teken kucit ane ubuh meme."
I
meme itep nlektekang i Kuciti. Disubane amah-amahane telah, basangne suba
malenting, awakne i Kuciti siama teken i meme. I Kuciti siama ngantos awakne
kedas, ia tusing ja malaib, nanging ia demen malempongan di clegongan glogore
ane suba maan sampatanga teken i meme. Disubane suud malempongan, ubuane ento
care biasane nagih
usud-usud basangne sambilang gendingange Cening Putri Ayu teken i meme. I meme
magending. "Cening putri ayu, ngijeng Cening jumah, meme luas malu, ka peken mablanja,
apang ada darang nasi," batisne i Kuciti sekebesik kejes. I Kuciti
nyalempoh. Matanne ngidem.
Sasuudne
mademang i Kuciti, i meme nangkidang prabot ane anggone ngae dag-dag.
Tiang
itep mace koran di tembok glogore. Tiang nepukin orti indik parindikan sane
arang. Lantas baca tiang abedik. "Wenten jadma di Bali sane berinisial OP
bersetubuh ngajak ubuan(gamya gamana)".
"Badah,duh
dewa ratu,gawat
ne,gawat," i meme megat munyin, tiange. Paningalane nelik nyingakin tiang.
Tan
uning apa ane, ada di kenehne i meme. I meme ngadebros tur bantat-bintit
mailehan. Tiang masi milu macebur tur ngenggalang nakonin i meme.
"Sapunapi me? Wenten napi? Napi wenten? Nguda tengkejut ?"
"Mih
cening, busan tan karesepang cening?"
"Karesepang
napi me?"
I
meme masaut sambilanga angkih-angkih Prajani nyemak sisa kain poleng ane,
pejanga di raab
glogor kucite. Lantas nyemak tiuk
pangaeban godebong miwah ngalih kupas.
Tiang
angob nyingakin i meme. Tiang sing ngerti teken i meme. Tan sue-sue tiang
ningalin apa ane gaene teken i meme.
meme
madengokan ka glogore. I meme
nyelorang limane, ka tengah glogore tenasne
i kucit colek-coleke teken i meme. "Kuciti,
Kuciti, bangun, bangun sayang!"
I
Kuciti ane matanne nu ngidem, batisne kribing-kribing tur matane kebit-kebit, inget-ingetan tuni ining-iningine teken
I meme, jeg prajani matane nelik. Kupingne kebat.
Ngencolang bangun nyorjor jelanan glogore lantas ningalin i meme.
“Grok....Grok..Grok”
Saswnounej
Kuciti maakin jelanan i meme adeng-adeng maakin i Kuciti. Tendasne i Kucit usud-usude satmaka
lakar ngemaang amah. Ikutne i Kuciti kutal-kuil. Bungutne ngebonin limane i meme.
Paliatne
meme ane tumben tawah ento, cara lakar ngejuk i Kuciti, tingalina jak i Kuciti.
I Kuciti makakirig, nanging i meme terus maakin i Kuciti. I Kuciti terus
makakirig, ngantos i Kuciti ka bucun glogore.
Ningalin
paliatne i meme cara lakar nakep ibane, ikutne
i Kuciti prajani
leser. I Kuciti rengas
paling ngalih rurung. "Gruekgruek," i meme ngencolang nakep, batisne,
nanging keles. Lantas i meme nyemak ikutne. Bakatanga tur kedenga. Nanging ane
madan ikut kucit, diastun ogal-ogel tur lemuh, nanging tekek yen bedeng.
I
meme tan ngrasa takut. Ikut
kucite tekekanga gati ngisi, ngencolang nyemak bangkiang kucite, geluta , lamas
tegule, di patok glogore.
Malengok
tiang ningalin. Di keneh tiange tiang matakon, "Kenkenanga ja jani
kucite?"
Makesiab
tiang nyingakin. I meme nyemak, gaen ane tawah gati. Kucite tangkeba adi kain
poleng, bucun-bucun kainne tegula adi kupas.
Kuciti
masih malengok. Tuah bangkiangne ane klisah-kliseh. I meme tan ngidih tulungan
teken tiang. Peluhne i meme pacrekcek bales kadi yeh ujan. Kuciti makribeng.
Tuah ikut, tenas, miwah jerijin batisne
dogen ane ngenah. Kainne poleng nyrebet di batis kucite. Kucite makamen poleng.
Tumben tiang nyingakin. Biasane ane makamen poleng ento jero gede petengen.
