JUDUL : ESENSI
DASA AKSARA DALAM SIWA SIDDHANTA
ABSTRAK
Penulisan ini khusus mendiskripsikan makna dasaaksara
dengan konteks budaya Bali khususnya tentang pemaknaan dasaaksara dalam Siwa
Siddhanta yaitu sepuluh aksara suci yang
memiliki keterkaitan tentang paham Siwaisme di Bali. Penulisan ini tentang
makna warna yang dilihat dari sudut pandang filsafat, kepercayaa, mitos
dan hal-hal yang berhubungan dengan budaya suatu masyarakat. Deskripsi makna dasa aksara yang diperoleh dari hasil pengamatan
kepustakaan ini memberikan sumbangan informasi kepada umat Hindu tentang makna dasa aksara sehingga konsep dasa aksara yang ada tidak diterima
begitu saja sebagai sebuah mitos yang harus diikuti tanpa pengertian yang
logis, akan tetapi dapat dipahami dan dimaknai dengan lebih baik.
Dasa
aksara sebagai aksara suci yang memiliki kekuatan
magis ada makna yang terselubung dalam dasa aksara terhadap paham siwaisme yang
mendominasi di Bali, baik dilihat dari bunyi gamelan yang dikaitkan dengan
dewata nawa sangga. Sepuluh aksara (sa,ba,ta,a,i,na,ma,si,wa dan ya) memiliki
sakti terhadap istadewatanya masing – masing yang kemudian di puja oleh umat
Hindu di Bali.
1.
PENDAHULUAN
Hindu seringkali dianggap sebagai agama yang beraliran politeisme karena memuja banyak Dewa, namun tidaklah sepenuhnya demikian. Dalam
agama Hindu, Dewa
bukanlah Tuhan tersendiri.
Menurut umat Hindu, Tuhan itu Maha Esa tiada duanya. Dalam salah satu ajaran filsafat Hindu, Adwaita Wedanta menegaskan bahwa hanya ada satu kekuatan dan menjadi sumber dari
segala yang ada (Brahman), yang memanifestasikan diri-Nya kepada manusia dalam beragam
bentuk.
Banyak jalan yang bisa manusia tempuh untuk
mencapa Tuhan salah satunya adalah bhakti marga adalah
jalan dengan sujud bhakti kepada Tuhan dan berupaya menyerahkan jiwa raga demi
Tuhan juga berusaha mengharmoniskan diri dengan segala ciptaan-Nya. Dalam
proses atau jalan yang harus dilewati yang sebagai sebuah rintangan untuk
menentukan jati diri atau mengetahui hakikat hidupnya maka diperlukan sarana untuk mempermudah berkomunikasi dengan Tuhan. Dengan demikian dapat diwujudkan Tuhan yang
bersifat transeden menjadi imanen. Beranjak dari hal itu, apapun
jenis dan alasan dari aktivitas
manusia selalu membutuhkan media, sebab media itu merupakan sebuah symbol,
terlebih – lebih kedudukan manusia secara antromorpos adalah sebagai mahkluk homo simbolikum.
Kedudukan manusia sebagai mahkluk homo simbolikum ini menyebabkan manusia
tidak bisa lepas dengan simbol – simbol. Termasuk juga dalam hal memuja Tuhan.
Umat Hindu Bali dalam hal pemujaan selalu menggunakan simbol untuk mewujudkan
Tuhannya yang tidak nyata. Selayaknya umat memanusiakan Tuhan. Tuhan dianggap
seperti manusia bersifat yang terkadang memintak ini itu, marah dan manusia
mintak ini itu layaknya Beliau adalah seorang ayah atau ibunya.
Sebagai manusia yang religuis manusia selalu
memuja Tuhan dengan menggunakan media termasuk pengider bhuana yang dikenal
sebagai dewata nawa sangga. Dewa – dewa ini memiliki aksara masing – masing.
Aksara ini disebut dengan dasa aksara.
Tentu dasa aksara ini bukan sembarang
hurup yang, karena bukan sembarang hurup banyak orang yang ingin belajar
tentang dasa aksara. Sehingga, dasa aksara ini sudah tentu memiliki
makna yang menyebabkan manusia tertarik untuk mengatakan bahwa dasa aksara ini sebagai aksara suci.
2.
PEMBAHASAN
2.1
Dasa Aksara
Dasa
Aksara adalah dalam bahasa Bali, atau bahasa Kawi
berarti sepuluh (10) hurup suci penghubung energy diri dengan energi vital alam
semesta yang mengontrol , mengatur perputaran alam semesta,baik microcosmos
ataupun macrocosmos. Dasa aksara merupakan
sepuluh hurup utama dalam alam ini yang merupakan simbol dari penguasa alam
jagat raya. Energy ini sebagai penentu
kehidupan semua mahluk dan yang menentukan hidup matinya kehidupan di muka bumi
ini. Dasa Aksara ibarat sebuah
Password yang menghubungkan kita dengan lautan energy cosmic.
https://www.facebook.com/notes/hindu-bali/10-hurup-suci-dasa-aksara-sumber-alam-semesta/477802498909068 diakses pada 18/11/2013 pukul 19:30
Aksara suci merupakan aksara yang jarang
diperguanakan dalam kehidupan sehari – hari. Disebut sebagai aksara suci karena
memang aksara ini mempunyai kekuatan gaib atau magis religius untuk menyucikan
atau membersihkan sesuatu. Aksara ini pada umumnya dipergunakan sewaktu ada
upacara agama, atau dalam pengobatan. Aksara suci terdiri atas : 1). Aksara wijaksara atau bijaksara, dan 2) Aksara
modre (Ngurah, 2006:27).
Aksara wijaksara, di
Bali lebih dikenal dengan nama aksara bijaksara (biji = biji, benih) terdiri
atas sejumlah aksara swalalita ditambah aksara amsa atau berupa ulu chandra, kecuali aksara ah. Aksara wijaksara ini terdiri dari eka aksara (ongkara), dwi aksara (dwyaksara), tri aksara (tryaksara),
panca aksara, dasa aksara(dasa aksara), catur dasa aksara dan sad dasa aksara (Ngurah, 2006:27).
Menurut lontar atau
buku Usada Tiwas Punggung (Punggung Tiwas), dasa aksara ini terdiri dari 10
aksara suci atau wijiaksara, yaitu : Sang, Bang, Tang, Ang, Ing, Nang, Mang,
Sing, Wang, dan Yang. Kesepuluh aksara ini berasal dari delapan buah akasara
wianjana (sa,ba,ta,a,i,na,ma,si,wa dan ya) dan dua buah aksara suara (a dan i)
(Ngurah, 2006:107).
Hal yang senada juga
disampaikan oleh Bangli (2004: 23-24)
bahwa Aksara danthi dan aksara murdha (huruf mati dan huruf
besar) itu juga disebut aksara wyanjana. Aksara
danthi dan aksara wyanjana yang
dipilah – pilah menjadi empat bagian disebut “ Catur Kahuripan” yakni Ong, Ang, Ung, Mang. Dari delapan belas
(abjad aksara bali) menjadi dua puluh aksara, kemudian dijadikan tiga kelompok
diantaranya : (1) Wreyastra, adalah aksara danthi setelah mendapat sandangan
kata – kata dan menjadi kalimat – kalimat yang mempunyai arti, (2) Modre, adalah aksara yang mengandung
magis menjadi inti sari kelepasan /moksa, (3) swalita, adalah aksara maparikuta (disurat bersusun – susun)
menjadi mantra, mengandung kekuatan gaib (dari atharwa weda). Sempurna
pertemuan wreyastra, modre dengan swalita, akan menjadi perpaduan wahyu-adyatmika, sekala-niskala dan modre berafilasi dengan mantra, yang
kemudian menciptakan suatu sistem kerjanya yang disebut “ Dasa Kramaning Dasa Bayu”. Oleh sebab itu, menjadi dasa aksara dan
seterusnya.
Berdasarkan pengelompokan aksara diatas maka,
penulis berpendapat bahwa dasa aksara
adalah aksara yang memiliki kekuatan gaib yang dapat dipergunakan untuk
membersihkan dan menyucikan, kedua fungsi ini berkaitan dengan segala aktivitas
keagaamaan di Bali dan pengobatan berbagai penyakit. Sehingga aksara memilki
keterkaitan dengan pembangun di Bali seperti pemasanagn ulap - ulap, upacara
ritual (caru dan lain sbg) serta rerajahan yang dipergunakan balian untuk
menangkal kekuatan halus dari pasiennya.
2.2
Dasa Aksara Dalam Nawa Dewata
Nawa Dewata atau Dewata Nawa Sangga
adalah sembilan penguasa di setiap penjuru mata angin dalam konsep agama Hindu Dharma di Bali. Sembilan penguasa tersebut merupakan Dewa
Siwa yang dikelilingi oleh delapan aspeknya. Diagram matahari bergambar Dewata
Nawa Sangga ditemukan dalam Surya Majapahit, lambang kerajaan Majapahit.