Apa
kaden ane ada di kenehne i meme. To ngudiang kucit makribeng poleng. Takonin, i
meme sing masaut. Lantas koran tiange
kapejang. Kabaniang tiang ngetok palane i meme. "Me, me, adi ketoang
kucite? Ape teh pelih kucite?"
"Tusing
ja ada pelih apa. Meme dados pamekelne patut nyaga tur ngawasin. apang kucit
memene sing dadi korban selanturne" keto pasautne i meme
"Tiang
sing ngerti me," katlelktekang
muane i meme mawinan
pasautne judes pisan.
"Nah,
siep malu! Yan ba suud meme ngamenin kucite, mare buin nutur. Kadong kucite
jemet tur pang tusing enggalan peteng det-det. Cening itepang malu malajah
maca."
Tiang
tan ngelawan munyin memen tiange. Tiang negak di tembok glogore. Alis tiange
mapecukan, kadi togog lolohin. Tusing mamunyi nyang abedik, tuah kijap-kijap
dogen.
Sampun
tengah jam
tiang ngantosang i meme ngamenin kucit. Gumine ngangsan peteng, langite
ngenahne puyung, sane mangkin makenyah luung. Padalem tiang i meme. Tiang
ngendiang sembe mangda i meme tan kapetengan.
Sane
mangkin i meme sampun sue ngamenin kucit. Tegulan kucite sube kalesanga. I Kuciti
ngeleb makeribeng.
I
meme nyagjagin tiang. I meme mareren negak di samping tiange. Tiang matakon
magenep teken i meme.
I
Kuciti jani lakar majalan kapedemane. "Guek, guek, guek," Kuciti
nyalempoh. Batisne ngalengsot di kamene.
I
meme Ian tiang makesiab. Prajani macebur uli tembok gelogore. Tiang lan i meme saling takonin.
"Kenapa ento?"
Tiang
jak i meme nengokin.
Kucit amon gedene
kabangunang jak i meme. Mimi dewa
ratu, aeng baatne. Suba
bangunang buin nyalempoh. Ya buin kabangunang, buin nyalempoh tur ngaengang maguekan.
"Greek, gruek, gruik."
Ulesne
kucite ngambul. I Kuciti sing demen makeribeng.. Bin sadah kamen poleng.
Pantesne anggon wastra jero gede
petengen, jani anggona ngamenin kucit.
I
Kuciti ngerti, ia ento mawangsa ubuan. Tusing
dadi nganggon wastra bhatara, apa buin matingkah negehin bhatara Ubuane i meme puniki
mula ngerti pisan. Tiang lantas ngomong. "Me, amen tan patut makamen,
sampunang kamenine kucite. Padalem anake. Yan meme bes nyakitin ubuan, bin
pidan meme numadi kamercepada lakar aengan sakite ane lakar tepukin meme. Ubuan
to masi paica ida bhatara ane milu ngisinin suka deka hidup di gumine. Baang ya
bebas. Keles kamenne. Pang sing likad ia majalan. Apa teh keneh memene ngamenin
i Kuciti?"
“kene
cening, i tunian cening ngorang ada berita anak
bersetubuh ngajak ubuan,
to kejadianne di Bali to ning. Sampun
nampek pisan teken iraga. Meme
takut nyan i Kuciti dadi korban selanturnya Jani meme malunin nyegah apang
tusing. cara keto unduke buin. Meme
dini ngelah ubuan ane kasayangang pesan teken meme, pang
tusing nyan i Kuciti bersetubuh ngajak Jlema.
Adenan malunin ngamenin, pang
tusing orahange marangsang kucit memene.
"Mimi
meme, to adi kemu keneh memene? Jani pirengang ja malu tiang. Kasuse ento adane kelainan. Tusing mekejang jelemane
keto. la keto kerana dorongan
seksual, to be adane penyimpangan
seksual. Manahne sampan kapetengan. Pateh yan gumine kapetengan, prasida iraga sunarin
ngangge sembe. Nanging, yan manahne
sane kapetengan, iraga patut mabakti ring Ida Bhatara. Mangda ragane sane
nyunarin manahe
ane buut. Pang tusing ubuan
kat tingalin jegeg utawi bagus."
"Bihcening, cening to nu
cerik, konden nawang apa. De ngajain meme ane sube tue
kakene."
"Tusing
ja tiang wanen teken, meme. Yadiastun meme malunan ngasanin uyah, nanging meme
masih perlu mirengang pianak Apa ane konden tawang, palajahin. Buka gendinge De
nganden awak bisa, depang anake ngadanin, gaginane buka nyampat,
anak sai tumbuh luu, ilang
luu, ebuk katah, yadin ririh, enu liu palajahin."
I
meme ningalin tiang. Diastun i meme sayang pesan teken pianak, nanging i meme setata
sing taen ngarunguang omong pianak. I meme buka besine ane sing dadi teglogang.
Boya
tiang ngorain i meme, buka nyambehang uyah ka pasih. Sing resepange jak i meme.
Lantas kakalain
tiang malali ka timpale. Kucite tileh dogen makeribeng ngantos lemah. I Kuciti
maguekan, masih tetep tusing kelesanga ken i meme.
Sampun
apeteng kucite kamenine. Sane mangkin matan aine sampun masunar galang ring
bucun semenge. Kuciti sampun dis ngamah. I meme nglablab gedebong, oot, lan tenas be pindang
dadi besik.
Disubane
dag-dage lebeng, i meme lantas nuruin amah-amahan kucite. Sane mangkin lian
pesan bikasne i Kuciti. Tusing maguekan. Tuah nyalempoh. Kijap-kijap matane masuang yeh
mata. "Kuciti,Kuciti sayang, ne amah-amahan demenan jerone. Selegang
ngamah. Meme kar nyusut prabot malu.Yan ba telah maguekan men!"
I
Kuciti tusing nyak bangun. Ia tileh dogen nyalempoh. Kalingke amahe, ebonine
tusing. Kamen polengne telah kaput endut. Ia tuah kijap-kijap masuang yeh mata.
Sasuudne
i meme nyusut prabot, tongos amah-amahane i Kuciti dengokine. Yan ba, telah
lakar buin turuine. I meme ngon nyingakin i Kuciti adi tumben mabikas buka
kakene. Tusing nyak nyagjag, tusing nyak ngamah, Ian tusing nyak maguekan. Ikut
kucite tusing magejeran nyang abedik.
Adeng-adeng
i meme ngusud tenas kucite nganggon limane ane telah kaput dag-dag. la tusing
demen makamen, apa buin makamen poleng. la nawang kamen poleng punika wastra
jero gede, petengen. Diastun ia ubuan sane tan paicame idep kapining Ida
Bhatara, Hanging ia tan bans negehln Ida hhatara. la tusing ngedotang baju utawi
kamen songket, Hanging yan ia prusida ban katurang majeng ring Ida Bhatara tur
prasida bebasa sakadi ubuan sane lian, to mare ia ngarasa bagia
I
Kuciti gosonga teken i meme. Batisne seke besik jeg-jegange. Nanging sabilang
jeg-jegange, i Kuciti buin nyalempoh. Sing med-med i meme mangunang, Nanging i Kuciti tetep
sing nyak bangun. Awakne i Kuciti lemet buka anake inguh
mawinan idupne sing bebas, setata maiket,
mabringkes.
"Cening
putri ayu, ngijeng cening jumah, meme luas
male, ka peken mablanja, apang ada
darang nasi," i Kuciti gendinganga Cening
Putri Ayu ken i meme, Nanging
yeh matane ngangsan ngaliunang pesu.
"Duh jero, jero ubuan tiange ne
sayang. Kenapa jerone?
Nguda tumben jerone buka ka kene?"
I
meme ngoraang i Kuciti sayang, Nanging
i meme tan prasida ngertiang apa ane rasaanga teken i Kuciti. I meme bes
kaliwat berlebihan teken kucit. I Kuciti dot hidup buka ubuane sane lianan.
I
Kuciti nglejat buka lipine sambuin uyah. Puntag-pantigange ibane padidi.
Nanging ia tusing maguekan. I
Kuciti. tongosine Dogen
teken i meme ngantos makatengai. Kanti telah akalne i meme ngrayu i Kuciti.
Basangne i Kuciti ngangsan lembek, tusing malenting cara-biasane.
Sane
mangkin i Kuciti malaib ka jalanan glogore. Tomplokanga
tenasne ditu. Batisne
maslimputan dikamene, Ditu lantas ia masuang bayu. "Guek, Guek."
I meme, makesiabpesan. I kuciti nyelempoh di jelanan
glogore. Lantas
i meme, ngencolang ngeles kamen kucite. I
Kuciti tusing masuara. Ia tusing ngalejat.