Tabel 01
Nawa Sangga
Arah
|
|||||||||||
Dewa
|
|||||||||||
Shakti
|
|||||||||||
Senjata
|
|||||||||||
Wahana
|
|||||||||||
Warna
|
|
Merahmerah
|
Pancawarna
|
||||||||
Bhuta
|
Taruna
|
Pelung
|
Jangkitan
|
Dadu
|
Langkir
|
Jingga
|
Lembu
Kanya
|
Gadang
|
Tiga
Sakti
|
||
Aksara
|
A
|
Wa
|
Sa
|
Na
|
Ba
|
Ma
|
Ta
|
Si
|
I / Ya
|
||
Urip
|
4
|
6
|
5
|
8
|
9
|
3
|
7
|
1
|
8
|
||
Bhuwana
Alit |
Ampru
|
Ineban
|
Pepusuh
|
Peparu
|
Hati
|
Usus
|
Ungsilan
|
Limpa
|
Tumpuking
hati |
1)
Dewa Iswara merupakan penguasa arah timur (Purwa), bersenjata Bajra, wahananya (kendaraan) gajah, shaktinya Dewi Uma, aksara sucinya "Sa", di Bali beliau
dipuja di Pura
Lempuyang
2)
Dewa Brahma merupakan penguasa arah
selatan (Daksina), bersenjata Gada,
wahananya (kendaraan) angsa,
shaktinya Dewi Saraswati, aksara sucinya "Ba", di Bali beliau dipuja di Pura
Andakasa
3)
Dewa Mahadewa merupakan penguasa arah barat (Pascima), bersenjata Nagapasa, wahananya (kendaraan) Naga, shaktinya Dewi Sanci, aksara sucinya "Ta", di Bali beliau
dipuja di Pura
Batukaru
4)
Dewa Wisnu merupakan penguasa arah utara (Uttara), bersenjata Chakra
Sudarshana, wahananya (kendaraan) Garuda, shaktinya Dewi Sri, aksara sucinya "A", di Bali beliau
dipuja di Pura
Batur
5)
Dewa Siwa merupakan penguasa arah tengah (Madhya), bersenjata Padma, wahananya (kendaraan) Lembu Nandini,senjata Padma shaktinya Dewi Durga (Parwati), aksara sucinya "I" dan "Ya", di Bali beliau
dipuja di Pura
Pusering Jagat
6) Dewa Maheswara merupakan penguasa arah tenggara (Gneyan), bersenjata Dupa, wahananya (kendaraan) macan, shaktinya Dewi Lakshmi, aksara sucinya "Na", di Bali beliau dipuja di Pura Goa
Lawah.
7) Dewa Rudra merupakan penguasa arah barat daya (Nairiti), bersenjata Moksala, wahananya (kendaraan) kerbau, shaktinya Dewi Samodhi/Santani, aksara sucinya "Ma", di Bali beliau
dipuja di Pura Uluwatu.
8) Dewa Sangkara merupakan penguasa arah barat laut (Wayabhya), bersenjata Angkus/Duaja, wahananya (kendaraan) singa, shaktinya Dewi Rodri, aksara sucinya "Si", di Bali beliau
dipuja di Pura
Puncak Mangu.
9) Dewa Sambhu merupakan penguasa arah timur laut (Ersanya), bersenjata Trisula, wahananya (kendaraan) Wilmana, shaktinya Dewi Mahadewi, aksara sucinya "Wa", di Bali beliau dipuja di Pura Besakih.
10) Dewa Siwa merupakan penguasa arah tengah (Madhya), bersenjata Padma, wahananya (kendaraan) Lembu Nandini,senjata Padma shaktinya Dewi Durga (Parwati), aksara sucinya "I" dan "Ya", di Bali beliau
dipuja di Pura
Pusering Jagat
Dari kesembilan penjuru mata angin
memeiliki dewata tersendiri. Masyarakat Hindu di Bali memili sendiri dewa yang
akan mereka puja sebagai objek pemujaan atau sering disebut sebagai
Istadeawata. Istadewata sering
disebut dengan abhistadewata atau
dewa pilihan. Ngurah Nala berpendapat
bahwa umat hindu di Bali yang mayoritas menganut ajaran siwa siddhanta, menurut
mereka yang dimaksudkan dengan istadewata adalah Dewa Nawasanga (Nawasangga).
Kesembilan dewa diatas diyakini dan dipercayai oleh umat Hindu di Bali, yang
dianggap mampu memberikan kesejahteraan, kedamaian, perlindungan dan
pertolongan serta menjaga keselamatan umat dari mara bahaya yang datang dari
segala penjuru mata angin (Ngurah,
2006:79).
2.3
Dasa Aksara dalam Bhuana Agung dan Bhuana Alit
Bhuana Agung berasal dari dua kata “bhuana yang berarti alam” dan “agung
yang berarti besar”. Bhuana Agung berarti alam besar. Alam besar dalam agama
Hindu disebut sebagai makrokosmos, jagat raya ataupun brahmanda. Makrokosmos
meliputi gugusan bintang, matahari, planet bumu beserta isinya.
Sedangkan bhuana alit adalah alam kecil yang disebut dengan mikrokosmos.
Mikrokosmos meliputi semua mahkluk hidup (manusia, binatang dan tumbuhan)
(MGMP, 2010:20,34)
Dasaaksara ini terbagi atas dua kelompok
yang disebut panca brahma(agni,api)
dan panca tirta (apah, air). Panca Brahma terdiri atas aksara sang,
bang, tang, ang, dan ing atau sa-ba-ta-a-i. Sedangkan Panca Tirta terdiri atas aksara Nang, Mang, Sing, Wang dan Yang. Panca
Brahma membentuk tanda tambah atau silang tampak
dara, atau swastika tegak lurus
timur-barat dan selatan-utara, berada di dikpala.
Sedangkan Panca Tirta membentuk tanda tambah dengan arah menyilang, yakni
tenggara-baratlaut dan baratdaya-timurlaut, berada di widkpala (Ngurah, 2006:113)
Panca Brahma ini menempati dikpala, yakni arah timur-barat dan selatan-utara dari bhuana agung atau jagat
raya. untuk memperjelas keterkaitan aksara, unsur kanda pat, linggih (sthana)
atau kedudukan baik di tubuh manusia (bhuana alit) maupun di jagat raya (bhuana
agung.
Tabel 02
Hubungan
Panca Brahma dengan Wijaksara, Kanda Pat, Linggih dan Dewa
No
|
Bunyi & Murti Siwa wija aksara
|
Unsur Kanda pat
|
Linggih di Bhuana Alit
|
Linggih di Bhuana Agung
|
Dewa atau Batara
|
1
|
Sang
perthiwi-murti
|
Ari-ari,
tembuni plasenta
|
Charma
kulit
|
Purwa
Timur
|
Sang
hyang Iswara
|
2
|
Bang
agni-murti
|
Rah
Darah
|
Rah
darah
|
Daksina
Selatan
|
Sang
Hyang Brahma
|
3
|
Tang
Vayu-murti
|
Lamas/Lamad
Selaput
janin
|
Mamsa
daging
|
Pascima
Barat
|
Sang
Hyang
Mahadewa
|
4
|
Ang
Jala-murti
|
Yeh nyom
Air
ketuban
|
Uat,
damani urat
|
Uttara
Utara
|
Sang
Hyang Wisnu
|
5
|
Ing
Akasamurti
|
Dengen
bhuta
|
Otak,
mastiska
|
Madya
Tengah
|
Sang
Hyang Siwa
|
Panca Brahma selain malinggih di dalam tubuh manusia (sang ibu) juga malinggih di dalam unsur kanda pat dari manik, rare (bhruna janin), sehingga unsur ini memiliki juga kekuatan seperti
para dewa tersebut. Para Dewa dan unsur kanda pat ini adalah : 1) Wijaksara Sang, Sadyojata, pertiwi atau tanah, Dewa Iswara berada
di ari – ari (plasenta), 2) Wijaksara Bang , Bamadewa, teja, agni, panas atau api, Dewa Brahma, berada di rah (darah, rakta), 3) wijaksara Tang, Tat Purusha, vayu,
bayu atau udara, Dewa Mahadewa, berada di lamas (lamad, selaput tipis pembungkus badan janin), 4) wijaksara Ang, Aghora, Dewa Wisnu, apah atau air berada di yeh nyom (air ketuban) dan 5) wijaksara Ing, Icana, Dewa Siwa, akasa, embang atau ruang, berada di dengen (gelar kanda pat).
Unsur kanda pat yang terdiri dari air ketuban, darah, selubung tipis dan plasenta, merupakan unsur vital sebagai
pembentuk, pendukung dan penjaga kehidupan janin (bhruna) selama berdad di dalam kacupu manik, garbhasaya, uterus
atau kandungan ibu. Air ketuban atau yeh
nyom berfungsi sebagai bantalan bagi bhruna
atau janin sehingga terhindar tubuhnya dari berbagai guncangan dan benturan
fisik. Sewaktu lahir, air inilah yang
bertugas sebagai pelopor, membuka jalan agar licin, sehingga janin mudah
melaluinya dan lahir dengan lancar, selamat. Rah, rakta atau darah
berfungsi sebagai pembawa makana dari sang Ibu melalui ari – ari (plasenta) dan tali pusat ke dalam tubuh janin, serta
membawa limbah produk sampingan metabolisme jani ke ibu. Lamas, ini berfungsi ssebagai penahan agar suhu tubuh janin tidak
banyak dipengaruhi oleh suhu lingkungan di luar tubuhnya. Tembuni,
ari-ari atau plasenta yang melekat erat pada dingding bagian dalam dari garbhasaya (kacupu manik, uterus atau
kandngan ibu), merupakan perantara antara ibu dengan janin. Darah ibu ke luar
masuk ke dalam badan janin, melalui plasenta atau tali pusat. darah yang masuk ke dalam janin membawa
zat makanan, oksigen serta unsur nutrisi lainnya yang dibutuhkan oleh tubuh
janin, dan membawa kembali dari janin ke ibu semua hasil metabolisme termasuk
karbodioksida. dengan demikian ketika lahir, dan setelah berada di luar
kandungan ibu, hidup mandiri sebagai manusia, unsur kanda pat ini tetap menjaga sang bayi dari segala gangguan nisakala. oleh karena sangat besar
jasanya, wajarlah keempat unsur ini dianggap sebagai nyama, semeton atau saudara sehingga disebut semeton patpat, atau nyama
patpat, empat saudara (Ngurah, 2006:111-113)
2.4 Makna dasa aksara
Khan
berpendapat dalam Donder (2005:35) bahwa dalam mitologi India musik atau
gambelan dianugrahkan oleh Dewa Siwa
kepada umat manusia. Konsep Siwa
Siddhanta disimbolkan dalam lingkaran, simbol lingkaran ini memupnyai makan
bahwa Dewa Siwa menguasai segala penjuru dunia. Untuk memuja dewa Siwa yang
disimbolkan dengan nyasa lingkaran dan udara, maka saran yang tepat digunakan
adalah unsur – unsur bunyi atau yang dapat mengeluarkan bunyi antara lain : pranayama, kidung, mantra, damaru ‘suara
kendang’ dan gamelan (Donder, 2005:35).
Aksara dan
bunyi mnyebar keseluruh penjuru dunia. Dipertegas dalam lontar Prakema bait 7
sebagai berikut:
ring purwa arupa putih, aksaranya sang
ring nairiti arupa dadu,aksaranya Nang
ring nairiti arupa bang,aksaranyaBang
ring nairiti arupa kwanta,aksaranya Mang
ring nairiti arupa jnar,aksaranya Sing
ring nairiti arupa wilis,aksaranya Ang
ring nairiti arupa ireng,aksaranya
ring nairiti arupa bhiru,aksaranya
ring nairiti arupa panca-warna,aksaranya ring luhur
Ing; ring sor Yang
mwang swaranya :
Ring Purwa :
dang
ring Nariti :ndang
ring Dassina :ding
ring Pascima :nding
ring Kulon :deng
ring Bayabya :
ndeng
ring uttara :
dung
ring Ersanya :ndung
ring madya :
dong ring luhur, ndong ring sor
’Adapun di sekeliling dan ditengah –
tengahnya ada cahaya beraneka warna disertai dengan aksara dan bunyinya yaitu :
ditimur rupanya putih, aksaranya
Sang
di tenggara rupanya dadu, aksaranya
Nang
di selatan rupanya merah, akasaranya Bang
dibarat-daya rupanya jingga,
aksaranya Mang
di barat rupanya kuning, aksaranya
Tang
dibarat-laut ruanya hijau, aksaranya
Sing
di utara rupanya hitam, akasranya
Ang
di timur – laut rupanya biru,
aksaranya Wang
di tengah rupanya lima warna,
aksaranya di atas Ing, dang di bawah Yang
(pada watna dan aksara itu terjadi
pula) suara :
di timur :dang
di Tenggara :ndang
di Selatan :ding
di Barat-daya :nding
di Barat :deng
di Barat-laut :ndeng
di Utara :dung
di Timur-laut :ndung
di Tengah :dong di atas, ndong di bawah (Donder, 2005:49-50)
Dapat
diperjelas dalam gambar suara dan
istadewata yang menguasai penjuru ( Lontar Prakema, bait 18) berikut :
![]() |
|
|
|
I :
dong = Ciwa
Sa :dang = icwara
Bha :ding =Brahma
Ta :deng =Mahadewa
A :dung =Wisnu
Na :ndang =Mahesora
Ma :nding =Sangkara
Si :ndeng =Rudra
Wa :ndung =Sambhu
Ya :ndong=Budha
(Ciwa)
Donder (2005:
50-51) berpendapat bahwa bait lontar Prakema ini menuraikan kesepuluh nada yang
menyusun musik gamelan Bali menyebar keseluruh penjuru angin dalam wujud bunyi (dang, ndang, ding, nding, deng, ndeng,
dung, ndung, dong, ndong). Tuhan dalam manifestasi-Nya sebagai para dewa
menyebar dan mengausai ke seluruh penjuru mata angin (Dewata Pangider Bhuana) yang diwujudkan dalam simbol aksara (Sang, Nang, Bang, Mang, Tang, Sing, Ang, Wang,
Ing dan Yang. simbol aksara Dewata Pangider Bhuana relevan dengan
simbolisasi Siwa dalam Siwa Siddhanta yang dilukiskan sebagai lingkaran, makna
simbolik dari lingkaran itu adalah penguasa segala penjuru mata angin.
....dasa aksara dijadikan dua kelompok
yakni, panca brahma dan panca tirtha:
sa, ba, ta, a,i dan na, ma, si, wa, ya. Dari panca brahma diringkas menjadi tryaksara, rwa bineda dan eka aksara, ong,
panca brahma panca tunggal nama
siwanya, dan ini menunjukkan Paham
Siwaisme. Kandanning Aji Dasa aksara
memotivasi bahwa agama Hindu didominasi oleh doktrin Siwa dan di Bali juga
disebut Agama Tirtha. Putu Bangli
berpendapat bahwa Aksara meliputi seluruh aspek upacara keagaamaan di
Bali, sejak mulai seluruh aktivitasnya. Aksara dasa aksara sebagai landasan filosofis dari seluruh bangunan fisik pelinggih
– pelinggih, gedong – gedong stana Bhetara-Bhetari (Bangli, 2004 :24-28).
Pemantauan sistem kerja Dasa aksara memberi kejelasan paham monotheisme dari doktrin Siwa,
bahwa hanya ada satu Tuhan dengan banyak sebutan “EKAM SAD WIPRA BAHUDA
VADANTI” (Bangli, 2004 :25). Dalam lontar Jnana Siddhanta dinyatakan bahwa Ida
Bhatara Siwa adalah Esa yang bermanifestasi beraneka menjadi Bhatara - Bhatari.
Sa eko bhagavan sarvah
Siwa
karana karanam
Aneko
viditah sarwah
Catur
vidhasya karanam
Ekatwanekatwa
swalaksana bhatara ekatwa ngaranya
Kahidup
makalaksana siwatattwa
Tunggal
tan rwatiga kahidep nira
Mangekalaksana
siwa karana juga tan paphrabeda
Aneka
ngaranya kahidup Bhataramakalaksana caturdha.
Caturdha
ngaranya laksananiram stuhla suksma sunya.
Artinya
:
Sifat Bhatara eka dan aneka. Eka artinya ia dibayangkan bersifat Siwa Tattwa, ia hanya esa tidak dibayangkan dua atau tiga. ia bersifat Esa saja sebagai Siwakarana (Siwa sebagai pencipta), tiada perbedaan. Aneka artinya Bhatara bersifat Caturdha. Caturdha adalah sifatnya, sthula, suksma dan sunia.
Sifat Bhatara eka dan aneka. Eka artinya ia dibayangkan bersifat Siwa Tattwa, ia hanya esa tidak dibayangkan dua atau tiga. ia bersifat Esa saja sebagai Siwakarana (Siwa sebagai pencipta), tiada perbedaan. Aneka artinya Bhatara bersifat Caturdha. Caturdha adalah sifatnya, sthula, suksma dan sunia.
Sumber - sumber lain yang menyatakan Dia yang Eka dalam Beraneka
juga kita temukan dalam banyak mantra - mantra, diantaranya adalah :
Om namah Sivaya sarvaya
Dewa-devaya vai namah
Rudraya Bhuvanesaya
Siwa rupaya vai namah
Artinya :
Sembah bhakti dan hormat kepada Siwa, kepada Sarwa
Sembah bhakti dan hormat kepada dewa dewanya
Kepada Rudra raja alam semesta
Sembah hormat kepada dia yang rupanya manis
Twam Sivas twam Mahadewa
Isvara Paramesvara
Brahma Visnuca Rudrasca
Purusah Prakhrtis tatha
Artinya :
Engkau adalah Siwa Mahadewa
Iswara, Parameswara
Brahma, Wisnu dan Rudra
Dan juga sebagai Purusa dan Prakerti
Isvara Paramesvara
Brahma Visnuca Rudrasca
Purusah Prakhrtis tatha
Artinya :
Engkau adalah Siwa Mahadewa
Iswara, Parameswara
Brahma, Wisnu dan Rudra
Dan juga sebagai Purusa dan Prakerti
Tvam kalas tvam yamomrtyur
varunas tvam kverakah
Indrah Suryah Sasangkasca
Graha naksatra tarakah
Artinya :
Engkau adalah Kala, Yama dan Mrtyu
Engkau adalah Varuna, Kubera
Indra, Surya dan Bulan
Planet, naksatra dan bintang - bintang
varunas tvam kverakah
Indrah Suryah Sasangkasca
Graha naksatra tarakah
Artinya :
Engkau adalah Kala, Yama dan Mrtyu
Engkau adalah Varuna, Kubera
Indra, Surya dan Bulan
Planet, naksatra dan bintang - bintang
Prthivi salilam tvam hi
Tvam Agnir vayur eva ca
Akasam tvam palam sunyam
Sakhalam niskalam tatha
Tvam Agnir vayur eva ca
Akasam tvam palam sunyam
Sakhalam niskalam tatha
Artinya :
Engkau adalah Bumu, Air
dan juga Api
Angkasa dan alam sunia tertinggi
Juga yang berwujud dan tak berwujud
Engkau adalah Bumu, Air
dan juga Api
Angkasa dan alam sunia tertinggi
Juga yang berwujud dan tak berwujud
Dengan contoh - contoh ini
menunjukkan bahwa semua Bhatara - Bhatari itu adalah Bhatara Siwa sendiri.
Bhatara - Bhatari itulah yang dipuja sebagai Ista Dewata. Banyaknya Ista Dewata
yang dipuja akan berkaitan dengan banyaknya Pura dan Pelinggih, Pengastawa,
Rerainan dan Banten. Ista Dewata adalah Bhatara Siwa yang aktif sebagai Sada
Siwa, sedangkan Bhatara Siwa sebagai Parama Siwa bersifat tidak aktif atau
sering disebut Sunia.
Dalam manifestasi beliau sebagai Dewa Brahma, Wisnu dan Iswara yang paling
mendominasi pemujaan yang ada di Bali. Konsep penciptaan, pemeliharaan dan
pemrelina menunjukkan Bhatara Siwa sebagai apa yang sering disebut Sang Hyang
Sangkan paraning Numadi, yaitu asal dan kembalinya semua yang ada dan tidak ada
di jagat raya ini. Salah satu yang menarik dari keberadaan Bhatara Siwa,
ialah Beliau berada dimana - mana, di seluruh penjuru mata angin dan di
pengider - ider. Di timur Ia adalah Iswara, di tenggara Ia adalah Mahesora, di
selatan Ia adalah Brahma, di barat
daya Ia adalah Rudra, di barat Ia adalah Mahadewa, di barat laut Ia adalah
Sangkara, di utara Ia adalah Wisnu, di timur laut Ia adalah Sambhu dan ditengah
Ia adalah Siwa. Sebagai Sang Hyang kala, di timur Ia adalah kala Petak (putih),
di selatan Ia adalah Kala Bang (merah),
di barat ia adalah Kala Gading (Kuning), di utara Ia adalah Kala Ireng (hitam)
dan ditengah Ia adalah kala mancawarna http://balikasogatan.blogspot.com/2010/02/siwa-siddhanta.html diakses 19/11/2013 (pukul 08:53).
Menurut lontar atau
buku Usada Tiwas Punggung (Punggung Tiwas), dasa aksara ini terdiri dari 10
aksara suci atau wijiaksara, yaitu : Sang, Bang, Tang, Ang, Ing, Nang, Mang,
Sing, Wang, dan Yang. Kesepuluh aksara ini berasal dari delapan buah akasara
wianjana (sa,ba,ta,a,i,na,ma,si,wa dan ya) dan dua buah aksara suara (a dan i).
Kalau kesepuluh aksara ini dirangkai dalam kata – kata akan terbentuk kalimat,
yang bunyinya sebagai berikut :sabatai
nama siwaya. Kalimat ini merupakan ungkapan doa untuk memuliakan Dewa Siwa
( nama siwaya) (Ngurah, 2006:107).
Mengenai
dasaaksara yang merupakan konsep dalam paham Siwa Siddhanta juga dipertegas
oleh Ngurah Nala dalam webnya sebagai
berikut:
Sa berarti satu
Ba berarti bayu
Ta berarti tatingkah
A berarti awak
I berarti idep
Nama berarti hormat
Siwa berarti Siwa
Ya berarti yukti
Dengan pengertian seperti itu, maka arti dari dasa aksara ini adalah orang
yang mempunyai tingkah laku dan pikiran (idep) yang luhur saja yang mampu mempergunakan
bayu kekuatan dari Siwa. Dengan menyatukan tingkah laku dan pikirannya dia
akan mampu mempergunakan dasa bayu untuk
kesehjateraan buana alit dan buana agung.
Jika panca tirtha digabung dengan panca brahma ditambah dengan tri aksara dan eka aksara akan terjadi catur
dasa aksara. Catur dasa aksara ini terdiri atas: sa-ba-ta-a-i ditambah
na-ma-si-wa-ya, serta digabung dengan ang-ung-mang dan ong-kara yang erat
kaitannya dengan catur-dasa-bayu, suatu kekuatan yang ada di dalam buana alit
dan buana agung, yang memungkinkan manusia dan dunia hidup dengan wajar.
3.
PENUTUP
Simpulan
Dari pemaparan diatas dapat ditarik
suatu kesimpulan bahwa dasa aksara adalah aksara suci yang memiliki kekuatan
magis sehingga aksara tersebut jarang masyarakat menggunakannya. Sudah barang
tentu dasa aksara ini tidak diketahui
oleh masyarakat kebanyakan. Dasa aksara
terdapat dalam segala penjuru mata angin yang di kenal sebagai pengider bhuana
atau jagat raya. Dasa aksara ini
memiliki saktinya masing – masing yang diyakini dan disembah sebagai
istadewatanya. Memang dilihat dari dewa – dewa yang ada dalam dewata nawasangga
begitu banyak, hal inilah yang umat lain katakan Hindu memuja banyak dewa.
Sesungguhnya itu adalah hal yang keliru. Makna yang terselubung dalam aksara
suci tiap dewa penguasa mata angin itu adalah paha monotheisme. Tuhan yang
kekal dan abadi adalah satu namun karena
Beliau meliputi banyak aspek, maka umat menyembah Beliau di tiap – tiap
aspek. Beliau yang satu itu disebut dengan Siwa yakni inti atau poros dari
segala penjuru. Kalau kesepuluh aksara ini dirangkai dalam kata – kata akan
terbentuk kalimat, yang bunyinya sebagai berikut :sabatai nama siwaya. Kalimat ini merupakan ungkapan doa untuk memuliakan
Dewa Siwa ( nama siwaya).
DAFTAR PUSTAKA
Bangli, I.B.
Putu. 2004. Mutiara Dalam Budaya Hindu
Bali (Pedoman Guide). Surabaya : Paramita
Donder, I Ketut.
2005. Esensi Bunyi Gamelan dalam Prosesi
Ritual Hindu. Surabaya : Paramita
Nala, Ngurah. 2006. Aksara Bali dalam Usada. Surabaya : Paramita
MGMP. 2010. Lembaran Kerja Siswa Pendidikan Agama
Hindu. tkt.tp
ANYAR BALI POS
Rabu, 13 November 2013

Anyar Bali pos, Singaraja

Singaraja- Lapangan
Tihing Petung menjadi saksi kekecewaan tim futsal PAH V yang kalah dari tim futsal
PBB VII dalam memperebutkan juara 1 pada juara futsal tahun ini. Sekaligus menjadi
saksi kesenangan tim PAH V tersendiri yang telah berhasil membalas dendan pada
tim PAH VII pada musim futsal 2013.
Pendidikan
Agama Hindu (PAH) V berhasil mengalahkan PAH VII dengan skor 4 – 2 di babak
ke-2 pada semi final pekan lalu (08/11).
Final, tim PAH 5 berhadapan dengan tim Pendidikan Bahasa Bali (PBB) VII
untuk memperebutkan piala pertandingan futsal putra dalam rangka memeriahkan
ulang tahun Institut Hindu Dharma Negeri
(IHDN) Denpasar ke IX, tim PPB VII berhasil menaklukan tim PAH V dengan
pencapaian skor 6 – 3.
Setelah
berhasil menaklukan beberapa tim lawan dalam 4 kali pertandingan, akhirnya tim
PAH V beradu dengan tim PBB VII di babak final. Pertandingan yang menegangkan
antara PAH V dengan PBB VII demi memperebutkan juara futsal di musim 2013. Pertandinngan
final dilaksanakan sabtu, 9 november pukul 17 : 00 – 17:30 wita. Pertandingan
yang berlangsung selama 30 menit, dibagi menjadi dua babak.
Babak
pertama berlangsung selama 15 menit, PBB VII sukses menahan tim PAH V 3 –
1 pada babak pertama. Putu Juni Parwanto
mengecoh pemain penyerang ( Krisnaadi dan Samiasa) dan kiper
Ogik sehingga mencetak goal terbanyak pada babak pertama. Pemain yang
kerap disapa jonok ini, berhasil mencetak goal sebanyak 3 kali. Tim PAH V
berhasil membalas dengan skor 1 yang disumbangkan oleh pemain Kadek Agus Sandi.
Berlanjut,
permainan babak ke-2 selama 12 yang lebih memanaskan lagi diantara kedua pemain
di Lapangan Futsal Tihing Petung. Tim PAH V harus lebih ekstra lagi untuk
mengejar selisih 2 point dari tim lawan. Ojil, Jonok dan Kacir berhasil
menambah 3 point untuk tim PBB VII. Agus Sandi mengejar point lawan dengan
menggoal 1 kali. Begitu pula dengan Samiasa pemain dari tim PAH V menunjukkan
kebolehannya dengan menggoal 1 kali. Tepat pukul 17 :30 wita pemainan ini
berakhir dengan skor 6 -3 dan PBB VII dinobatkan sebagai juara I dan PAH V
sebagai juara II sedangkan PAH VII juara III
Tidak ada komentar:
Posting Komentar