I meme ningalin matan kucite.
"Kuciti, iba kenapa????”
Matanne
i Kuciti neleh, is masuang yeh mata liu pisan. Bungutne nggang. Ia mati, tusing ulian
matatu. I Kuciti tusing pesu getih nyang aketelan.
I
meme maliin basangne i Kuciti. Matanne kabetanga jak i meme, I Kuciti tusing
mangkian. Angkianne i Kuciti suba pegat. Atmane makeber malingser di duur
glogore. I Kuciti tusing ngomong apa-apa teken i meme. Ia
terus ngetelang yeh mata yadiastun suba mati.
Sing
ngarasa lima lan
batisne i meme ngebel. Bangun tusing ngidaang.
I Kuciti
jemaka, pejanga dipabinanne. Kain polenge ento bejeke. I meme nak mula tai tlembek, tai
blenget. Yan suba keto, nyen kapelihang. Ulian belogne i meme padidi, jani mare mejek kainne poleng. I
meme lantas makuuk, "Kuciti, Kuciti, Kuciti sayang, meme ngidih pelih.
Sampunang magedi. Yan Kuciti magedi, dewek memene karasa tanpa isi, idup memene
sepi."
Tema : kasih sayang yang berujung penyesalan
Alur atau plot : alur maju
Penokohan
: Ni Luh Ayu alias I meme sebagai pelaku utama
(protagonis) yang sifatnya tidak mau menerima nasehat dari orang yang lebih
muda darinya, kasih sayangnya terlalu berlebihan terhadap binatang
peliharaannya, rasa ketakutan yang terlalu besar terhadap binatang
peliharaannya, Cening sebagai pelaku sampingan yang bersifat penasehat bahwa
apa yang dilakukan I Meme itu terlalu berlebihan, dan I Kuciti
Latar atau Setting : latar tempat di rumah dan di kandang
Babi, latar waktu sore, pagi dan siang
Sudut pandang : sudut pandang pelaku utama serba tahu
Gaya bahasa atau diksi : wewangsalan, bahasa kepara
Amanat :dari cerita diatas dapat hikmah bahwa sebelum
manusia berbuat pikirkanlah hal itu dengan cermat atau matang terhadap resiko atau konsekuensi
yang diakibatkan oleh perbuatan itu agar tidak menyesal dikemudian hari.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pemaparan tentang tembang sekar rare, sekar madya dan
sekar agung dan tentang prosa yaitu satua dan cerpen diatas yang menggambarkan
bahwa Tuhan menciptakan semua isi alam dengan yajna berupa
bersatunya dua elemen dasar yaitu purusa dan pradana sehingga terciptanya alam
semesta beserta sistemnya dan dari penciptaan ini muncullah suatu kehidupan
dimana manusia sebagai yang tertinggi yang memiliki wiweka, merasakan
keindahannya dan patut menjaga keutuhan alam itu sendiri dan tidak lepas dari
rasa syukur kepada Tuhan, sehingga terciptalah hubungan yang harmonis yang
disebut Tri Hita Karana. Hal ini terdapat
didalam pustaka suci Bhagavagita III. 14 dan 16 yang pada intinya menyatakan
bahwa “ manusia hendaknya ikut memutar
cakra yajna in sebagai sebuah wujud hubungan timbal balik dari Tuhan dan untuk
ciptaanNya, karena Tuhan telah meciptakan segala hal ini untuk saling
melengkapi”.
Para pengawi sastra Bali pun ikut terjun memberikan sebuah
pelayanan terhadap sesama umat lewat karya sastranya yang mengandung ajaran –
ajaran yang berbaur tentang keagaamaan. Sebagai wujud bhakti kita sebagai
generasi muda untuk mau belajar dan mengamalkan ajaran – ajaran beliau lewat
membaca karya sastranya. Dan ikut ambil alih untuk saling memelihara dan
menjaga hubungan yang baik dengan Tuhan, sesama manusia, alam dan segala isinya
(Tri Kaya Parisuddha) yang terrealisasikan lewat ajaran Tri Kaya Parisudha.
Bagaimana berpikir yang positif untuk Tuhan, manusia dan alam, bagaimana
berbicara yang benar terhapap Tuhan dan sesama serta yang terpenting bagaimana
bertindak untuk menjaga hubungan dengan Tuhan, Manusia dan alam agar tetap
harmonis. Sehingga dunia yang santih akan terealisasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar